NASIONAL

Mayoritas Fraksi di Komisi II DPR Tolak Konsultasi Tertulis KPU Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Hampir seluruh fraksi di Komisi II DPR RI menolak langkah KPU melakukan konsultasi tertulis terkait syarat usia calon kepala daerah.

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Agus Luqman

Mayoritas Fraksi di Komisi II DPR Tolak Konsultasi Tertulis KPU Terkait Usia Calon Kepala Daerah
Peluncuran maskot Pilkada 2024 Kabupaten Ciamis di Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2024). (Foto: ANTARA/Adeng Bustomi)

KBR, Jakarta - Hampir seluruh fraksi di Komisi II DPR RI tidak setuju dengan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan konsultasi secara tertulis untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung terkait syarat usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus mengatakan, konsultasi tertulis adalah sesuatu yang tidak lazim, dan ini baru pertama kali terjadi.

"Tentu ini dipertanyakan, makanya bapak katakan hampir seluruh fraksi-fraksi yang ada di Komisi II tidak menerima, tidak setuju langkah-langkah, sikap yang dilakukan oleh KPU dalam melakukan perubahan PKPU berkaitan tentang batasan umur itu hanya lewat tertulis saja," kata Guspardi kepada KBR, Kamis (20/6/2024).

Guspardi meminta KPU melakukan konsultasi secara langsung melalui rapat dengar pendapat (RDP) dengan pembentuk undang-undang, seperti yang selama ini dilakukan.

Menurut Guspardi, masih ada waktu untuk melakukan pembahasan, dan kemungkinan bisa selesai dengan cepat, karena poin yang direvisi hanya satu pasal saja.

"Saya mengimbau kepada KPU tidak perlu sungkan, tidak perlu keberatan untuk menyampaikan berkas PKPU itu kepada komisi 2 lewat konsultasi, dan itu yang diperintahkan oleh undang-undang. Karena waktu yang berkaitan terhadap revisi PKPU itu masih rentang waktunya masih panjang," kata Guspardi.

Baca juga:

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon kepala daerah.

Komisioner KPU RI, Idham Holik beralasan hal itu dilakukan demi kepastian hukum dalam menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

"Salah satu prinsip dari penyelenggaraan pilkada itu adalah prinsip berkepastian hukum. Dan beberapa putusan DKPP yang ditujukan kepada KPU, DKPP menegaskan bahwa KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum," ujar Idham kepada KBR, Selasa, (4/6/2024).

Idham Holik mengatakan, KPU saat ini tengah mengkaji putusan tersebut melalui dokumen yang diperoleh dari publikasi di laman Mahkamah Agung.

Selanjutnya, KPU akan berkomunikasi dengan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.

Baca juga:


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!