ragam
Jejak Industri Ekstraktif dan Pembabatan Hutan di Balik Banjir-Longsor Sumatra

Kapasitas ruang hidup untuk meredam air maupun tanah longsor di Pulau Sumatra sudah runtuh akibat industri ekstraktif dan rusaknya hutan.

Penulis: Astri Yuanasari, Hoirunnisa

Editor: Wahyu Setiawan

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Potret udara dampak banjir bandang yang menghantam permukiman, memperlihatkan rumah-rumah rusak, masjid yang berdiri di tengah lautan lumpur, dan antrean warga dalam upaya evakuasi.
Banjir bandang merusak rumah warga di Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

KBR, Jakarta - Banjir dan longsor yang melanda beberapa daerah di Sumatra, akhir November 2025, bukan semata disebabkan cuaca ekstrem. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), penyebabnya jauh lebih struktural dan terkait langsung dengan kerusakan ekologis jangka panjang.

Manajer Riset Walhi Sumatra Barat Andre Bustamar mengatakan pemerintah keliru jika menyebut rangkaian banjir dan longsor tersebut merupakan dampak tunggal fenomena iklim.

“Menurut kami, upaya pemerintah Sumatra Barat untuk mengelak dari narasi-narasi yang dibangun oleh masyarakat di sosial media ataupun di platform mainstream tentang bagaimana bencana ini dilihat sebagai bencana yang bukan hanya terjadi karena hujan. Tetapi juga beberapa kegiatan eksploitatif yang selama ini dibiarkan dan diizinkan oleh pemerintah provinsi ataupun dari nasional,” kata Andre dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Walhi, Senin (1/12/2025).

Pemandangan dampak bencana alam dengan ribuan puing kayu dan gelondongan menutupi area luas, seorang pria duduk di atasnya, dan sebuah ekskavator membersihkan di kejauhan.
Warga mengamati sampah kayu gelondongan pasca banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar
Advertisement image

Jejak akibat industri eksploitatif itu bisa dilihat di kawasan Batang Toru dan berbagai titik di Sumatra Utara. Banyak area penyangga daerah aliran sungai (DAS) yang dulunya menyerap limpasan air, kini hilang atau terfragmentasi akibat rusaknya hutan.

Baca juga: Ancaman Ekosida di Pulau Sipora Mentawai

"Dalam konteks provinsi per hari ini dari 1980 sampai 2024 karena beberapa kebijakan investasi itu, Sumbar sudah kehilangan sekitar 1.150.000 hutan. Itu tersebar di seluruh provinsi. Yang berkontribusi itu yang paling besar adalah sawit, HPH, dan pertambangan. Dan tren terbesarnya itu sebenarnya di tahun 1980 sampai tahun 2000. Kemudian tahun 1980-2000 itu merupakan waktu-waktu di mana HGU itu mulai masuk atau mulai beroperasi di Sumbar. Perkebunan sawit mulai beraktivitas dan mulai masuk," ungkap Andre.

Penampakan udara pasca tanah longsor melanda pemukiman warga, menunjukkan rumah-rumah rusak parah dan alat berat ekskavator bekerja membersihkan puing.
Foto udara petugas menggunakan alat berat melakukan pencarian korban longsor di Kampung Duren, Desa Batu Godang, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar
Advertisement image

Kondisi itu membuat Sumatra makin kritis ketika hujan besar melanda. Dalam catatan Walhi, sedikitnya 24 bencana ekologis terjadi dalam 15 tahun terakhir di Sumatra. Mulai dari banjir bandang, longsor, kebakaran hutan, hingga krisis air bersih.

"Dan total korbannya sampai hari ini sudah sampai 723 orang. Korban mengungsi sudah 91.000 orang. Dan catatan-catatan kritis ini seharusnya sudah menjadi pengingat. Dan bagaimana pemerintah seharusnya bertanggung jawab dan mengevaluasi tata kelola sumber daya alam," jelas Andre.

Walhi mendesak pemerintah mengevaluasi total tata kelola sumber daya alam, termasuk perizinan industri ekstraktif di kawasan hutan, pegunungan, dan DAS. Tanpa perubahan kebijakan struktural, siklus bencana akan terus berulang.

Jutaan Hektare Konsesi Tambang

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai rangkaian bencana ini bukan sekadar akibat cuaca ekstrem, tetapi hasil dari kerusakan tata kelola ruang dan ekosistem hulu di Pulau Sumatra.

