

Datangkan Cuan dari Bisnis Guna Ulang (Reuse)Uang Bicara
Kita udah lumayan kenal dengan bisnis recycle atau daur ulang. Tengok aja di lingkungan terdekat, RT atau RW, banyak yang udah punya bank sampah, salah satu rantai di bisnis daur ulang. Nah, sekarang ada lagi nih, jenis bisnis hijau lain yang bisa jadi tren selanjutnya: reuse alias guna ulang. Gimana nih potensinya? Bakal sustainable gak? Kita tanya aja yang udah nyemplung beneran di bisnis reuse, yok!
Di Uang Bicara episode ini kita akan dengerin soal:
1. Apa itu bisnis reuse?
2. Gimana sih Alner ngebangun ekosistem bisnis reuse?
3. Gimana potensi bisnis keberlanjutan di masa mendatang?
Kalau kamu suka konten ini, kasih bintang 5 ya!


Ada 305 Aturan Daerah Diskriminatif Gender, Apa Kabar Janji Kesetaraan?Ruang Publik
Komnas Perempuan mencatat ada 305 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan sejak tahun 2000 hingga sekarang. Misalnya, pemaksaan busana, pembakuan peran gender, aturan ketenagakerjaan, hingga pembatasan kehidupan beragama. Sedangkan di level nasional, hanya 62 kebijakan dari 28 ribuan kebijakan atau 0,2 persen saja, yang benar-benar terkait pemenuhan hak perempuan dan penanganan kekerasan. Padahal, kesetaraan gender dan perlindungan HAM bagi perempuan dijamin konstitusi. Tak kurang 40 hak konstitusional perempuan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Publik lantas bertanya-tanya, mengapa pemerintah atau negara masih terus mengeluarkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan? Bukankah itu bentuk pelanggaran konstitusi? Daerah mana saja yang punya aturan diskriminatif gender? Bagaimana tantangan mengadvokasi aturan atau kebijakan yang ramah gender? Topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR bersama Sundari Amir Komisioner Komnas Perempuan dan Mike Verawati Tangka Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).


Rakyat Menggugat, Negara Diberi TenggatRuang Publik
Gelombang protes publik berkumandang di dunia maya lewat unggahan "17+8 Tuntutan Rakyat" sejak Sabtu (30/08). Unggahan yang memuat total 25 tuntutan ditujukan kepada Presiden, DPR, partai politik, Polri, dan TNI. Isinya, antara lain mendesak pembebasan seluruh demonstran yang ditahan, pembekuan tunjangan DPR, hingga penarikan TNI dalam pengamanan sipil.Dukungan dari banyak figur publik seperti Jerome Polin, Andovi da Lopez, Endah N Rhesa, Dian Sastro, dan sejumlah komika, membuat "17+8 Tuntutan Rakyat" kian meluas. Negara diberi tenggat 5 September 2025 untuk 17 tuntutan jangka pendek dan satu tahun (hingga 31 Agustus 2026) untuk 8 tuntutan jangka panjang.Suara keprihatinan atas kondisi bangsa juga datang dari kalangan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Peduli Indonesia. Sebanyak 344 akademisi menyerukan tujuh tuntutan, di antaranya restrukturisasi kabinet, revisi instrumen hukum dan kebijakan instan, serta menghentikan wacana darurat militer atau sipil.Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapinya dengan pernyataan normatif, yakni pemerintah akan melakukan komunikasi antarkementerian/lembaga untuk merespons deretan tuntutan yang disampaikan masyarakat.Apa yang mendasari munculnya berbagai tuntutan tersebut? Mengapa harus ada tenggat? Bagaimana jika tuntutan-tuntutan itu tak dipenuhi negara?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof. Susi Dwi Harijanti, Community Lead Think Policy Efraim Leonard, dan Komika Eky Priyagung.


