“Fasilitas di sini oke lah mungkin, ya, dibandingkan dengan lembaga lain, tetapi kasih sayang, saya berani mengatakan enggak ada. Maksudnya mungkin hanya 10-20 persen."
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Wahyu Setiawan, Sindu Dharmawan, Malika

KBR, Jakarta - Senja, Surya, dan Fajar –bukan nama sebenarnya– masih dalam pengasuhan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Bayi Sehat, Kota Bandung, Jawa Barat. Mereka dirawat di panti, usai diselamatkan dari praktik perdagangan anak.
Saat Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati berkunjung, bayi-bayi itu tampak mengalami guncangan psikis hebat. Kemungkinan, karena jauh dari orang tua.
“Mungkin terlalu sering dipindah-tangankan. Semua orang yang datang dianggap adalah ibunya,” kata Ai kepada KBR, Jumat (19/9/2025).
Senja, yang usianya diperkirakan sekitar 17 bulan, terlihat cemas ketika datang orang baru. Sorot matanya terlihat awas.
Di usia ini, bayi umumnya sudah bisa mengekspresikan emosi dengan lebih intens dan mengenali orang lain sebagai orang asing.
Bidan LKSA Bayi Sehat, Yayah, menduga Senja berperilaku seperti itu lantaran telah digendong dan berpindah tangan berulang kali untuk diselundupkan. Menurutnya, berpindah dari satu tangan ke tangan lain tentu tak mudah bagi Senja yang mulai belajar mencerna situasi di sekitarnya.
“Kalau ketemu orang baru dia suka masih histeris nangis. Itu mungkin salah satu dampaknya,” ujar sang bidan.
Dilarang Menggendong
Berbeda dengan Senja, dua bayi lain korban sindikat perdangangan tak mau lepas saat digendong. Fajar dan Surya, usianya 4 dan 7 bulan.
Peringatan larangan menggendong bayi tertempel di dinding-dinding ruangan lantai 2 LKSA Bayi Sehat. Pengasuh di LKSA, Ani, menjelaskan larangan itu dibuat untuk melindungi kondisi psikis para bayi.
“Semuanya rata-rata tidak mau dilepaskan kalau sudah digendong, pengin ikut,” ujar Ani saat kami temui di LKSA Bayi Sehat, Senin (6/10/2025).
Ani mengatakan bahasa tubuh keduanya seolah mau mengatakan kalau mereka ingin sekali diangkat dari boks, digendong dan dipeluk.
“Kadang tamunya pas mau pulang pengin ikut. Minta ikut, enggak mau turun kalau sudah digendong itu. Makanya kadang ke tamu tuh maaf ya, bukan enggak boleh digendong, tetapi anaknya itu suka, pengin ikut, susah dilepaskan, jadi rewel,” kata Ani.

Kepala LKSA, Peri Sopian (KBR/Hoirunnisa).
Kepala LKSA Bayi Sehat Peri Sopian bilang, ketiganya punya kebutuhan emosional yang sama dan mesti dipenuhi, yakni kelekatan dengan figur yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman.
Pelukan, kasih sayang, serta perlindungan dari orang tua kandung tak tergantikan, meski ketiganya diasuh dengan baik di LKSA.
“Sangat miris, ya. Bagaimana orang tua mampu memberikan aspek kelekatan kepada anak-anak tersebut. Tetapi, ketika case-nya di sini terutama yang tiga bayi tersebut, pertama mereka tidak ada yang namanya permanency planning, perencanaan pengasuhannya tidak jelas,” kata Peri Sopian.
Namun, Peri tetap berupaya agar hak pengasuhan dan rasa aman bisa terpenuhi bagi para bayi yang berhasil diselamatkan itu. Sambil berharap ada peluang bagi ketiganya kembali ke pangkuan orang tua kandung mereka.
Baca juga: Ujian Berat Komisi Reformasi Polri Bentukan Prabowo
Ketua KPAI Ai Maryati mendesak negara bergerak cepat memenuhi hak dasar mereka, yakni mempertemukan kembali dengan orang tua kandung, meski data-data bayi tersebut sudah dipalsukan.
“Jadi, bukan serta-merta harus langsung diadopsi atau diurus oleh yayasan tertentu, panti asuhan tertentu, yang nanti bisa menyalurkan secara formal, secara legal, anak-anak untuk diadopsi,” ungkapnya.
Ai tak mau bayi korban perdagangan diadopsi lagi oleh orang lain yang tak jelas.
“Di sinilah peran kementerian lembaga. Salah satunya Kementerian Sosial dan di bawah ada dinas sosial. Kelihatannya belum terorganisasi dengan baik untuk men-tracing,” ujar Ai.
“Itu ada keluarga sampai derajat ketiga. Ada paman bibi, ada bude pakde dan kakek nenek itu yang disebut keluarga. Kalau ini juga tidak ada tracing-nya, maka yang terakhir itu adalah negara,” kata Ketua KPAI Ai Maryati.
Pelacakan harus segera dilakukan, mengingat cepatnya tumbuh kembang bayi yang ikut memengaruhi pola kelekatan dengan orang-orang di sekitarnya.
“Sudah dua tahun ke sana itu enggak gitu lagi. Dia akan punya kelekatan-kelekatan yang intens,” kata Ai dengan suara sedikit bergetar.

