NASIONAL

Pemilu 2024, Pesta Demokrasi atau Pesta Korupsi?

Pemilu 2024 kemungkinan besar tetap diwarnai politik uang untuk memenangkan partai atau calon yang diusung. Sumber dana diperkirakan dari praktik korupsi, kejahatan lingkungan atau TPPU.

AUTHOR / Wahyu Setiawan, M Rifandi Fahrezi

Pemilu 2024
Kegiatan kirab pemilu 2024 di Kota Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2023). (Foto: ANTARA/Anis Efizudin)

KBR, Jakarta - Pemilu 2024 kemungkinan besar masih tetap diwarnai politik uang untuk memenangkan partai atau calon yang diusung. Pendanaan politik uang diperkirakan dari praktik korupsi uang negara, kejahatan lingkungan atau pencucian uang.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, ada pola terjadi peningkatan korupsi setidaknya setahun menjelang pemilu. Ini terlihat pada tahun menjelang pemilu 2004, 2009, maupun pemilu 2014 dan 2019.

"Sering terjadi politik uang, yaitu upaya memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan. Ada yang borongan, lewat bobotoh dan lain-lain. Ada juga yang eceran yang sering disebut serangan fajar. Hasil penelitian KPK (memperlihatkan) peningkatan volume korupsi selalu sejalan dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada," kata Mahfud MD dalam acara Forum Diskusi Sentra Gakkumdu di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/8/2023).

Politik uang tidak hanya bersumber dari dana korupsi. Ada juga indikasi penggunaan dana hasil kejahatan untuk pemilu.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi dugaan uang hasil kejahatan lingkungan sekitar Rp1 triliun yang masuk ke partai politik.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan uang triliunan rupiah itu diduga mengalir untuk mendanai Pemilu 2024.

"Ada Rp1 triliun uang kejahatan lingkungan yang masuk ke parpol kurang lebih ya. Karena PPATK sedang fokus terhadap green financial crime. Ini ramai. Lalu apa yang terjadi? Kami menemukan kok sepertinya tidak ada rekening dari para kontestasi politik yang tidak terpapar gitu. Yang paling tidak kalau dia tidak terpapar, dia berpotensi untuk terpapar atau ada indikasi terpapar," kata Ivan dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu, Selasa (8/8/2023).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan tidak ada satu pun keuangan partai yang bersih dari paparan dana hasil kejahatan lingkungan.

Selain itu, PPATK juga menemukan indikasi dana kampanye yang bercampur dengan dana hasil pidana di sejumlah provinsi. PPATK juga menemukan laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait pemilu yang nilainya antara miliaran hingga ratusan triliun.

Ivan Yustiavandana mengklaim sudah melaporkan temuan itu ke Komisi Pemilihan Umum KPU RI dan Badan Pengawas Pemilu RI.

Baca juga:

Komisioner Bawaslu RI Lolly Suhenty mengakui lembaganya menerima laporan dari PPATK mengenai indikasi aliran dana hasil kejahatan lingkungan dan indikasi pencucian uang ke partai politik menjelang pemilu. Namun, Bawaslu kesulitan mengusut laporan itu.

"Kalau PPATK itu indikasi, ditemukan aliran uang yang berdasarkan illegal loging dan sebagainya untuk kepentingan kampanye 2024, untuk kepentingan partai politik. Bagi Bawaslu, informasi seperti ini sangat penting. Tapi kami harus melakukan penelusuran. Tapi, lagi-lagi kami tidak punya akses yang cukup berkenaan sumber-sumber berkenaan dengan ini," kata Lolly Suhenty.

Sementara itu, lembaga pemantau korupsi ICW meminta pemerintah melalui penegak hukumnya memberi perhatian serius mengenai temuan data peningkatan kasus korupsi menjelang pemilu.

Staf Divisi Korupsi Politik ICW Seira Tamara menilai kasus korupsi terjadi karena selama ini praktik politik uang sudah dianggap biasa dan tidak ada penegakan sanksi yang menimbulkan efek jera bagi pelaku. Dampaknya terjadi lingkaran setan antara politik uang saat pemilu dengan upaya balik modal pejabat.

"Tendensinya bekerja untuk balik modal. Memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau partai politik dengan cara-cara yang tidak sah. Dampaknya akan panjang dan sangat buruk, karena akan jadi seperti lingkaran setan. Karena dari awal sudah keluar modal banyak. Nanti sudah menjabat, harus cari uang lagi supaya modal yang kemarin bisa tertutupi," kata Seira dalam Talkshow Ruang Publik KBR, Rabu (9/8/2023).

Untuk menghentikan lingkaran setan itu, Seira Tamara mendorong agar Undang-undang Pemilu diperkuat terutama pada sanksi bagi pelaku pelanggaran politik uang. 

Menurut Seira, selama ini sanksi baik pidana penjara maupun pidana denda masih rendah dan belum menimbulkan efek jera. Selain itu, banyak kasus politik uang yang kemudian dianggap tidak memenuhi kriteria untuk diproses hukum lebih lanjut.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!