NASIONAL

Generasi Z Rentan Jadi Korban TPPO Modus Penipuan Online

Target korban online scamming kini banyak menyasar kelompok terpelajar seperti mahasiswa yang baru lulus, mahasiswa S2 dan S3 yang ingin pindah tempat kerja.

AUTHOR / M Rifandi Fahrezi

TPPO, penipuan online
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KBR, Jakarta - Kementerian Luar Negeri menyebut kelompok generasi Z (usia 18-25 tahun) sangat rentan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus penipuan daring (online scamming).

Kepala Sub Direktorat Kelembagaan dan Diplomasi Perlindungan, Direktorat Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri, Fajar Nuradi mengatakan, target korban online scamming kini banyak menyasar kelompok terpelajar seperti mahasiswa yang baru lulus.

Begitu juga mahasiswa S2 dan S3 yang ingin pindah tempat kerja dan yang ingin mencari tantangan baru ke luar negeri, rentan jadi korban.

“Umumnya sebelum join di perusahaan online scam, mereka dalam posisi pencari kerja ada yang fresh graduate, ada yang sudah lulus cukup lama, kemudian berhenti dari tempat kerjanya dan mencari kerja dan kelompok menengah yang sudah dalam kondisi tingkat ekonomi yang menengah hanya mungkin sedang mencari tantangan baru bekerja di luar negeri, kemudian melihat syaratnya mudah, tanpa berpikir panjang langsung mendaftar dan terjerat di perusahaan online scam,” kata Fajar melalui diskusi daring di Kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Selasa (24/10/2023).

Baca juga:


Diplomat senior Fajar Nurhadi meminta mahasiswa dan para pencari kerja untuk lebih cermat dalam mencari pekerjaan dan berhati-hati saat menerima tawaran pekerjaan.

Menurut Fajar, bisa saja pekerjaan yang ditawarkan merupakan bagian dari modus online scamming.

Fajar memaparkan data kasus TPPO online scamming yang dihimpun Kementerian Luar Negeri periode 2020-Agustus 2023 total mencapai 2.842 kasus. Kasus terbanyak tercatat di negara Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos, dan Thailand.

“Tren peningkatannya cukup signifikan, jadi ada beberapa modus rekrutmen dengan informasi atau promosi dari beberapa pihak, umumnya online seperti melalui aplikasi, media sosial. Ini sangat menggiurkan kalau dilihat dari sisi promosinya,” katanya.

Fajar menyebut para korban umumnya diiming-imingi bekerja sebagai customer service pada perusahaan startup e-commerce dan gaji yang menggiurkan serta persyaratan rekrutmen sangat mudah.

“Saat di lokasi (perusahaan), korban dilatih untuk melakukan scamming. Modusnya beragam antara lain, romance scam, penipuan investasi ini juga marak terjadi oleh perusahaan online scam,” tuturnya.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!