NASIONAL

KASN: Banyak ASN Tak Paham atau Pura-pura Tidak Tahu Aturan Netralitas di Pemilu

"Sulit menjadi ASN yang netral. Ada yang terpaksa mendukung karena intimidasi, ada yang sukarela membantu pasangan calon tertentu, ada juga yang bisa netral tapi sangat sedikit."

AUTHOR / Christabella Abigail Loppies, Amanda Titis

ASN, netralitas
Ilustrasi. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut masih banyak ASN yang belum paham aturan soal netralitas dalam pemilu. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pelanggaran netralitas oleh ASN selalu terjadi.

Asisten KASN Iip Ilham Firman mengatakan selain tidak paham, ada juga yang kurang paham regulasi, dan ada yang diduga bersikap pura-pura tidak mengetahui tentang prinsip netralitas yang harus dipegang teguh oleh ASN.

"Ada 2.076 ASN yang dilaporkan 2020 lalu karena pelanggaran netralitas. Sebagian kami temukan mereka memang tidak memahami aturan regulasi ini," kata Iip Ilham Firman dalam kegiatan sosialisasi Netralitas ASN dalam Menghadapi Pemilu 2024 di gedung Kementerian ESDM, yang dipantau melalui kanal Youtube Kementerian ESDM, Kamis (16/11/2023).

"Faktor ASN tidak memahami regulasi sudah dianggap sebagai pelanggaran netralitas," kata Iip Ilham Firman.

Iip kembali menekankan sejumlah regulasi yang berlaku terkait netralitas ASN. Asas netralitas tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

"Satu hal yang perlu kita ingat bersama bahwa ASN itu harus netral, baik sebelum masa pemilu, saat pemilu, maupun setelah pemilu," kata Iip.

Baca juga:

Iip mengingatkan, ASN wajib bersifat netral karena mengemban tanggung jawab sebagai pelayan publik, sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

"Mengapa kita harus netral? karena fungsi ASN dalam pasal 10, kita adalah pelayan publik. Praktiknya sangat berbahaya jika ASN tidak netral kalau dia adalah pelayan publik," tandasnya.

Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa netralitas yang dimaksud bukan hanya soal politik, melainkan juga terkait pelayanan publik dan kebijakan-kebijakan lainnya.

"Sebenarnya netral itu tidak hanya soal politik ya. Netral soal kebijakan SDM, netral dalam pelayanan publik, netral dalam pelaksanaan kebijakan. Jadi semuanya netral," katanya.

Lebih jauh, Iip juga menegaskan sanksi yang berlaku atas kasus pelanggaran netralitas oleh ASN saat masa kampanye pemilu. Dalam hal ini, pemberlakuan hukuman sudah memasuki tingkat sedang dan berat, bukan lagi tingkat ringan berupa teguran.

Hukuman disiplin tingkat sedang yang dimaksud adalah penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama satu tahun.

Sementara itu, hukuman disiplin tingkat berat meliputi penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah, pembebasan jabatan dari jabatan pelaksana selama satu tahun, juga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

Baca juga:


Asisten KASN Iip Ilham Firman menyebut ada lima hal yang memunculkan pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu. Selain faktor tidak memahami regulasi, juga karena faktor spoil system. Spoil system adalah sistem patron politik yaitu adanya kepentingan politik yang dominan dalam tata kelola birokrasi.

Faktor ketiga adalah karena faktor kekerabatan atau hubungan dekat antara ASN dengan figur politik, sehingga mempengaruhi netralitas ASN.

Faktor keempat adalah budaya paternalistik birokrasi.

"Kebiasaan memanggil Aparatur Sipil Negara (ASN) ke ruang atasan sering terjadi sebagai bentuk bantuan. Hal ini terjadi karena terdapat rasa loyalitas yang kuat dari ASN terhadap pimpinannya. ASN dengan senang hati memberikan bantuan kepada mereka," kata Iip.

Faktor kelima adalah ada intervensi politik, misalnya peserta kontestasi politik meminta bantuan ASN untuk membuatkan atribut kampanye.

"Sulit menjadi ASN yang netral. Ada yang terpaksa mendukung karena intimidasi, ada yang sukarela membantu pasangan calon tertentu, ada juga yang bisa netral tapi sangat sedikit," kata Iip Ilham Firman.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!