ragam
Api Perlawanan Rakyat Pati: Mengguncang Bupati dan Jadi Inspirasi

"Pati menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berani bersuara, berani untuk melakukan protes terhadap pejabat publik yang arogan."

Penulis: Astri Yuanasari

Editor: Wahyu Setiawan, Malika

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Api Perlawanan Rakyat Pati: Mengguncang Bupati dan Jadi Inspirasi
Masyarakat Pati Jawa Tengah melakukan aksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). (Dokumentasi warga Pati)

KBR, Jakarta - Sebelum gelombang demonstrasi merebak di Kabupaten Pati, Fajar, seperti kebanyakan warga lainnya, tenggelam dalam aktivitas harian menyambung hidup. Pemilik usaha minuman kaki lima ini resah, mendengar keluhan dari penyewa lahan penitipan gerobaknya, sebut saja namanya Rani.

"Mas, ini kok malah bupatinya.."

"Nah, dia (Rani, red) sambat. Dia itu mau menaikkan harga penitipan gerobak, Tetapi, ewoh (sungkan) sama aku. Makanya dia pengin menjelaskan dulu alasannya," kata Fajar saat ditemui KBR di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), awal September 2025.

Kepada Fajar, Rani mengeluhkan soal rencana kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Sebab, kenaikan tarif itu berdampak pada naiknya biaya pajak tanah yang harus Rani setor.

Sementara, penghasilan dari penyewaan lahan untuk pedagang kaki lima menitipkan gerobak tak seberapa.

"Kok bupati menaikkan (pajak) sampai segitunya ya. Padahal anakku itu pada enggak kerja. Kayak gini, semisal tak jual, kan enggak mungkin juga toh, Mas. Orang ini aset masa depan," kata Fajar menirukan keluhan Rani.

Fajar mengerti, sebetulnya Rani pun tak enak hati menaikkan harga sewa lahan kepadanya.

"Ya mau enggak mau yang semisal pajaknya Rp1 juta, sekarang menjadi Rp2,5 juta. Kan kasihan. Makanya bupati itu nekek (mencekik), semua pajak kok ditarik masyarakat. Seakan-akan memang enggak ada sektor yang bisa dimanfaatkan dari Kabupaten Pati," Fajar menambahkan.

red
Fajar, saat memimpin orasi di depan Gedung Merah Putih KPK, Senin (1/9/2025). (KBR/Hafizh)
advertisement

Bupati Pati Sudewo menaikan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kenaikan itu diumumkan dalam pertemuan dengan para camat, 18 Mei lalu.

Sudewo bilang, pajak dari rakyat itu akan digunakan untuk membiayai sejumlah program prioritas daerah mulai dari perbaikan jalan, renovasi rumah sakit, hingga penguatan sektor pertanian dan perikanan.

Alasan lain, kata Sadewo, sudah 14 tahun tarif PBB di Pati belum pernah naik.

Baca juga: Dana Transfer Pusat ke Daerah Dipangkas, Pajak Rakyat Berpotensi Meroket

Namun, bagi Rani, Fajar, dan warga Pati lainnya, kenaikan pajak PBB-P2 hingga 250 persen mencekik kehidupan mereka.

"Di setiap aku jagong (nongkrong) di warung kopi, setiap ngobrol di warung kopi itu, pasti pada sambat. Pada mengeluh semua. Tetapi enggak ada yang berani untuk bersuara," kata Fajar.

Sejak awal menjabat, Sudewo kerap melempar ultimatum kepada pihak-pihak yang mencoba menentangnya.

"Ketika Bupati Sudewo menjabat pertama kali dia bilang seperti ini. 'Jangan sampai ada yang mengganggu pemerintahan saya. Jika ada yang mengganggu pemerintahan saya, maka urusannya berbeda. Karena saya mempunyai karakter tersendiri.' Jadi semua dinasnya sudah diancam seperti itu. Akhirnya pada bungkam," ucap Fajar.

red
Unjuk rasa warga di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). ANTARA FOTO
advertisement

Namun, lama kelamaan, Fajar dan warga Pati sadar, diam bukanlah pilihan. Sebagian masyarakat mulai memprotes dan turun ke jalan.

