NASIONAL

Anggaran Ketahanan Pangan 2024 Naik, Cukup atau Kurang?

Sebagian pihak mengapresiasi besarnya anggaran itu. Namun sebagian lain mengkritik. Apa yang bisa dicermati dari kenaikan anggaran ketahanan pangan itu?

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

ketahanan pangan
Petani mengolah sawah untuk persiapan tanam di Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (4/8/2023). (Foto: ANTARA/Basri Marzuki)

KBR, JakartaPemerintah menaikkan anggaran ketahanan pangan untuk tahun depan sebesar 7,8 persen dari rencana semula, menjadi Rp108,8 triliun. Sebagian pihak mengapresiasi besarnya anggaran itu. Namun sebagian lain mengkritik. Apa yang bisa dicermati dari kenaikan anggaran ketahanan pangan itu?

Kementerian Keuangan menaikkan anggaran ketahanan pangan untuk tahun depan menjadi Rp108,8 triliun. 

Dari total anggaran itu, sebanyak Rp89,6 triliun dialokasikan ke pemerintah pusat untuk berbagai program. Sisanya Rp19,2 triliun ditransfer ke daerah guna membangun infrastruktur terkait ketahanan pangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan program ketahanan pangan yang dijalankan pemerintah pusat antara lain pembangunan bendungan, waduk, irigasi, bantuan bibit dan benih, alat mesin pertanian, dan asuransi pertanian. 

Selain itu, anggaran juga untuk peningkatan subsidi pupuk dan subisidi bangunan pinjaman Cadangan Pangan Pemerintah.

“Untuk transfer ke daerah, anggaran ketahanan pangan menyangkut jalan untuk pertanian, rehabilitasi jaringan irigasi dan sumber daya air serta rehabilitasi untuk balai benih dan sarana-prasarana untuk pelabuhan ikan,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, Rabu (16/8/2023).

Baca juga:

Mestinya Ditingkatkan

Namun anggaran ketahanan pangan yang dirancang pemerintah itu mendapat kritik dari DPR. 

Anggota Komisi bidang Pertanian di DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah mengatakan anggaran ketahanan mestinya bisa ditingkatkan menilik dari ragam permasalahan yang terjadi di bidang pangan.

Masalah di bidang pangan mulai dari rendahnya produksi pertanian, kesejahteraan petani, nelayan serta peternak hingga minimnya infrastruktur terkait.

Luluk mengingatkan pemerintah agar memfokuskan pemberian anggaran itu kepada kementerian misalnya Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jika dibagi ke banyak kementerian lembaga, maka tujuan tidak akan tepat sasaran. Ia khawatir anggaran habis untuk rapat-rapat dan sebagainya.

“Kalau misalnya ada anggaran ketahanan pangan tadi naik ada tambahan 7 atau 8 triliun, sebisa mungkin itu yang benar-benar dibutuhkan guna mendorong, meningkatkan produktivitas pertanian dan juga pertanian yang berkelanjutan. Bangunlah irigasi-irigasi di berbagai daerah khususnya yang ada di lumbung-lumbung pangan kita, daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawei Selatan, atau sebagian di Sumatra, nah ini kan tempat pangan yang utama,” kata Luluk saat dihubungi KBR, Kamis (17/8/2023).

Luluk mengatakan agar tepat sasaran, anggaran ketahanan pangan semestinya diprioritaskan untuk intensifikasi pertanian, memastikan ketersediaan pupuk dan benih, terutama untuk mengantisipasi perubahan iklim.

Menurut Luluk, selama ini hanya 30 persen petani yang menerima pupuk subsidi. Ia mendorong agar alokasi anggaran pupuk subsidi ditingkatkan.

Luluk juga menyorot sulitnya petani kecil mendapat bantuan permodalan lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Mengapa ketika urusannya dengan petani itu, KUR kemudian dipersulit, bahkan KUR lebih mudah diakses untuk korporasi jadi (usaha) pertanian tetapi skalanya sudah besar atau levelnya sudah korporasi. Tetapi jutaan petani yang umumnya untuk nyambung hidup agar bisa berproduksi itu yang tidak terlalu mudah,” jelas Luluk.

Baca juga:

Masih kurang

Sementara itu, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi menilai anggaran ketahanan pangan masih kurang. 

Karena itu, Badiul mengatakan pemerintah harus memastikan anggaran ketahanan bisa digunakan secara efektif dan transparan.

Badiul Hadi juga mengkritik langkah pemerintah mengatasi lonjakan harga pangan. Menurutnya, selain menaikkan anggaran ketahanan pangan, pemerintah juga harus memastikan rantai distribusi pangan ke pasar dipermudah tanpa adanya permainan dari para tengkulak.

"Selama ini kan jadi problem. Pemerintah belum ada solusi konkret, misalnya memangkas rantai pasok karena masih banyak permainan tengkulak-tengkulak. Ini kan menjadi problem. Bahkan masih sering muncul mafia pangan. Itu saya kira juga jadi catatan penting bagi pemerintah," kata Badiul.

Peneliti dari LSM FITRA Badiul Hadi juga menyoroti program lumbung pangan pemerintah atau food estate yang hingga kini belum jelas dampaknya untuk menjaga pasokan pangan nasional.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!