Koordinator Jatam Melky Nahar menegaskan bencana tersebut adalah gejala dari krisis tata kelola ruang di Sumatra. Di pulau itu, kapasitas ruang untuk meredam air maupun tanah longsor “sudah runtuh” akibat industri ekstraktif.

Grafik bar menunjukkan Provinsi Bangka Belitung memiliki jumlah Izin Usaha Pertambangan Minerba (IUP Minerba) terbanyak di Sumatera dengan 443 IUP.
Sumber: Jatam. (Grafis diolah menggunakan AI)
Advertisement image

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat sedikitnya 1.907 izin pertambangan mineral dan batu bara (minerba) aktif di Sumatra dengan total luas 2,45 juta hektare. 

“Kepadatan izin ini terkonsentrasi di Bangka Belitung (443 izin), Kepulauan Riau (338), Sumatra Selatan (217), Sumatra Barat (200), Jambi (195), dan Sumatra Utara (170). Sementara provinsi lain seperti Lampung, Bengkulu, Aceh, dan Riau juga dijejali puluhan hingga ratusan izin di darat maupun laut. Luasan dan sebaran konsesi ini berarti jutaan hektare jaringan hutan, kebun rakyat, dan lahan basah yang dulu berfungsi sebagai penyangga air,” kata Melky dalam siaran pers, Jumat(28/11/2025).

Baca juga: Skema UMP 2026 Berubah, Pengumuman Tak Harus 21 November?

Jatam juga menyoroti 28 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang beroperasi atau masih dikembangkan, terutama di Sumatra Utara. Dua di antaranya yakni PLTA Batang Toru dan Sipansihaporas yang memanfaatkan DAS utama di ekosistem Batang Toru.

Peta satelit menunjukkan lokasi proyek pembangkit listrik dan area konsesi pertambangan di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara, termasuk PLTA Batang Toru dan PLTP Sarulla.
Sumber: Jatam
Advertisement image

Analisis citra satelit Jatam pada 28 November 2025 menunjukkan PLTA Batang Toru telah membuka sedikitnya 56,86 hektare hutan.

"Salah satu DAS utama di ekosistem Batang Toru, kawasan yang secara ekologis penting namun kini dipenuhi bendungan, terowongan air, dan jaringan infrastruktur lain. Kehadiran PLTA dalam skala masif memodifikasi aliran sungai, mengubah pola sedimen, dan memperbesar risiko banjir maupun longsor di hilir ketika kombinasi curah hujan ekstrem dan pengelolaan bendungan yang buruk terjadi bersamaan," ujar Melky.

Tak hanya itu, Jatam juga mencatat 271 izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas total 53.769 hektare yang mengalihkan fungsi hutan lindung untuk tambang, panas bumi, migas, dan proyek energi lainnya. Termasuk di dalamnya PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe, dengan bukaan lahan diperkirakan mencapai 570 hektare di dalam kawasan hutan.

"Dari jumlah tersebut, 66 izin diperuntukkan bagi tambang dengan luas 38.206,46 hektare, 11 izin untuk panas bumi/geothermal dengan luas 436,92 hektare, 51 izin untuk migas seluas 4.823,87 hektare, 72 izin untuk proyek energi lainnya dengan luas 3.758,68 hektare, sementara sisanya diberikan untuk keperluan telekomunikasi, pemerintahan, dan berbagai kepentingan lain."

Bagan batang Skema Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) di Sumatera menunjukkan pertambangan mendominasi persetujuan lahan, dengan latar belakang area hutan yang telah ditebang.
Sumber: Jatam. (Grafis diolah menggunakan AI)
Advertisement image

Pengembangan panas bumi juga memperluas pembukaan hutan di kawasan pegunungan. Melky mengingatkan sebagian besar proyek ini berada di lereng curam yang rawan longsor.

"Jika seluruh angka ini disatukan, terlihat jelas bahwa wajah Sumatra saat ini adalah pulau yang tubuh ekologisnya dibebani tiga lapis industri sekaligus.”