Pelacakan Keluarga
Peri bilang, LKSA bisa saja melakukan family tracing. Boleh dibilang, itu pekerjaan sehari-hari mereka.
“Awalnya, ya, tentunya kami identifikasi, terkait dengan asal-usul atau latar belakang dari anak tersebut. Minimal kami ada alamat dulu. Ketika ada alamat, SOP kami walaupun belum diterangkan, itu tiga titik. Jadi, titik pertama misalnya belum ketemu ada clue di sana, ke titik kedua, sampai ke titik ketiga. Tetapi, Alhamdulillah selama ini di titik satu kan, kedua, sudah bisa ketemu keluarga mereka. Yang paling jauh tracing kami sampai ke Pare-Pare, ke Lampung, hanya untuk menemukan keluarga intinya,” ungkap Peri.
Tetapi, pelacakan orang tua kandung Senja, Fajar, dan Surya tak bisa serta merta dilakukan. Sebab proses hukum atas kasus sindikat perdagangan bayi masih berjalan.
“Ketika sudah selesai proses hukumnya, baru ini kami bisa masuk. Nanti apa yang dibutuhkan dari korban perdagangan ini, itu nanti berdasarkan hasil asesmen dari pekerja sosial,” kata Irvan Alamsyah, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandung, Senin (30/9/2025).
Jika keluarga inti ini tak ditemukan, bayi-bayi itu sementara akan dirawat di panti asuhan.
“Dimulai dari penelusuran keluarga inti. Kalau ditelusuri keluarganya ternyata tidak ditemukan, tidak ada, maka kami bisa melakukan penunjukkan ke panti atau lembaga kesejahteraan sosial anak atau lembaga pengasuhan anak. Itu nanti dirujuk, kami serahkan untuk perawatan dan pengasuhannya di dalam panti,” lanjut Irvan.
Asesmen juga akan dilakukan jika bayi ini kemudian akan diadopsi.
“Ketika di dalam panti, kemudian ada yang mau melakukan adopsi atau pengangkatan anak, nah itu ada mekanisme lagi ada, di permensos-nya juga. Permensos Nomor 11, intinya itu ada prosedurnya, ada cara administratifnya, ada cara kelayakan orang tuanya, tempat tinggalnya dan lain sebagainya, itu pun nanti ada proses asesmen kembali oleh pekerja sosial. Dan ini nanti bersama-sama didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,” jelas Irvan.
“Kasus ini, mungkin kalau berdasarkan peraturan perundang-undangannya, ini bisa masuk ke dalam kategori anak telantar. Nah, ketika anak telantar ini, maka secara aturan pun pemerintah dalam hal ini atau negara itu mempunyai kewenangan dan bahkan kewajiban untuk bisa memelihara dan merawat anak telantar tersebut,” kata Irvan.

