“Kita menghimpun dari tahun 2014 sampai tahun 2024, 10 tahun kurang lebih ada total 1.131 kasus orang mengalami kekerasan dan kriminalisasi,"
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Agus Luqman

KBR, Jakarta - LSM Lingkungan Hidup WALHI mencatat ada lebih dari seribu orang mengalami kekerasan dan kriminalisasi lantaran membela lingkungan.
Manajer Analisis Kebijakan Publik WALHI Satrio Manggala mengatakan jumlah itu terjadi selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Kita menghimpun dari tahun 2014 sampai tahun 2024, 10 tahun kurang lebih ada total 1.131 kasus orang mengalami kekerasan dan kriminalisasi. Orang yang dikriminalisasi pasti mengalami kekerasan terlebih dahulu, tapi orang yang mengalami kekerasan belum tentu naik ke proses pemidanaannya,” ucapnya dalam agenda Launching dan sosialisasi Anti-SLAPP dipantau via Youtube Walhi Nasional, Rabu, (25/9/2024).
Kasus kriminalisasi umumnya terjadi di sektor perkebunan, perhutanan, hingga Kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN). Korbannya tak hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Bahkan, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mencatat, pengaduan perempuan pembela HAM sektor lingkungan menjadi aduan terbanyak.
"Yang kemudian kami lihat (aduan) perempuan pembela HAM itu yang paling banyak sumber daya alam memang, lingkungan sumber daya alam. Sebaran isunya kekerasan terhadap perempuan sumber daya alam 12. Ini yang termasuk paling banyak." ujar Rini dalam acara peluncuran dan sosialisasi peraturan Anti-SLAPP, di Jakarta, Rabu, (25/9/2024).
Baca juga:
Salah satu pejuang lingkungan yang jadi korban kriminalisasi adalah Daniel Frits Maurits. Daniel sempat divonis hukuman tujuh bulan penjara karena melawan perusakan lingkungan di Pulau Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Ia kemudian dinyatakan bebas setelah upaya hukum banding diterima pengadilan.
Daniel mengatakan masyarakat yang kritis terhadap perusakan lingkungan kerap dibungkam melalui gugatan hukum atau dikenal sebagai strategic lawsuit against public participation (SLAPP).
"Tiga orang teman saya seperjuangan lainnya itu, dilaporkan ke Polda Jateng oleh advokat seorang penambak. Itu akhirnya dihentikan, tapi baru dihentikan setelah pengadilan tinggi Semarang menerima banding saya dan memutuskan saya lepas. Coba tidak diputus lepas, jalan terus itu. Dan ini menunjukkan bahwa aparat itu kurang pengetahuan, kurang integritas dalam memahami kebijakan anti-SLAPP," ujar Daniel dalam acara peluncuran dan sosialisasi peraturan Anti-SLAPP, di Jakarta, Rabu, (25/9/2024).
Pejuang lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits menambahkan, tren kriminalisasi aktivis lingkungan tak akan redup, jika aparat tidak dibekali pengetahuan terkait Anti-SLAPP.
Baca juga:
Di lain pihak, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti, mengakui polisi masih belum bisa menerapkan konsep perlindungan Anti-SLAPP.
"Harus diakui memang iya bener. Kenapa? Karena di kepolisian sendiri ini masih belum ada aturan, belum ada Perkap, belum ada Perpol, belum ada Perkabareskrim. Misalnya yang kemudian memberikan guidance kepada polisi untuk menangani atau tidak menangani kasus- kasus yang terkait dengan SLAPP. Jadi aparat kepolisian kita ya ini sangat awam banget dengan kasus-kasus lingkungan hidup," ujar Poengky dalam diskusi publik, Rabu (25/9/2024).
Anggota Kompolnas Poengky Indarti mendorong Kapolri Listyo Sigit Prabowo menjalin kerja sama serius dengan KLHK, untuk mengedukasi aparat. Tujuannya, untuk mencegah berulangnya kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan HAM.
Apalagi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Sekretaris Ditjen Penegakan Hukum KLHK, Dwi Januanto Nugroho menyebut, aturan ini dikeluarkan Agustus lalu.
“Permen ini memang sampai pada rekomendasi bahwa ini adalah tindakan SLAPP, yang akan dilakukan penilaian oleh tim yang secara Ad hoc, kasus per kasus bahkan kalau menyangkut di pemerintah daerah tentu kita libatkan juga jajaran pemerintah daerah dan juga termasuk akademisi dan juga mungkin entitas lain dari civil society. Ini tentu yang akan kita coba praktikan,” ujar Januanto dalam diskusi WALHI, Rabu, (25/9/2024).
Dwi Januanto Nugroho menambahkan, bentuk kehadiran negara dalam perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup akan terus diupayakan, khususnya melalui pengembangan kapasitas aparat penegak hukum.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi jaksa, dan menguatkan vonis bebas bagi dua aktivis HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar merupakan pengakuan pengadilan bahwa masyarakat berhak mengkritik pemerintah.
Ketua Umum YLBHI, Muhamad Isnur mengapresiasi putusan tersebut dan jadi pengakuan bahwa masih adanya kebebasan berekspresi di RI.
"Dan ini juga jadi jaminan dari pengadilan menegaskan bahwa, orang tidak bisa dipidana, tidak bisa diproses, dihukum. Karena pernyataannya, karena kritiknya, karena pendapatnya, karena penilaiannya. Jadi masyarakat kemudian sekarang harus semakin berani menyampaikan kritik dan terbuka, jadi jangan takut di kriminalkan," ujar Isnur kepada KBR, Kamis (26/9/2024).
Baca juga: