Article Image

SAGA

Skandal Perusakan Buku Merah

"Dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi KPK ‘dicerai’ dan dikembalikan ke institusi Polri. Mereka dianggap melanggar kode etik"

Ilustrasi. (Foto: kpk.go.id)

Dua penyidik KPK ‘dicerai’ dan dikembalikan ke institusi Polri. Mereka dianggap melanggar kode etik karena diduga merusak barang bukti penyidikan kasus korupsi. Bukti diduga menyebut nama Tito Karnavian, eks Kapolda Metro Jaya yang kini menjabat Kapolri. Sejumlah media berkolaborasi dalam IndonesiaLeaks mencari fakta-fakta di pusaran itu.

IndonesiaLeaks adalah platform bagi informan publik untuk membagi dokumen untuk diteruskan oleh sembilan media di dalamnya dalam bentuk liputan investigasi. Platform ini terenkripsi sehingga tidak bisa melacak identitas pengirim informan publik. 

Aksi mereka yang terekam CCTV itu dibenarkan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.


Pada Agustus 2018, IndonesiaLeaks menemui Roland Ronaldy di Polres Cirebon, Jawa Barat. Ia justru mendapat promosi jadi Kapolres Cirebon, setelah dipulangkan KPK atas dugaan “pelanggaran etika".


Raut wajah Roland sontak berubah ketika melihat versi digital dokumen-dokumen penyidikan KPK yang dirusak oleh dia dan Harun. Ia menolak berkomentar.


“Ini kan soal rahasia, ngapain diungkit-ungkit lagi?” katanya dengan wajah kesal.


“Sudah lah. Itu kan sudah lama. Sudah dijawab oleh Humas (Polri) juga.” 

Sementara Harun tidak merespons surat permintaan wawancara dari IndonesiaLeaks yang dikirim 14 Agustus 2018. Intinya adalah ingin menanyakan dugaan keterlibatannya dalam kasus perusakan barang bukti penyidikan KPK.


Suatu malam, IndonesiaLeaks mendatangi rumahnya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.


“Sudah, nggak usah,” kata Harun sambil membuka pagar rumahnya dengan kepala menunduk.

***

Basuki Hariman divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 28 Agustus 2017. Ia terbukti menyuap Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, sebesar lebih dari $70 ribu. Di persidangan yang sama, hakim juga memvonis sekretaris Basuki, Ng Fenny lima tahun penjara.




Basuki terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017, bersama Patrialis Akbar. Pengusaha impor daging itu menyuap Patrialis untuk memengaruhi putusan hakim MK dalam perkara uji materi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi diajukan oleh asosiasi peternak dan pedagang ternak.

Pada saat diperiksa KPK pada awal 2017, Basuki menganggap Undang-undang itu merugikan perusahaannya di bidang impor daging.


"Yang boleh impor daging sapi dari India hanya satu perusahaan, Bulog, ini jelas monopoli," ujar Basuki di Gedung KPK, Jakarta, 27 Januari 2017.


Pada 7 Februari 2017, Mahkamah Konstitusi menolak hampir seluruh permohonan uji materi tersebut. Sekitar tujuh bulan kemudian, pada 4 September 2017, Pengadilan Tipikor pun memvonis Patrialis delapan tahun penjara karena menerima suap dari Basuki.


red

(Foto salinan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 28 Agustus terhadap Basuki Hariman.)

Dalam persidangan Basuki dan Fenny, aliran dana hanya menyebut nama Patrialis. Dakwaan tim Jaksa KPK terhadap Basuki maupun Ng Fenny juga tidak menyertakan pasal suap terhadap orang selain hakim MK itu.

BAP yang diacu dalam persidangan ini adalah BAP tertanggal 5 April 2017.

Sedangkan, isi BAP tertanggal 9 Maret 2017 yang juga dibuat untuk kasus dugaan suap Basuki Hariman, dengan tersangka Ng Fenny tidak pernah disebut di persidangan.


