NASIONAL

Komnas HAM Dorong Pemenuhan Hak Korban TPPO

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan sejumlah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dipulangkan tidak mendapatkan pemberdayaan ekonomi.

AUTHOR / Hoirunnisa, Ardhi Ridwansyah

polri
Keluarga korban TPPO saat melapor ke Bareskrim Polri. Selasa (02/05/23). (SBMI)

KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan sejumlah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dipulangkan tidak mendapatkan pemberdayaan ekonomi. Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, hal itu karena keterbatasan anggaran satuan tugas (Satgas) di Pemerintah Daerah. Temuan itu didasari data hasil studi lapangan Komnas HAM pada bulan lalu di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Barat (Kalbar).

"Ini menjadi refleksi bahwa ini harus dianggarkan karena kalau kita serius. bagaimana mereka tidak menjadi korban maka yang harus dipikirkan harus dipikirkan masa depan mereka lewat pemberdayaan ekonomi yang memadai. Kalau dari perspektif HAM itu adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan itu," ucap Anis Hidayah, Anggota Komnas HAM dalam Seminar & Diskusi Publik Pencegahan Kasus Online Scamming dan Perlindungan WNI di Luar Negeri yang disiarkan daring, Rabu (2/8/2023).

Baca juga:

"Selama ini itu di bawah Kementerian Sosial untuk menyediakan, dikoordinasikan dengan Kementerian terkait " sambungnya

Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah mendorong korban TPPO mendapat pemenuhan hak dari pemerintah. Diantaranya hak kesehatan, memeroleh penegakan hukum yang berkeadilan hingga pendampingan psikologis.

Komnas HAM mengungkap sejumlah tantangan yang dialami dalam pemulihan hak korban. Salah satunya, pelaku kerap tidak mampu membayar ganti rugi terhadap korban, padahal ganti rugi dapat dilakukan untuk korban melanjutkan hidupnya.

Baca juga:

Penguatan pencegahan

Di sisi lain, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) mengingatkan pentingnya edukasi guna mencegah kasus penipuan daring dan tindak pidana perdagangan orang. Penyidik Bareskrim Polri, Burkan Rudy Satria menilai, selama ini penguatan hanya pada sektor penegakkan hukum. Padahal menurutnya, pemberantasan penipuan daring maupun TPPO juga harus diperkuat melalui pencegahan meliputi edukasi kepada masyarakat.

“Menurut saya ada edukasi hal yang mesti disampaikan, yang jauh lebih penting. Kalau kita tidak melakukan edukasi, dari awal, sejak dini, berat nanti ke sananya. Kalau hanya masalah penegakkan hukum, semua bisa ditegakkan, gampang nyari pelaku itu, tapi problemnya, kenapa begitu terus? Itu kan sama seperti kasus narkoba, kita bangga mengungkap, harusnya kita sedih dong begitu ngungkap, ‘haduh gagal mencegah’,” kata Burkan dalam seminar yang digelar di Universitas Negeri Yogyakarta, Rabu (2/8/2023). 

Penyidik Bareskrim Polri, Rudy Satria mengungkap korban TPPO tidak hanya dialami kelompok pendidikan rendah, melainkan juga pendidikan tinggi. Hal itu harus diantisipasi dengan edukasi kepada kelompok yang lebih luas. Salah satunya pencegahan penipuan dengan modus One Time Password (OTP).

“Hal paling konyol yang banyak terjadi apa? Bagaimana bisa kita orang pintar ngirim OTP ke orang lain? Itu kan paling sering terjadi. Ini kan sama, karena kasus online scamming ini sama, ada yang begitu juga minta OTP. Kan sudah jelas aturannya, OTP jangan diberikan ke orang lain bahkan ke petugas bank. Tapi ya itu tadi, kita latah,” ucap Burkan.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!