Peta 'Zona Pengorbanan Pulau Sumatera' yang menampilkan lokasi PLTA, PLTP, konsesi panas bumi (WKP, WPSPE), dan izin usaha pertambangan (WIUP Publish) di seluruh wilayah Sumatera.
Sumber: Jatam
Advertisement image

Prabowo Soroti Pembabatan Pohon

Presiden Prabowo Subianto mengakui bencana yang melanda sebagian Sumatra tak lepas dari faktor rusaknya alam. Usai mengunjungi daerah terdampak bencana di Tapanuli Tengah, Prabowo meminta agar aspek lingkungan lebih diperhatikan.

“Ya ini kondisi sekarang perubahan iklim kita harus hadapi dengan baik, pemerintahan harus benar-benar berfungsi menjaga lingkungan, mengantisipasi kondisi di masa depan yang mungkin di daerah-daerah yang mungkin harus siap menghadapi kondisi perubahan iklim yang berpengaruh,” kata Prabowo di Bandara Raja Sisingamangaraja XII, Kabupaten Tapanuli Utara, Senin (1/12/2025).

Masalah lingkungan juga disinggung Prabowo saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional di Jakarta, 28 November 2025.

"Kesadaran akan sangat pentingnya kita menjaga lingkungan alam kita, menjaga hutan-hutan kita. Benar-benar mencegah pembabatan pohon-pohon, perusakan hutan-hutan. Benar-benar sungai-sungai harus kita jaga supaya bersih, sehingga bisa menyalurkan air yang tiba-tiba datang,” katanya.

Baca juga: Bencana Hidrometereologi dan Lemahnya Sistem Peringatan Dini

Kini, pemerintah fokus menyalurkan bantuan kepada korban terdampak.

“Sekarang kami prioritas bagaimana bisa segera kirim bantuan-bantuan yang diperlukan, terutama BBM yang sangat penting, listrik sebentar lagi saya kira bisa dibuka semuanya. Ada beberapa desa yang terisolasi, insya Allah kami bisa tembus,” kata Prabowo, Senin (1/12/2025).

Prabowo Subianto memberikan keterangan pers kepada sejumlah awak media di luar ruangan.
Presiden Prabowo Subianto (kiri) didampingi Mensesneg Prasetyo Hadi (kanan) dan Seskab Tedy Indra Wijaya (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Bandara Raja Sisingamangaraja XII usai mengunjungi Tapanuli Tengah, di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Advertisement image

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjamin bantuan akan disalurkan ke semua daerah terdampak bencana.

“Kami bersama seluruh jajaran terus melakukan evakuasi, baik yang terdampak langsung maupun yang terisolasi. Distribusi logistik sudah kami kerjakan sejak tadi malam, termasuk makanan siap saji, tenda, selimut, dan perlengkapan bayi. Tim SAR gabungan juga sudah diperkuat dari berbagai daerah untuk memastikan semua warga bisa dijangkau,” ujar Kepala BNPB Suharyanto, Minggu (30/11/2025).

Jumlah Korban Banjir dan Longsor

Berdasarkan data sementara, total korban meninggal akibat banjir dan longsor di Sumatra mencapai 442 jiwa. Sementara itu, 402 orang dinyatakan hilang.

Korban tewas paling banyak di Sumatera Utara yakni 217 orang. Korban tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Kota Padang Sidempuan, Deli Serdang, dan Nias.

Foto pasca banjir bandang di Indonesia menunjukkan kerusakan parah pada rumah dan jalan yang tertutup lumpur tebal serta puing.
Foto udara warga melintas di permukiman Jorong Kayu Pasak yang rusak akibat banjir bandang di Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Advertisement image

Sementara itu, pengungsi tersebar di beberapa titik, antara lain 3.600 jiwa di Tapanuli Utara, 1.659 jiwa di Tapanuli Tengah, 4.661 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 1.378 jiwa di Mandailing Natal.

Akses darat di beberapa kabupaten juga masih terputus akibat longsor dan rusaknya jembatan. Di Tapanuli Utara, jalan Tarutung-Sibolga terputus di sejumlah titik dan sejumlah desa di Parmonangan dan Adiankoting belum dapat dijangkau. Total ada lebih 12.000 jiwa terdampak di kawasan tersebut.

Baca juga: Tim SAR Gabungan Temukan Satu Korban Longsor di Banjarnegara

Di Provinsi Aceh, tercatat 96 orang meninggal dan 75 lainnya hilang. Korban tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya. Jumlah pengungsi mencapai 62.000 KK di berbagai kabupaten/kota.

Seorang wanita berjalan di area berlumpur di depan masjid yang miring dan rusak parah akibat bencana alam, seperti banjir atau gempa bumi.
Warga mengamati tempat ibadah yang rubuh setelah terjadinya banjir Bandang di Nagari Paninggahan, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Wawan Kurniawan
Advertisement image

Di Sumatera Barat, tercatat 129 jiwa meninggal, 118 orang hilang, dan 16 lainnya luka-luka. Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan.

Total pengungsi mencapai 11.820 KK atau 77.918 jiwa, dengan konsentrasi terbesar di Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.

Masih Ada Daerah Terisolasi

Menurut BNPB, masih ada beberapa daerah yang terisolasi di Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Mandailing Natal.

Di Mandailing Natal, jalur Singkuang–Tabuyung serta ruas Batang Natal–Muara Batang Gadis terputus pada beberapa titik sehingga sejumlah kecamatan terisolasi. Di Tapanuli Tengah, pembersihan material longsor terus dilakukan pada ruas jalan nasional Sibolga–Padang Sidempuan, Sibolga–Tarutung, serta jembatan yang rusak di beberapa titik.

“Kami memastikan seluruh kebutuhan dasar masyarakat tertangani. Untuk daerah yang aksesnya terputus, kami kirimkan bantuan melalui helikopter, dan hari ini ada tiga tambahan. Kami juga mengaktifkan posko-posko terpadu dan posko kesehatan lapangan. Kami harus pastikan penanganan ini berjalan cepat dan tepat, sambil terus mendata kerusakan rumah, jembatan, dan fasilitas sosial lainnya.” kata Suharyanto.

Sebagai solusi, pengiriman udara masih dilanjutkan menggunakan tiga helikopter BNPB dan TNI AD, termasuk distribusi sembako, peralatan dapur, BBM, genset, dan perangkat komunikasi berbasis satelit. Beberapa bantuan udara juga ditujukan khusus untuk wilayah terisolasi seperti Sopotinjak dan Muara Siabu.

Pemandangan udara kondisi pasca banjir bandang yang merendam pemukiman, memperlihatkan rumah-rumah rusak dan genangan lumpur tebal.
Foto udara Tim SAR gabungan mengevakuasi warga saat banjir bandang di kawasan Gunung Nago, Padang, Sumatera Barat, Jumat (28/11/2025). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Advertisement image

Sementara itu, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengatakan bakal mengerahkan personel di daerah yang terisolasi.

“Kami juga menyiapkan pengamanan di sejumlah titik pengungsian untuk memastikan situasi tetap kondusif. Ada beberapa lokasi yang akses komunikasinya terputus, dan tim kami sudah membawa peralatan untuk memastikan komunikasi darurat bisa dipulihkan. Polri bekerja sama dengan TNI dan seluruh elemen pemerintah untuk mempercepat proses ini. Kami berharap masyarakat tetap tenang karena seluruh personel sudah bekerja maksimal di lapangan.” kata Listyo, Minggu (30/11/2025).

Mengapa Tidak Jadi Bencana Nasional?

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana yang terdiri dari LBH Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), dan International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) mendesak Presiden Prabowo segera menetapkan Status Darurat Bencana Nasional.

Banjir besar yang terjadi tanggal 26-28 November 2025 di tiga provinsi tersebut telah menimbulkan dampak luar biasa: ratusan orang tewas dan hilang, rumah dan bangunan hancur, fasilitas publik rusak, hingga pasokan pangan yang menipis.

Keluarga pengungsi, termasuk anak-anak, terlihat di tempat penampungan darurat dengan barang-barang pribadi mereka.
Warga terdampak banjir bandang mengungsi di gudang milik warga di Desa Sumuran, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (28/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/YU
Advertisement image

Kapasitas pemerintah daerah tidak lagi memadai untuk menangani bencana yang sudah meluas, dengan kondisi fiskal yang sangat rendah seperti Aceh.

Sebelumnya, Bupati Aceh Tengah Haili Yoga yang menyatakan tak mampu menangani darurat bencana di daerahnya.

