indeks
Kriminalisasi Aktivis HAM Lingkungan Karimunjawa, Aparat Tak Paham Anti-SLAPP

"Jadi siapapun, mau ngomong keras, mau ngomong lembut, nggak ngomong pun, bisa kena SLAPP."

Penulis: Heru Haetami

Editor: R. Fadli

Google News
HAM Lingkungan
Aktivis lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan mengikuti sidang tambak udang Karimunjawa di PN Jepara (4/4/2024). (Foto: ANTARA/Aji Styawan)

KBR, Jakarta - Aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan mengatakan, aparat hukum harus dibekali pemahaman mengenai kebijakan anti gugatan terhadap partisipasi masyarakat (Anti-SLAPP). Sebab, kata dia, kasus kriminalisasi yang terjadi pada dirinya menunjukan kurangnya pengetahuan aparat hukum dalam memahami implementasi Anti-SLAPP.

"Tiga orang teman saya seperjuangan lainnya itu, dilaporkan ke Polda Jateng oleh advokat seorang penambak. Itu akhirnya dihentikan, tapi baru dihentikan setelah pengadilan tinggi Semarang menerima banding saya dan memutuskan saya lepas. Coba tidak diputus lepas, jalan terus itu. Dan ini menunjukkan bahwa aparat itu kurang pengetahuan, kurang integritas dalam memahami kebijakan anti-SLAPP," ujar Maurits Tangkilisan dalam acara peluncuran dan sosialisasi peraturan Anti-SLAPP, di Jakarta, Rabu, (25/9/2024).

Daniel Frits Maurits Tangkilisan menambahkan, kurangnya pemahaman aparat terhadap anti-SLAPP juga akan dengan mudahnya institusi menerima laporan. Sehingga, kondisi ini akan semakin meningkatkan kasus kriminalisasi aktivis lingkungan.

"Jadi siapapun, mau ngomong keras, mau ngomong lembut, nggak ngomong pun, bisa kena SLAPP. Dan yang melaporkan kami itu bukan perusahaan, sesama warga yang dipekerjakan penambak, atau penambak itu sendiri lewat advokatnya. Laporan itu diterima dan diproses oleh aparat. Kalo ngeliat pada kasus saya ya sampai jauh (red-sampai pengadilan)," imbuhnya.

Polisi Kurang Paham Anti-SLAPP, Hakim Diduga Keliru Pula 

Sebelumnya, April lalu, Ketua Majelis Hakim PN Jepara, Jawa Tengah menyatakan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan yang menentang praktik tambak udang di Karimunjawa terbukti bersalah telah menyebarkan ujaran kebencian. Daniel dijatuhi hukuman 7 bulan penjara serta denda 5 juta Rupiah dan jika denda tidak dibayarkan maka akan dijatuhan hukuman 1 bulan penjara.

Lembaga reformasi hukum pidana ICJR menyebut ada kekeliruan dari hakim saat sidang putusan aktivis Karimunjawa Daniel Frits. ICJR mengatakan hakim melakukan kekeliruan dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE yang telah berubah.

Peneliti Institute for Criminal Justuce Reform (ICJR), M Ansar mengatakan dalam kondisi ada perubahan Undang-Undang (UU) seharusnya hakim mempertimbangkan pasal 1 ayat (2) KUHP tentang asas keberlakuan wajib ketentuan yang paling menguntungkan terdakwa apabila terjadi perubahan Undang-Undang.

“Tentang dasar hukum, ini sebenarnya dasar sekali dihukum pidana, tentang pasal 1 ayat (2) KUHP. Kalau kami melihat penafsirannya hakim terkait pasal 1 ayat (2) KUHP tentang apabila ada perubahan dalam perundang undangan maka terdakwa yang kasusnya pada saat itu masih berproses seharusnya menggunakan atau diterapkan menggunakan ketentuan yang paling meringankan,” kata Nur Ansar kepada KBR Media, Jumat (5/4/2024).

Baca juga: 

Kompolnas Sebut Polisi Sangat Awam Penanganan Kasus SLAPP

Aduan Terbanyak, Kriminalisasi Perempuan Pembela HAM Lingkungan

HAM Lingkungan
Polri
Kompolnas
Anti-SLAPP
SLAPP

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...