NASIONAL

Dewan Pers Kecam Kekerasan Aparat terhadap Jurnalis saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada

"Dewan Pers mengecam keras tindakan aparat terhadap para jurnalis yang melakukan profesinya pada saat kegiatan unjuk rasa penolakan RUU Pilkada.," kata Ninik.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

pers
Aksi Peringatan Darurat berujung bentrok di depan Gedung DPRD Jabar, Bandung, Kamis (22/08/24). (Antara/Novrian Arbi)

KBR, Jakarta - Dewan Pers mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap teman-teman jurnalis yang tengah meliput aksi unjuk rasa menolak Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) di berbagai daerah.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan tindakan kekerasan tersebut tidak dapat dibenarkan. Sebab pada dasarnya kegiatan jurnalistik juga memiliki dasar dan aturan yang berlaku, serta memiliki hak untuk dilindungi.

Ninik menilai adanya tindakan kekerasan aparat terhadap jurnalis yang berulang merupakan bukti bahwa perlindungan negara terhadap kebebasan pers sangat lemah.

"Mengecam keras tindakan aparat terhadap para jurnalis yang melakukan profesinya pada saat kegiatan unjuk rasa penolakan RUU Pilkada. Tidak hanya itu selain teman-teman jurnalis, pers kampus, pers mahasiswa juga menjadi korban kekerasan yang diindikasikan kuat dilakukan oleh aparat, yang seharusnya melakukan perlindungan, melakukan penertiban. Bukan dengan cara kekerasan apapun alasannya," ujar Ninik dalam konferensi pers secara daring, dikutip Minggu (25/8).

Lebih lanjut, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menilai tindakan represif aparat terhadap jurnalis merupakan bentuk pelanggaran hukum. Ia menuntut agar aparat keamanan menghormati profesi wartawan yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selain itu, Dewan Pers juga mendesak agar aparat kepolisian mengevaluasi prosedur penanganan unjuk rasa, terutama dalam menghadapi wartawan yang tengah bertugas. Sebab kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari penanganan demonstrasi, terutama terhadap jurnalis yang meliput.

Berdasarkan laporan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) setidaknya terdapat 11 jurnalis yang dilaporkan menjadi korban dan paling banyak berada di Jakarta. Adapun bentuk kekerasannya adalah intimidasi, kekerasan fisik yang menyebabkan luka serius, terkena gas air mata, hingga adanya ancaman pembunuhan.

Baca juga:

- Pilkada Serentak, KPU Jakarta Gunakan Putusan MK untuk Pendaftaran Calon

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!