NASIONAL

Menggugat Brutalitas Aparat

Ombudsman RI menemukan dugaan pelanggaran oleh polisi saat mengamankan aksi demonstrasi Peringatan Darurat Menolak Revisi Undang-Undang Pilkada.

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Agus Luqman

Menggugat Brutalitas Aparat
Polisi berusaha membubarkan aksi mahasiswa di depan kantor DPRD Kalimantan Timur di Samarinda, Senin (26/8/2024). (Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta - Tagar #Polisi Brutal dan #Darurat Kekerasan Aparat ramai di media sosial, buntut terjadinya kekerasan dan aksi brutal polisi saat mengawal unjuk rasa Peringatan Darurat menolak revisi Undang-undang Pilkada. Kekerasan aparat terjadi di sejumlah daerah; Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar dan berbagai daerah lain.

Belakangan sejumlah tayangan video yang menampilkan dugaan aksi kekerasan polisi mulai menghilang dari media sosial.

Di Jakarta, Polda Metro Jaya menetapkan belasan orang sebagai tersangka usai aksi di gedung DPR, Jakarta, Kamis pekan lalu.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Ade Ary Syam Indradi mengatakan satu tersangka karena merusak pagar DPR bagian depan.

"Dari 50 orang yang telah diamankan, akhirnya penyidik Subdit Keamanan negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah menetapkan 19 diantaranya sebagai tersangka," jelas Ade kepada wartawan, Sabtu (24/8/2024).

Belasan orang demonstran lainnya dijadikan tersangka atas pelanggaran sejumlah pasal pidana. Diantaranya tindakan kekerasan terhadap petugas, pasal tentang tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, hingga pasal 218 KUHP tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden

Di Semarang, Jawa Tengah, puluhan demonstran ditangkap, mayoritas masih berstatus pelajar. Juru bicara Polda Jawa Tengah, Artanto mengatakan saat ini puluhan demonstran dalam proses pemeriksaan dan penyidikan di Polrestabes Semarang.

"Kemudian untuk anak STM sebanyak 22 orang kita hari ini mengundang orang tua , bersama orangtua anak tersebut akan diwawancarai oleh penyidik apa maksud dan tujuan datang ke unjuk rasa, karena tidak ada hubungan dengan anak SMK. Total ada 32 orang yang ditangkap untuk dilakukan pemeriksaan," ungkap Artanto di Semarang, Selasa (27/08/24).

Baca juga:

Ombudsman: Polisi melanggar

Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI menemukan dugaan pelanggaran oleh polisi saat mengamankan aksi demonstrasi Peringatan Darurat Menolak Revisi Undang-Undang Pilkada.

Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan, dari pantauan di Polda Metro Jaya, Ombudsman menemukan beberapa demonstran mengalami luka diduga dipukul aparat saat mengikuti aksi di gedung DPR RI.

Selain itu, polisi juga tidak bisa menjelaskan ketika para demonstran yang ditangkap menanyakan barang mereka seperti gawai, dompet hingga motor.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta ada sanksi bagi aparat yang melakukan kekerasan saat pengamanan unjuk rasa.

Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim mengatakan aparat yang mengamankan unjuk rasa mesti memegang prinsip tidak terpancing atau lepas kendali. Dalam situasi apapun.

"SOP kan mengatakan tidak terpancing. Apakah mereka ini memang tidak bisa mengendalikan dirinya sehingga keluar dari SOP? Nah kalau sudah keluar dari sop yang bagaimanapun pasti dimintain pertanggungjawabannya. Tentu dugaan-dugaan kekerasan yang itu dilakukan oleh oknum anggota yang bertugas di lapangan ya tetap diproses. Nanti bagaimana proses bukti-buktinya kita serahkan kepada pihak Propam. Apakah itu pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode ketik biar itu kita serahkan," kata Yusuf kepada KBR (27/08/24).

Komisioner Kompolnas Yusuf juga menyayangkan penetapan tersangka terhadap beberapa masyarakat sipil yang ikut demo.

Baca juga:

Evaluasi polisi

Kekerasan aparat saat demo masyarakat sipil juga mendapat kritikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Anggota Komnas HAM Anis Hidayah meminta aparat mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan terukur.

"Komnas HAM mendesak Kapolri, Kapolda Jawa Tengah, Kapolda Sulawesi Selatan, dan kapolda di wilayah lain untuk melakukan evaluasi atas dugaan penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan dalam menangani dan membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat umum," ujar Anis Hidayah melalui rekaman video yang diterima KBR, Selasa (27/08/24).

Sementara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi secara menyeluruh aparat yang melakukan kekerasan saat mengawal unjuk rasa.

Direktur YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, aparat diduga melakukan berbagai bentuk kekerasan dalam mengawal aksi tersebut.

"Kita juga mendesak ya kepada Kapolri untuk mengevaluasi seluruh sistem penanganan evaluasi demonstrasi. Jangan sampai ini juga seperti Kanjuruhan terjadi. Baik itu undang-undang dan juga Konvensi internasional tentang aksi politik, Konvensi internasional anti penyiksaan, undang-undang kepolisian, peraturan kapolri nomor 16 tahun 2006 tentang penanganan demonstrasi, Perkap 8/2009 tentang implementasi HAM," kata Isnur kepada KBR, Selasa (27/8/2024).

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!