Pembekuan Fitur Live saat Demonstrasi, Upaya Hambat Demokrasi?Ruang Publik
TikTok membekukan sementara fitur live streaming di Indonesia sejak Sabtu (30/8) lalu, usai kerusuhan pecah saat demo menolak tunjangan DPR. Pembekuan rencananya bakal berlaku hingga beberapa hari ke depan. Langkah ini diambil Tiktok usai dipanggil Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Namun, Komdigi mengklaim keputusan Tiktok membekukan fitur live, bukanlah atas permintaan pemerintah, melainkan inisiatif platform media sosial asal Cina itu sendiri.Publik kadung curiga langkah tersebut adalah upaya sensor dan pembatasan akses informasi yang berpotensi melanggar hak asasi warga. Di sisi lain, pemerintah selama ini dinilai abai dengan peredaran hoaks dan disinformasi di jagat maya.Apakah pembekuan fitur live Tiktok adalah langkah tepat atau bentuk pelanggaran hak? Bagaimana dampak pembatasan akses informasi yang meluas? Bagaimana kecenderungan narasi mobilisasi massa lewat media sosial? Adakah upaya yang ampuh untuk menangkal peredaran hoaks di tengah maraknya isu demonstrasi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Co-Founder & Fact-Check Specialist Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Aribowo Sasmito, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum, dan Lead Analyst Drone Emprit Nova Mujahid.


Demo di Mana-Mana, ke Mana Negara?Ruang Publik
Pekan lalu, kita menyaksikan kemarahan rakyat tereskalasi dalam hitungan hari bahkan jam, menjelma menjadi demonstrasi hingga amuk massa. Tak cuma di Jakarta, tetapi merembet cepat ke berbagai daerah. Itu semua adalah akumulasi kemarahan rakyat atas kebijakan yang tidak adil, sikap pejabat yang nirempati, dan aparat yang represif.Jatuh empat korban jiwa, ekses dari kerusuhan dan brutalitas aparat. Pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Jakarta. Sedangkan, di Makassar, Sulawesi Selatan, tiga ASN tewas terjebak di dalam gedung DPRD yang dibakar massa.Kemarin, Presiden Prabowo mengumumkan pembatalan tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan luar negeri DPR, usai bertemu 8 pimpinan parpol di Istana Kepresidenan, Jakarta.Prabowo juga memerintahkan pemeriksaan terhadap aparat polisi pengendara rantis yang melindas Affan dilakukan cepat dan transparan. Presiden memastikan negara menghormati kebebasan berpendapat dan terbuka mendengar aspirasi rakyat yang disampaikan secara damai.Beberapa parpol menonaktifkan kader-kader bermasalah karena pernyataan-pernyataannya yang blunder, seperti Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Nasdem.Apakah langkah-langkah ini cukup untuk meredam amarah publik? Bagaimana negara mesti bersikap terhadap brutalitas aparat yang terus berulang? Apakah ada potensi kerusuhan bakal meluas? Bagaimana mencegahnya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Plt. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati, dan Antropolog Geger Rianto.


Video Bernarasi Situasi di Jakarta Siaga 1, Demo di Bundaran HI 25 Agustus 2025?Cek Fakta
Inilah top three hoax of the week pilihan yang beredar mulai dari tanggal 22-28 Agustus 2025. Ini hasil periksa fakta pilihan dengan tingkat engagement tertinggi pada akun X/Twitter MAFINDO (@TurnBackHoax), bareng Aribowo Sasmito, Co-Founder dan Fact-Check Specialist Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo).
3. Video Bernarasi Wanita Aceh Berbicara di Depan Parlemen Eropa Inginkan Aceh Merdeka
2. Foto Bernarasi Bank Indonesia Rilis Uang Pecahan Rp22.500, Rp40.000, dan Rp175.000
1. Video Bernarasi Situasi di Jakarta Siaga 1, Demo di Bundaran HI 25 Agustus 2025


Sinyal dari Rojali dan RohanaPerspektif Baru
Belakangan ini duet Rojali (Rombongan jarang beli) dan Rohana (Rombongan hanya nanya) sering diperbincangkan di media sosial dan obrolan santai. Istilah Rojali dan Rohana mungkin terdengar ringan dan lucu, tetapi sesungguhnya hal tersebut dinilai sinyal dari kondisi ekonomi kita dan realitas sosial saat ini.Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi sinyal dari Rojali – Rohana, dan apa yang harus dilakukan masyarakat dalam kondisi ekonomi seperti saat ini?Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, membagikan pandangannya tentang fenomena Rojali - Rohana, serta peran krusial kelas menengah dalam perekonomian Indonesia. Simak pemaparan lengkapnya hanya di Podcast Perspektif Baru.