"Dampak dari bencana tersebut telah menelan korban jiwa sebanyak 15 orang, 3127 KK/12.500 jiwa dan dampaknya terus bertambah akibat banjir luapan, banjir bandang hingga tanah longsor. Mengingat kondisi dampak bencana ini, kami selaku Bupati Aceh Tengah menyatakan ketidakmampuan dalam melaksanakan upaya penanganan darurat bencana sebagaimana mestinya. Demikian pernyataan ketidakmampuan melaksanakan upaya penanganan darurat bencana untuk dapat dipergunakan seperlunya," tulis dalam surat bernomor 360/565/BPBD/2025 tanggal 27 November 2025.

Pemandangan udara kerusakan parah akibat banjir bandang dan longsor di Sumatera Barat, memperlihatkan gerbang selamat datang yang ambruk, masjid terendam lumpur, serta jalanan tertutup material longsor.
Petugas gabungan dari TNI, Polri, Brimob, Basarnas, BPBD, Satpol PP, damkar, dinas perhubungan, Tagana, PMI, dan relawan dengan bantuan alat berat membersihkan lokasi dari material longsor di Jembatan Kembar Silaiang, Padang Panjang, Sumbar, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Ali/Lmo/tom.
Advertisement image

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana, ketidakmampuan daerah semestinya menjadi sinyal bagi pemerintah pusat untuk menetapkan status Darurat Bencana Nasional.

Merespons desakan itu, Prabowo menjawab normatif.

"Ya, kami monitor terus, saya kira situasi membaik, jadi saya kira kondisi yang sekarang ini sudah cukup," kata Prabowo dalam keterangan pers usai mengunjungi lokasi bencana di Tapanuli Tengah, Senin (1/12/2025).

Kepala negara mengklaim pemerintah melakukan segala upaya untuk penanganan bencana banjir dan tanah longsor.

Sudah Diperingatkan

Menurut Ketua Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Avianto Amri, rangkaian bencana tersebut menjadi bukti nyata peringatan dini belum berjalan efektif.

Padahal, komunitas kebencanaan telah mendeteksi potensi badai siklon sejak 24 November 2025, empat hari sebelum banjir dan longsor menerjang. Siklon Tropis Senyar disinyalir menjadi pemicu terjadinya banjir besar di Sumatra. Meskipun, sebetulnya Indonesia bukan daerah rawan bahaya siklon.

"Empat hari tersebut seharusnya menjadi waktu emas bagi pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk mengantisipasi dampak bagi kelompok masyarakat dengan risiko tertinggi termasuk lansia, anak-anak, ibu hamil dan menyusui, penyandang disabilitas serta warga-warga dengan penyakit kronis karena mereka memiliki mobilitas yang terbatas," kata Avianto kepada KBR.

Peta bahaya bencana Pulau Sumatera menampilkan tingkat risiko tanah longsor, banjir, dan gempa bumi dalam skala tinggi, sedang, dan rendah.

Menurut Avianto, dalam rentang waktu tersebut langkah-langkah seperti evakuasi dini, penyiapan tempat pengungsian, mobilisasi logistik dasar, serta penataan layanan kesehatan seharusnya dapat dilakukan.

Baca juga: Usai Diselamatkan, Nasib Bayi Korban Perdagangan Kini Terkatung-katung

"Fakta bahwa ribuan warga kini terjebak, akses jalan terputus, serta korban jiwa terus bertambah menunjukkan sistem peringatan dini tidak berhasil diterjemahkan menjadi tindakan dini," tegasnya.

Avianto menekankan yang dibutuhkan adalah pembangunan ketahanan ekologis jangka panjang.

Gajah tewas berlumuran darah terjebak di tengah tumpukan puing lumpur dan kayu pasca banjir bandang, diawasi dua warga.
Warga melihat bangkai gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tertimbun material yang terbawa air saat terjadi banjir di Desa Meunasah Lhok, Pidie Jaya, Aceh, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Advertisement image

MPBI mendorong pemerintah memperkuat mitigasi berbasis ekosistem sebagai langkah fundamental, yang mencakup restorasi hutan dan DAS, pengendalian ketat terhadap alih fungsi lahan, penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan, dan pembatasan ekspansi industri ekstraktif di kawasan rawan.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sipil, akademisi, hingga swasta, untuk memulihkan lingkungan sebelum bencana berikutnya datang.

"Kita harus usahakan bisa masyarakat mendapatkan fasilitas layanan dasar atau hak-hak mereka bisa terpenuhi sehingga mereka bisa tetap sehat, aman, nyaman, dan bermartabat," ujarnya.

banjir
longsor
bencana alam


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...