Buku bersampul merah itu tercantum sebagai barang bukti nomor 316, yang dilampirkan dalam putusan Pengadilan Tipikor terhadap Basuki Hariman. Basuki dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 400 juta - lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yaitu 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.


red

(Putusan Pengadilan Tipikor terhadap Basuki Hariman juga mencantumkan Buku Merah dalam daftar barang bukti.)

Pada persidangan Basuki Hariman, staf keuangan perusahaan milik Basuki, Kumala Dewi Sumartono, menjadi saksi. Ia sempat ditunjukkan sejumlah barang bukti, termasuk buku bank berwarna merah atas nama Serang Noor itu. Kumala mengetahui dan membenarkan keberadaan buku itu.

Dalam putusan Pengadilan Tipikor terhadap Basuki Hariman juga mencantumkan ratusan barang bukti, termasuk sejumlah salinan bukti pembelian valuta asing dari PT Antarartha Benua. Beberapa tanda bukti pembelian valuta asing itu sesuai dengan isi buku merah, dan keterangan Kumala Dewi tentang dugaan aliran dana ke Tito - baik tanggal transaksi maupun nilai pembelian dolar.


***  

Empat kali eks Kapolda Metro Jaya mengulangi pernyataannya.


Tito lantas bergegas naik ke buggy golf. Dia meninggalkan wartawan.


Konfirmasi langsung ini dilakukan setelah sepekan sebelumnya IndonesiaLeaks mengirim surat permintaan wawancara lewat Mabes Polri. Muhammad Iqbal yang kala itu menjabat Kepala Biro Penerangan Masyarakat dari Divisi Humas Mabes Polri merespon dengan meminta daftar pertanyaan tertulis. 

"Tidak benar. Bapak Kapolri tidak pernah menerima (aliran dana dari Basuki Hariman) itu. Orang bisa saja membuat catatan yang belum tentu benar. Dulu sewaktu jadi Kapolda Papua, Kapolri pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” tulis Iqbal pada awal Agustus 2018. 

red

(Foto jawaban Karo Penmas Mabes Polri)

IndonesiaLeaks menemui Kumala Dewi di rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Melalui anaknya, Kumala menolak permintaan wawancara itu pada akhir Juni 2018. 

Sikap serupa juga ditunjukkan Basuki Hariman ketika didatangi di Lapas Kelas I, Tangerang, Banten. Ia justru memanggil sipir ketika melihat ada wartawan tim IndonesiaLeaks hendak menemuinya.

“Saya tidak mau. Saya tidak mau diwawancara soal itu,” jawab Basuki pada 24 Juni 2018.

Sementara Penyidik Surya Tarmiani menolak berkomentar soal isi BAP 9 Maret 2017 yang memuat nama Tito. 

“Nggak tahu saya,” jawab Surya, ketika dihubungi tim IndonesiaLeaks, pertengahan September 2018. 

“Tapi betul memeriksa Kumala?”

“Sudahlah, sudah lewat,” jawab Surya.

Hampir sebulan setelah pembuatan BAP 9 Maret 2017, Penyidik KPK Surya Tarmiani diteror orang tak dikenal.

Ketika itu Surya menumpang taksi dari Bandara Soekarno Hatta ke tempat tinggalnya di Setiabudi. Tas ransel berisi laptop dan berkas dirampas orang tak dikenal. 

Dari salinan laporan polisi bernomor LP/131/K/IV/2017 yang diperoleh majalah Tempo, Surya menyebutkan tas yang dirampas itu berisi sejumlah barang penting. Di antaranya komputer jinjing merek HP, dompet berisi kartu identitas, paspor, serta kartu penyidik KPK.

Tapi ia tak mau bicara soal perampasan laptop itu. 

“Tanya Mas Febri atau pimpinan aja ya, saya nggak bisa jawab,” kata Surya pertengahan September 2018, seraya menyebut nama Febri Diansyah, Kepala Biro Humas KPK. 

Surya mengakui kasus perampasan laptop itu sampai sekarang belum ada tindak lanjut di Kepolisian. 

***