Financial Abuse, Ketika Uang Jadi SenjataUang Bicara
Financial abuse atau kekerasan finansial sering terjadi tanpa kita sadari. Kadang yang ngelakuin adalah orang-orang terdekat, seperti pasangan, saudara, atau orangtua kita sendiri. Bentuknya macam-macam: pembatasan akses ke keuangan pribadi, sampai tiba-tiba harus menutup utang keluarga, yang kita saja nggak tahu uangnya buat apa.Di Uang Bicara episode ini kita bakal ngobrolin soal:1. Level-level dari financial abuse2. Cara bangkit dari situasi keuangan yang dikekang3. Pentingnya punya kemandirian finansialDengerin episodenya di kanal Youtube KBR Media, Spotify, Noice, dan platform mendengarkan podcast lainnya.Kalau kamu suka konten ini, kasih bintang 5 ya!


Dipecat, Diusir, Dipersekusi, Dikriminalisasi: Realita Hidup Kelompok Ragam Gender/LGBTIQ+ di IndonesiaSaga
[Disarankan menggunakan penyuara jemala atau headphone] Keadilan dan kesetaraan masih menjadi "barang super mewah" bagi kelompok ragam gender dan seksualitas di Indonesia. Beberapa bulan terakhir, kelompok LGBTIQ+ didera persekusi dan kriminalisasi. Di beberapa wilayah di Jawa Timur, polisi menangkap sejumlah orang hanya karena membuat grup komunitas ragam gender di Facebook. Di Jakarta dan Bogor, polisi menggerebek acara pertemuan dengan melabelinya sebagai pesta seks sesama jenis. Dipecat, Diusir, Dipersekusi, Dikriminalisasi seolah jadi realita hidup kelompok Ragam Gender di Indonesia. Mengapa begitu sulit mengubahnya? Simak ceritanya bersama Sindu Dharmawan di SAGA KBR.


Mengulik Polemik di Balik Harga Beras yang Terus NaikRuang Publik
Tren lonjakan harga beras di saat stok cadangan beras pemerintah (CBP) melimpah bikin publik gerah. Harga beras di beberapa wilayah bahkan sempat menyentuh Rp60 ribu per kg. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pekan ketiga Agustus 2025, lonjakan harga beras terjadi di 200 kabupaten/kota, naik dari pekan sebelumnya yang mencapai 193 kabupaten/kota.Kondisi itu tak sinkron dengan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa stok beras per Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah republik ini.Sebagai upaya menstabilkan harga beras, Kementan menggelar operasi pasar hingga Desember 2025. Targetnya, sebanyak 1,3 juta ton beras dikucurkan lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sementara untuk solusi jangka pendek, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengerek Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium se-Indonesia menjadi Rp 13.500 per kilogram.Masalah tata kelola beras sejak dulu selalu disebut sebagai biang kerok harga beras tak kunjung turun. Mengapa masalah ini sulit terurai? Apa yang bisa kita telaah dari data pemerintah yang tak sinkron dengan kondisi lapangan? Bagaimana dampak kenaikan harga beras bagi pelaku pasar?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (PERPADI) Sutarto Alimoeso, Peneliti CORE Indonesia Eliza Mardian, dan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Kategori
Ruang Publik
Lihat Semua
Saga
Lihat Semua
Uang Bicara
Lihat Semua


Disko
Lihat Semua
Cek Fakta
Lihat Semua


Jelajahi Podcast
Lihat Semua