Penyidik Polda Jawa Barat, Deni (KBR/Hoirunnisa).
Bola Panas Masih di Polisi
Penelusuran orang tua para bayi sangat tergantung pada proses hukum yang sedang berjalan. Penyidik Polda Jawa Barat, Deni, mengklaim penyelesaian kasus ini tengah dikebut.
“Saat ini dalam proses penyidikan dan sudah tahap pengiriman berkas perkara ke JPU untuk dilakukan penelitian oleh JPU.pabila sudah lengkap baru kami akan serahkan kepada jaksa, dilimpahkan atau tahap dua,” kata Deni di Polda Jabar, Senin (6/10/2025).
Kasus sindikat perdagangan bayi dengan modus adopsi diungkap pada pertengahan 2025. Saat itu, belasan orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diketahui telah menjual 43 bayi, delapan di antaranya diselamatkan.
Deni memperkirakan kasus ini akan dibawa ke pengadilan dalam waktu dekat.
“Kalau untuk P21, enggak bakalan lebih dari satu bulan dari sekarang,” tegas Deni.
Baca juga: Implikasi Soeharto Pahlawan Nasional
Dia menegaskan selama keluarga delapan bayi itu belum diketahui atau mereka belum diadopsi secara resmi, statusnya masih anak negara.
Tak pastinya nasib ketiga bayi itu, membuat LKSA Bayi Sehat harus mengatur strategi jika sampai ketiganya tumbuh besar di sana.
“Tetapi, memang kalau nanti misalnya nih sampai usia sekolah. Kami juga akan potong kompas, kami tidak akan menunggu informasi terkait legalitas. Paling karena namanya sudah ada, kami sudah MoU dengan Dukcapil Kota Bandung, tinggal dibikinkan saja langsung. Kan sekolah butuh itu. Kalau sekarang kan belum,” kata Kepala LKSA Bayi Sehat Peri Sopian.
Namun, sebagus apa pun fasilitas LKSA, sebaik apa pun pengasuhnya, menurut Peri, tak ada yang bisa menggantikan pengasuhan orang tua kandung.
“Fasilitas di sini oke lah mungkin, ya, dibandingkan dengan lembaga lain, kemudian kebutuhan dasar Insya Allah terpenuhi, tetapi kasih sayang, saya berani mengatakan enggak ada. Maksudnya mungkin hanya 10-20 persen,” kata Peri.
Peri tak ingin ada lagi Senja, Fajar, dan Surya lain di kemudian hari.
“Kami semua melanggar pada akhirnya karena ini sudah terjadi, tetapi percepatan akan itu semua, pemulihan pada anak-anak ini sangat memakan waktu yang sangat banyak. Nah, ini di level substansi yang kami hadapi,” ujarnya.

Bangunan LKSA Bayi Sehat Kota Bandung (KBR/Hoirunnisa).
Nasib Korban Lain
Di ujung sambungan telepon, terdengar helaan napas panjang Ketua KPAI Ai Maryati. Ia khawatir.
Sebab, selain Senja, Fajar dan Surya, ada lima bayi lain yang selamat, namun berada di luar LKSA. Hanya Polda Jawa Barat yang tahu keberadaan mereka.
“Limanya lagi ada istilah rawat titip yang kami sedang mintakan untuk segera kembali ke LKSA,” pintanya.
Baca bagian I: Nestapa Bayi Korban Perdagangan: Kerap Menangis, Trauma, hingga Bocor Jantung
“Karena dikhawatirkan gitu, kemudian menjadi korban secara berulang, walaupun mungkin modelnya tidak diselundupkan ke luar negeri. Ini yang harus dicegah,” harapnya.
Belum lagi, masih ada bayi lain yang menurut polisi, sudah dijual ke luar negeri.
"Kami kan ingin tahu keselamatannya. Itu yang terus kami selalu disampaikan untuk segera diusut,” lanjut Ai.
Bola sekarang ada di kepolisian, apakah mereka akan bekerja secepat pertumbuhan para bayi ini?
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Wahyu Setiawan, Sindu Dharmawan, Malika