Awal Juni, sejumlah mahasiswa menggeruduk kantor Bupati Pati menolak kenaikan PBB 250 persen.  Sejak saat itu, gelombang protes makin mengalir.

Menantang Rakyatnya

Bupati Pati Sudewo merespons gelombang protes dengan arogan. Dia balik menantang pihak-pihak yang menolak kebijakannya.

"Siapa yang akan melakukan penolakan? Silakan lakukan, jangan hanya 5 ribu orang, 50 ribu orang suruh kerahkan. Saya tak akan gentar, tak akan ubah keputusan," kata Bupati Pati Sudewo, usai rapat paripurna DPRD Pati, 15 Juli 2025.

Dia juga bersikukuh menaikan tarif PBB-P2 sebesar 250 persen.

"Saya tak akan gentar, tak akan mundur. Yang saya lakukan yang terbaik untuk pembangunan Pati. Terbaik untuk rakyat Kabupaten Pati," klaimnya kala itu.

Ucapan Sudewo itu viral dan memantik emosi masyarakat.

Baca juga: Kelimpungan Kejar Tayang Ribuan Koperasi Desa Merah Putih

Tantangan dari sang bupati bersambut. Fajar ikut tergerak, setelah kesal mendengar pernyataan Sudewo.

"Berarti memang harus ada gerakan masyarakat. Ya sudah. Ini lawanku penguasa. Jelas lawanku penguasa. Aku masyarakat biasa, lawanku penguasa," kesal Fajar.

Fajar, pemuda berusia 26 tahun, merupakan salah satu inisiator demonstrasi di Pati.

"Yang penting aku berani. Aku buat pamflet itu. Tak sebar. Memantiklah. Pada responsnya luar biasa. Tanggal 13 (Agustus), tanggal 13, tanggal 13," imbuh Fajar.

red
Pamflet rencana demonstrasi 13 Agustus 2025 di Pati, Jawa Tengah. (Dokumentasi Fajar))
advertisement

Rakyat Pati bergerak secara organik lantaran kecewa. Ada yang membuka donasi, ada yang menyumbang uang, air mineral, atau apa saja sebagai bentuk solidaritas mendukung aksi unjuk rasa.

Bupati Sudewo mencoba meredam massa, meminta maaf atas ucapannya. Dia juga akhirnya membatalkan kenaikan PBB 250 persen.

Namun, kesabaran rakyat Pati sudah habis. 13 Agustus 2025, rakyat datang dari penjuru desa dan kampung-kampung hendak memberi pelajaran kepada sang bupati yang dinilai arogan.

Fajar ada di antara ribuan warga yang mengepung kantor bupati di Jalan Tambronegoro.

"Bismillah. Karena kalau kita bicara hidup dan mati semua orang pasti hidup dan mati. Tetapi aku pengin semisal aku pun mati, setidaknya aku bisa mengisi perjuangan dengan bermanfaat untuk masyarakat," kata Fajar.

Dari atas mobil komando, warga bergantian menyampaikan kritik atas kebijakan kepala daerah mereka. Bukan saja meminta pembatalan kenaikan tarif pajak, mereka juga meminta Sudewo mundur dari jabatannya.

Bupati Pati Sudewo di atas Rantis, meminta maaf kepada pendemo, Rabu (13/8/2025). (Dok: Humas Pemkab Pati)

Menggunakan kendaraan taktis, Sudewo menemui demonstran.

"Bismillahirrahmanirrahim. Saya mohon maaf sebesar-besarnya, saya akan berbuat yang lebih baik. Terima kasih," ujar Sadewo.

