NASIONAL

Ahli IT KPU: Tidak Ada Fraud, Sirekap Belum Perlu Diaudit Forensik

"Jadi forensik audit itu ada datanya, tidak ujug-ujug langsung dilakukan audit forensik. Kalau kita yakin ada kejahatan atau fraud baru bisa dilakukan audit forensik."

AUTHOR / Hoirunnisa

Ahli IT KPU: Tidak Ada Fraud, Sirekap Belum Perlu Diaudit Forensik
Petugas PPK menginput data ke aplikasi Sirekap di PPK Tatanga, Palu, Sulteng, Rabu (21/2/2024). (Foto: ANTARA/Basri Marzuki)

KBR, Jakarta - Ahli teknologi informasi Marsudi Wahyu Kisworo menilai saat ini belum ada cukup bukti untuk melaksanakan audit forensik terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) KPU.

Hal itu disampaikan Marsudi Wahyu Kisworo saat memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan KPU di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi hari ini.

Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan belum ada hal yang dapat membuktikan ada tindak pidana (fraud) pada pelaksanaan Sirekap tersebut, sehingga audit forensik belum bisa dilakukan.

"Kalau suatu saat ditemukan adanya fraud, ditemukan adanya penyimpangan di sana maka baru kemudian dilakukan audit forensik. Jadi forensik audit itu ada datanya, tidak ujug-ujug langsung dilakukan audit forensik. Kalau kita yakin ada kejahatan atau fraud baru bisa dilakukan audit forensik. Saya bukan ahli hukum. Tapi, saya bisa tahu bahwa itu salah satu syaratnya adalah mens rea, ada niat. Sementara, yang mengkonversi gambar menjadi angka itu kan software," kata Marsudi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/4/2024).

Baca juga:


Masalah OCR

Profesor ilmu komputer di Universitas Bina Dharma itu menyebut ada tiga masalah yang membuat software Sirekap KPU sempat bermasalah.

Salah satunya karena penggunaan teknologi Optical Character Recognition (OCR) untuk mengubah foto menjadi tulisan yang kurang akurat. Teknologi OCR ini digunakan untuk mengubah foto tulisan tangan petugas KPU di form C1 hasil menjadi angka atau tulisan.

"Karena itu, Optical Character Recognition ini kalau di laboratorium akurasinya masih sekitar 99 persen, masih ada kemungkinan error 1 persen. Tapi kalau di lapangan, bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi 92 93 persen, ada kemungkinan 7 persen salah ketika OCR mengubah gambar menjadi angka," kata Marsudi Wahyu Kisworo.

Ia menjelaskan, Sirekap merupakan sebuah alat bantu yang dioperasikan lewat perangkat lunak (software). Jika terjadi kesalahan interpretasi data dari C1 Hasil yang difoto dengan yang terbaca, itu sepenuhnya kesalahan software dan tidak ada niat dari manusia.

"Meskipun sudah di training berpuluh kali, tetap mesin ya bukan manusia, pasti ada salahnya," kata Marsudi.

Sedangkan, kata Marsudi, kecurangan atau fraud dapat terjadi saat dokumen autentik C Hasil diubah oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Selain itu, Ia juga mengatakan Sirekap tidak dapat digunakan untuk membuat keputusan apapun, karenanya tidak ada gunanya meributkan Sirekap.

"Sirekap ini tidak digunakan untuk keputusan, jadi kita ribut-ribut, cape-cape di sini, bahas Sirekap itu ya pepesan kosong ajalah kira-kira, nggak ada gunanya. Kecuali kalau mau bikin mau nyalah-nyalahin orang bisa aja, kalau memang mau nyalahin orang apa aja bisa disalahin. Tapi pada hasil itu kita buktikan tadi," lanjut Marsudi.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!