Pakar: Penempatan guru tidak mempertimbangkan aspek geografis
Penulis: Siska Mutakin
Editor: Resky Novianto

- Ikhtisar Berita -
* Ratusan Guru Mundur dari Sekolah Rakyat dalam Waktu Singkat
* Pemerintah Siapkan Puluhan Ribu Guru Pengganti, Tapi Dipertanyakan Kompetensinya
* Beberapa Pengamat Menuntut Evaluasi Sistem dan Arah Kebijakan Sekolah Rakyat
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KBR, Jakarta- Program Sekolah Rakyat (SR) dimulai pada tanggal 14 Juli 2025, bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2025/2026.
Program ini merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga miskin, dengan sistem berasrama. Jumlahnya pada saat itu yakni sebanyak 63 titik Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia.
Namun, belum genap dua pekan berjalan, dikabarkan 160 guru telah mengundurkan diri dari program Sekolah Rakyat.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menilai ratusan guru yang mundur diakibatkan oleh persoalan jarak geografis antara tempat tinggal tenaga pengajar dan lokasi sekolah tidak dipertimbangkan secara matang.
"Ini sebenarnya hal yang aneh juga ya, bagaimana penempatan itu dilakukan tidak mendekatkan guru dengan sekolah itu secara geografis," kata Retno kepada KBR, Senin (28/7/2025).
Retno menambahkan bahwa ketidaksiapan sistem penempatan dan minimnya fasilitas asrama guru menjadi faktor yang mempersulit guru menjalankan tugasnya, terlebih karena Sekolah Rakyat menerapkan sistem boarding school.
Minim Kepastian dan Transparansi
Senada dengan FSGI, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan penyebab utama dari mundurnya ratusan guru Sekolah Rakyat adalah minimnya transparansi penempatan tugas dan ketidakjelasan status kerja sebagai dua penyebab utama.
"Penempatan tugasnya, itu tidak dilakukan secara transparan sejak awal, sehingga ketika mereka ditugaskan di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan harapan, yang mereka juga tidak terjangkau, maka mereka memilih untuk mundur," kata Ubaid kepada KBR, Selasa (29/7/2025).
Ia menambahkan bahwa masalah ini diperparah dengan ketidakpastian status kontrak para guru. Menurutnya, banyak di antara mereka yang dikontrak secara temporer, tanpa kepastian apakah akan diperpanjang atau tidak di periode berikutnya.
Ubaid menyebut, situasi ini merugikan sistem karena guru-guru yang sudah terseleksi dengan kompetensi tinggi justru memilih mundur, dan digantikan oleh guru cadangan.
"Ketika guru prioritas ini yang mestinya dia bisa langsung bertugas mengajar, lalu mereka mengundurkan diri, lalu digantikan dengan guru cadangan, maka otomatis dari sisi kompetensi guru-guru cadangan ini tentu lebih rendah daripada guru-guru yang sudah dipanggil lalu mereka mengundurkan diri," ujarnya.

Mensos: 50 Ribu Guru Siap Menggantikan
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan bahwa lebih dari 50 ribu guru siap menggantikan guru sekolah rakyat yang mengundurkan diri setelah proses seleksi dan penempatan.
"Sudah banyak yang siap untuk menggantikannya karena ada 50.000 lebih guru yang telah mengikuti proses pendidikan profesi guru yang belum mendapatkan penempatan," ujar pria yang akrab disapa Gus Ipul itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/7/2025) dikutip dari ANTARA.
Gus Ipul menyampaikan bahwa berdasarkan data terakhir yang diterimanya, sebanyak 140 guru sekolah rakyat tercatat mengundurkan diri setelah melalui proses seleksi dan penempatan di berbagai titik.
"Memang dalam perjalanannya, ini saya mohon ditulis lebih utuh, ada sekitar 140 data terakhir yang mengundurkan diri setelah mereka seleksi itu, dari berbagai titik sekolah," ujar dia.
Baca juga:
- Lagi, Kontroversi Sekolah Rakyat
Alasan Utama karena Jarak Lokasi Tugas Terlalu Jauh
Gus Ipul menjelaskan dari total lebih dari 1.500 guru yang telah ditempatkan di sekolah rakyat, sebanyak 140 di antaranya memilih mengundurkan diri dengan alasan utama jarak lokasi tugas yang terlalu jauh dari domisili.
Gus Ipul mengatakan pihaknya telah menyiapkan pengganti dari kalangan guru yang belum mendapatkan penempatan.
"Sehingga insyaallah nanti yang mengundurkan diri itu kita hormati karena sebagian besar alasannya terlalu jauh dari domisili," ucap dia.
Mensos menegaskan Kemensos tetap menghargai keputusan para guru yang mengundurkan diri dan membuka kesempatan bagi para tenaga pendidik yang lain untuk berkontribusi memberikan masa depan lebih layak bagi anak-anak miskin dan miskin ekstrem.