Namun, massa yang terlanjur marah menghujani Sudewo dengan botol air mineral dan sandal jepit.

Aksi demonstrasi berakhir ricuh. Polisi menembakkan gas air mata.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mencatat, lebih dari 40 orang terluka. Sebagian besar mengalami sesak napas akibat terkena gas air mata polisi.

Imbas unjuk rasa tersebut, DPRD Pati menggelar rapat mendadak. Mereka memutuskan membentuk panitia khusus hak angket untuk memakzulkan Sudewo dari jabatan bupati.

Ketua Pansus Hak Angket Teguh Bandang Waluyo mengatakan bakal memanggil Bupati Pati Sudewo.

Pansus memiliki waktu 60 hari hingga awal November untuk menyelidiki kebijakan Bupati Pati, sebelum menerbitkan rekomendasi.

Dari Pati ke KPK

Demonstrasi 13 Agustus 2025 bukanlah ujung dari perlawanan rakyat Pati. Masyarakat terus menyuarakan protes, hingga ke ibu kota.

Senin, 1 September 2025, ratusan orang memadati halaman depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.

Mereka kompak mengikatkan sehelai pita kuning di lengan, sebagai penanda peserta aksi dari Kabupaten Pati. Cara ini dilakukan untuk mencegah aksi mereka disusupi pihak luar.

Puluhan poster dibentangkan. Mereka meminta lembaga antirasuah tak 'masuk angin' dalam mengusut dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Kasus itu ditengarai menyeret Bupati Pati Sudewo.

Baca juga: Ancaman Ekosida di Pulau Sipora Mentawai

Massa juga menuntut KPK memberikan rekomendasi kepada Presiden Prabowo dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menonaktifkan dan memberhentikan Sudewo dari jabatan bupati.

Di antara ratusan orang itu, ada sosok Ida. Perempuan berusia 46 tahun itu ikut mendesak KPK mengusut dugaan korupsi yang menyeret Sudewo.

red
Ida (kanan), salah satu peserta aksi dari Pati ke KPK, Senin (1/9/2025). (Dok. Ida)
advertisement

Ida tak pernah ikut demonstrasi sebelumnya. Ibu satu anak ini sibuk memastikan cucian baju pelanggan bersih dan wangi, di usaha laundry yang ia jalankan.

Ketika saya temui, wajahnya tampak merah kehitaman.

"Korban gas air mata ini. Enggak karena merkuri ini, kena gas air mata. Kemarin langsung saya perban dua kali, Alhamdulillah agak berkurang, dulu sampai sini," kata Ida sambil menunjuk pipinya.

Ida menjadi salah satu orang yang terkena gas air mata saat demonstrasi di depan kantor Bupati Pati, 13 Agustus 2025.

Dia tak kapok. Baginya, ini soal martabat sebagai orang Pati yang tak mau terus-menerus ditindas.

"Jadi penginnya Sudewo dilengserkan, karena sudah menantang orang Pati dulu, sebelum demo itu. Jangankan 5 ribu orang, 50 ribu enggak gentar. Datangnya lebih dari 50 ribu, gentar dia, enggak berani keluar," kata perempuan 46 tahun tersebut.

red
(Grafis: KBR/Raihan)
advertisement

Sejarah Perlawanan Pati

Meski kebijakan terkait tarif pajak sudah dibatalkan, luka sosial yang timbul tidak serta-merta pulih. Bagi warga Pati, masalah bukan lagi sekadar tarif pajak, tetapi sikap pemimpin yang dinilai arogan dan minim empati.

Penulis dan sosiolog Okky Madasari mengatakan Bupati Sudewo tak belajar dari sejarah.

Okky bilang, perlawanan rakyat Pati erat kaitannya dengan sejarah daerah tersebut.

