NASIONAL

KPU Bakal Tindak Lanjuti Putusan MA meski Menuai Polemik

KPU bisa mengabaikan putusan MA soal batas usia calon kepala daerah.

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Sindu

KPU Bakal Tindak Lanjuti Putusan MA meski Menuai Polemik
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta. Foto: KBR/Resky Novianto

KBR, Jakarta- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon kepala daerah. Komisioner KPU RI, Idham Holik beralasan hal itu dilakukan demi kepastian hukum dalam menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

"Salah satu prinsip dari penyelenggaraan pilkada itu adalah prinsip berkepastian hukum. Dan beberapa putusan DKPP yang ditujukan kepada KPU, DKPP menegaskan bahwa KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum," ujar Idham kepada KBR, Selasa, (4/6/2024).

Idham Holik mengatakan, KPU saat ini tengah mengkaji putusan tersebut melalui dokumen yang diperoleh dari publikasi di laman Mahkamah Agung. Selanjutnya, KPU akan berkomunikasi dengan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.

Putusan MA Bertentangan dengan UU

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut KPU bisa mengabaikan putusan MA soal batas usia calon kepala daerah. Pasalnya, menurut Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz, putusan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada.

"Tentu kami berharap agar KPU itu bisa menyikapi putusan ini dengan baik. Bahwa KPU sangat bisa mengabaikan putusan Mahkamah Agung tersebut. Karena yang diikuti oleh KPU adalah Undang-Undang Pilkada bukan putusan Mahkamah Agung," kata Kahfi kepada KBR, Selasa, (4/6/2024).

"Kalau putusan Mahkamah Agung-nya sesuai dengan apa yang ditentukan dalam undang-undang, maka putusan Mahkamah Agung itu harus diikuti. Tetapi, ketika tidak sesuai maka tidak perlu diikuti. Karena rujukan utamanya adalah undang-undang sebagai undang-undang spesialisnya yang mengatur penyelenggaraan pilkada," imbuhnya.

Keliru

Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz menilai, putusan MA juga keliru. Sebab, MA memiliki kewenangan untuk menguji materiil peraturan yang ada di bawah undang-undang, dan basis ujinya adalah undang-undang.

"Nah, itu yang saya kira perlu untuk dilihat terlebih dahulu sehingga apa pun putusan MA itu harus sesuai dan tidak bertentangan dengan apa yang kemudian sudah ditentukan di dalam undang-undang. Nah, ini perlu dilihat karena rumusannya kemudian diubah MA yang awalnya dari sejak pencalonan menjadi sejak pelantikan ketika dia sudah terpilih maka kemudian usianya itu harus mencukupi."

Menurut Kahfi, ketika putusan ini mengubah syarat calon pada proses pencalonan di tengah-tengah pencalonan, akan membuat kepastian hukum menjadi tergadaikan. Sehingga kata dia, tidak lagi ada kepastian hukum dalam proses pencalonan.

"Nah, ini kan norma yang kemudian tidak dikenal di dalam Undang-Undang 10/2016, di mana undang-undang juga sebetulnya menyebutkan bahwa yang menjadi syarat usia itu diaplikasikan syarat usianya kepada calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, wakil bupati dan calon wali kota serta wakil wali kota," katanya.

Hakim MA Dilaporkan

Usai putusan tersebut, Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY). Ketiganya, yaitu Yodi Martono Wahyunadi, Yulius, dan Cerah Bangun

Direktur Gradasi, Abdul Hakim beralasan, proses pemeriksaan MA terlalu singkat dan terkesan terburu-buru, serta melanggar asas keberpihakan.

"Kita menduga bahwa dalam putusan ini ada tiga hal yang penting bagi kami. Pertama, putusan ini sangat tergesa-gesa, dipaksakan. Putusan ini masuk tanggal 22 April, kemudian ada penunjukan hakim 27, kemudian 29 diputus. Artinya ada PKPU nomor 4 ini diprioritaskan. Sehingga kami menduga bahwa ini hakim yang tiga ini tidak netral dan kemudian melanggar asas imparsialitas," kata Abdul di Gedung KY, Senin, (3/6/2024).

Abdul Hakim, menilai putusan MA terkait batas usia bermasalah. Sebab menurutnya, aturan batas usia sudah jelas diatur dalam UU tentang Pilkada.

"Kenapa problematik? Sebetulnya di undang-undang itu sudah jelas bahwa sejak ditetapkan calon bukan sejak dilantik. Dan ini kemudian menambah tafsiran dan memperluas. Sehingga menurut kami bahwa putusan ini melampaui kewenangannya," ujarnya.

Karpet Merah Kaesang?

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil aturan batas minimal calon kepala daerah. Permohonan itu diajukan Partai Garuda, salah satu partai koalisi pengusung Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024.

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 4 ayat 1 Peraturan Komisi Pemilihan Umum PKPU Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada. Pasal itu mengatur batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota.

MA kemudian mengubah ketentuan di pasal itu dan menambah klausul usia terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Putusan dibuat menjelang gelaran Pilkada Serentak 2024.

Putusan ini menuai sorotan dari masyarakat, sebab dinilai memberi karpet merah bagi pencalonan anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk maju Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024. Kaesang saat ini berusia 29 tahun, dan merupakan ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!