Menko Muhaimin: Stok Guru SR Memadai
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar memastikan jumlah persediaan guru untuk Sekolah Rakyat masih memadai menyusul ratusan pengajar dilaporkan mengundurkan diri.
"Enggak ada masalah, karena stok guru (yang) ada di Dikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) itu sangat besar," kata Menko Muhaimin saat ditemui di sela-sela kegiatannya di Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (30/7/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut Menko Muhaimin, jumlah guru yang sudah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) sangat banyak. Oleh sebab itu ia tidak khawatir dengan jumlah guru untuk Sekolah Rakyat.
"Yang sudah PPG itu stoknya sudah sangat besar, sehingga Insya Allah kita enggak pernah kekurangan guru untuk Sekolah Rakyat," kata Menko Muhaimin.
SR Perlu Pendekatan Berbeda di Setiap Daerah
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menilai pemerintah pusat seharusnya tidak menggunakan pendekatan seragam dalam menjalankan program di berbagai daerah yang memiliki tantangan berbeda-beda.
Diperlukan pengumpulan data yang akurat dari masing-masing wilayah serta mekanisme konsultatif seperti survei atau diskusi langsung dengan guru sebelum penempatan dilakukan.
"Jadi partisipasi gurunya ada ditanyakan mau atau tidak kemudian jika keberatan apa yang menyebabkan keberatan lalu kemudian diantisipasi ditawarkan solusi. Ketika memang keberatan jika masalahnya geografis itu sebenarnya masalah yang sederhana yang mudah ya, namun kok tidak dipikirkan," ujarnya.
Retno juga menyoroti penunjukan guru pengganti Sekolah Rakyat yang dilakukan tanpa memperhatikan kompetensi dasar sebagai tenaga pendidik.
Menurutnya, sebagian guru pengganti yang disiapkan oleh pemerintah saat ini belum memiliki sertifikat pendidikan dan bahkan tidak berasal dari latar belakang pendidikan keguruan.
"Jadi kalau dibilang penggantinya sedang melakukan pendidikan profesi, berarti mereka sebenarnya belum pernah juga menjadi guru nih si pengganti. Belum pernah menjadi guru, mungkin juga berasal dari bukan sekolah keguruan,” jelas Retno.
“Jadi mungkin mereka berasal dari umum dan secara pedagogis mungkin juga tidak punya pengalaman mengajar gitu ya, ini tentu sangat berpengaruh nanti pada kualitas pengajaran," tambahnya.
Baca juga:
- Sekolah Rakyat Dimulai, Pro Kontra Dituai