"Di abad ke-19, ada seorang pemimpin petani bernama Samin Surosentiko, itu Gerakan Samin. Itu dari Blora hingga ke Pegunungan Kendeng, itu masuk di wilayah Pati. Pati itu masuk dalam wilayah di mana Samin Surosentiko memimpin yang namanya civil disobedience di masa penjajahan Belanda, pembangkangan sipil yang dilakukan oleh petani," kata Okky, Sabtu (16/8/2025), dikutip dari YouTube Forum Keadilan TV.

Baca juga: Keluargaku Mati Dibakar, Dalangnya Masih di Luar

Pembangkangan sipil yang dipertontonkan rakyat Pati adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil.

Gerakan perlawanan rakyat Pati merembet ke ratusan daerah lainnya. Dari Semarang, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Jakarta.

Di ibu kota, rakyat memprotes kenaikan tunjangan anggota DPR yang fantastis. Juga mengkritik tingkah laku wakil rakyat yang nir-empati.

Kemarahan rakyat makin memuncak ketika Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan taktis polisi, 28 Agustus 2025.

Tragedi ini memicu gelombang demonstrasi yang makin meluas, hingga memaksa kepala negara bicara.

"Saya sangat prihatin dan sangat sedih terjadi peristiwa ini… Dalam situasi seperti ini, saya mengimbau masyarakat untuk tenang," kata Presiden Prabowo Subianto dalam sebuah video yang dirilis Istana, sehari berselang.

red
Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana di Kantor YLBHI, Rabu (10/9/2025), saat rilis hasil investigasi kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan. (KBR/Nanda)
advertisement

Pati Menginspirasi

Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana menyebut peristiwa Pati menjadi inspirasi bagi daerah lain.

"Sebetulnya untuk tahun ini ya, tahun ini saya pikir Pati menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berani bersuara, berani untuk melakukan protes terhadap pejabat publik yang arogan, yang tidak berempati terhadap persoalan masyarakat ya,” kata Arif kepada KBR, Jumat (19/9/2025)

Menurut Arif, gerakan ini spontan dan organik. Rakyat turun ke jalan karena keluhan yang sama: ketidakadilan yang mereka rasakan.

"Kami itu di LBH-YLBHI, termasuk teman-teman di Koalisi Masyarakat Sipil, terkait dengan aksi 25 Agustus itu bertanya-tanya sebenarnya. Ini siapa yang menginisiasi atau mengkonsolidasi. Karena biasanya kalau ada aksi, kami dikasih tau untuk memberikan bantuan hukum. Ya memberikan pendampingan. Bahkan diajak konsultasi terkait dengan keamanan, keselamatan. Terkait dengan aspek hukum lah. Tetapi, (dalam aksi 25 Agustus) ini tidak ada sama sekali," kata Arif kepada KBR, Selasa (9/9/2025).

Arif menyebut, people power bukanlah sesuatu yang bisa direkayasa oleh elite politik. Gerkan itu terjadi akibat letupan spontan dari masyarakat yang frustasi.

"Partai politik yang korup, kemudian eksklusif, yang tidak demokratis, yang kemudian melahirkan pimpinan-pimpinan pejabat-pejabat publik yang duduk di lembaga pemerintahan, di lembaga legislatif yang mestinya itu bekerja, berjuang, berpikir, mengabdi pada kepentingan masyarakat, tetapi justru mengabdi pada kepentingan kelompok: partainya kah, atau bahkan kemudian mementingkan kepentingan pribadinya dan keluarganya," ujarnya.

Dari Pati dan ratusan daerah lainnya yang ikut bergerak setelahnya, Arif menilai rakyat punya kapasitas mengorganisir diri dan melakukan koreksi langsung terhadap kebijakan yang tidak adil. Itu artinya alarm bagi penguasa untuk segera berbenah.

Penulis: Astri Yuanasari
Editor: Wahyu Setiawan, Malika

Demonstrasi
aksi
Pati
Bupati Pati
Sudewo
demokrasi
PBB

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...