Pengangkatan Guru SR Mesti Selektif dan Proporsional
Retno menambahkan bahwa guru adalah aktor utama dalam menciptakan budaya belajar yang sehat, kritis, dan produktif di sekolah. Oleh karena itu, pengangkatan guru secara asal-asalan, tanpa pelatihan dan sertifikasi yang memadai, dinilai sangat berbahaya bagi masa depan Pendidikan peserta didik.
"Kalau gurunya aja kemudian tadi ya diambil dengan cara tadi tidak mumpuni, maka ya bisa dipastikan secara kualitas pendidikan pun patut kita pertanyakan hasilnya nanti," katanya.
Lebih lanjut, Retno menyampaikan kekhawatirannya dengan banyaknya guru yang mundur serta penggantinya yang belum siap, maka program Sekolah Rakyat dikhawatirkan hanya akan menjadi proyek coba-coba yang merugikan siswa. Padahal, siswa Sekolah Rakyat adalah kelompok miskin ekstrem.
"Ini kan seolah-olah menjadi kelinci percobaan. Itu yang kita tidak berharap ya. Nah, ini kan anak-anak yang berada pada golongan tidak mampu bahkan disebut sebagai kemiskinan ekstrim. Nah, makanya harusnya hal yang seperti ini gitu ya. Kebijakan-kebijakannya harus mempertimbangkan banyak sisi dan memang harusnya data dipergunakan gitu ya," ungkapnya.
"Karena kebijakan yang tidak terorganisir atau tersistem dengan baik pasti akan berdampak pada layanan pendidikan. Ya, akhirnya yang selalu menjadi korban adalah peserta didik, "terangnya.
Evaluasi Sistem Perekrutan hingga Penempatan Guru
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perekrutan dan penempatan guru.
Ia menekankan pentingnya transparansi sejak awal, termasuk kejelasan jumlah kebutuhan guru, lokasi penempatan, serta status kepegawaian apakah PNS, PPPK, atau kontrak biasa.
"Ketika soal kesejahteraan tidak jelas, statusnya tidak jelas, keberlanjutannya tidak jelas, maka sekolah rakyat akan diisi oleh guru-guru yang tidak berkualitas," ungkapnya.
Selain itu, Ubaid mengungkapkan sejumlah siswa mengaku terpaksa masuk Sekolah Rakyat demi memenuhi target kuota, meski sejak awal telah menyatakan keberatan.
Ia mengatakan, mereka merasa tidak betah karena sistem asrama yang ketat, di mana seluruh aktivitas diawasi selama 24 jam, sangat berbeda dengan kebiasaan mereka sebelumnya lebih bebas di luar jam sekolah.
Menurut Ubaid, sistem asrama yang ketat memerlukan kesiapan mental dan adaptasi.
"ketika mereka sedari awal tidak tertarik, sedari awal tidak ingin masuk lah, tapi kemudian ada tekanan, ada paksaan ya, otomatis mereka ketika sudah di dalam juga mereka berniat untuk kabur," jelasnya.
SR Dibawah Kemensos Masih Dipertanyakan
Ubaid juga mempertanyakan keberlanjutan program Sekolah Rakyat yang saat ini dikelola oleh kementerian Sosial. Kata dia, penyelenggaraan pendidikan seharusnya berada di Bawah Kementerian Pendidikan agar memiliki kepastian visi dan arah yang jelas.
"Misalnya sekolah rakyat ini ditempatkan di kementerian pendidikan dasar menengah, maka keberlanjutan program ini jauh lebih jelas daripada dikelola oleh Kementerian sosial yang ini tak lebih hanya sekedar kelinci percobaan atau gimik-gimik politik sesaat yang jelas keberlanjutannya tidak ada yang bisa memastikan," tuturnya.

Puluhan SR Lain Bakal Diluncurkan 1 Agustus 2025
Sri Mulyani menyampaikan hingga pertengahan Juli 2025 sebanyak 63 Sekolah Rakyat telah resmi beroperasi dengan lebih dari 9.000 siswa telah diterima.
“Dari total 159 Sekolah Rakyat yang ditargetkan berjalan tahun 2025, 63 lokasi Sekolah Rakyat sudah mulai beroperasi sejak tanggal 14 Juli 2025, dengan jumlah siswa yang diterima lebih dari 9.000 siswa," kata Sri Mulyani, Selasa (29/7/2025) dikutip dari ANTARA.
Sri Mulyani mengatakan sebanyak 37 sekolah akan diluncurkan pada 1 Agustus 2025 dan 59 lainnya dijadwalkan menyusul pada awal September tahun ini.
"Sebanyak 41 lokasi Sekolah Rakyat lainnya saat ini masih menunggu hasil pendataan dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk kemudian disurvei oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelum tahap pembangunan dilanjutkan," tuturnya.
Bendahara negara menyebut program prioritas ini dibiayai melalui APBN 2025 sebesar Rp2,14 triliun dan alokasi anggaran diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2026 seiring dengan perluasan cakupan dan peningkatan kualitas layanan pendidikan yang diberikan.
“Ini adalah pemihakan nyata kepada anak-anak keluarga yang tidak mampu untuk mendapatkan kesempatan belajar secara berkualitas dan berkembang, sehingga mereka akan memiliki bekal masa depan yang lebih baik,” kata Sri Mulyani.
Baca juga:
- Problematik: Sekolah Rakyat Ditangani Kemensos, Bukan Kemendikdasmen