ragam
Petaka Keracunan Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis beranggaran jumbo, tetapi buruk tata kelola, berujung petaka

Penulis: Astri Yuanasari

Editor: Wahyu Setiawan, Ninik Yuniati

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Kolase ini menampilkan Prabowo Subianto mempromosikan gizi nasional dan program makan gratis, bersamaan dengan kondisi pelayanan kesehatan di Puskesmas Cipongkor dan warga yang menerima perawatan.

KBR, Jakarta - Gita Fitria, tergolek lemah di ranjang, tubuhnya masih lemas. Sehari sebelumnya, Gita dilarikan ke rumah sakit karena gejalanya kambuh. 

Ini sudah hari kelima sejak murid kelas X SMK Karya Perjuangan Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat tersebut keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG). 

"Sekarang mah cuma bilangnya tinggal lemes-nya," kata Zaenal, kakeknya saat ditemui di rumah.

Peristiwa nahas itu terjadi pada 24 September 2025. Total 128 murid menjadi korban. 

Akibatnya, sekitar dua pekan sekolah diliburkan, seluruh pelajaran dialihkan ke daring.

Awal Petaka

Kepala Sekolah SMK Karya Perjuangan Cipongkor, Japar, tak menyangka Rabu (24/9) itu bakal jadi petaka. 

Sekitar pukul 9 pagi, mobil Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) datang membawa paket MBG. Hari itu menunya nasi, ayam krispi, tahu, lalapan, dan stroberi.

Japar seperti biasa mengecek sajian MBG untuk 344 siswanya, sebelum dibagikan. 

“Ompreng itu saya cek, bukan orang lain. Saya sendiri sebagai Kepala Sekolah, dibuka. Memang secara dhohir, secara kasat mata, itu baik. Tidak berbau, tidak apa, maka oleh guru-guru itu dibagikanlah ke setiap kelasnya masing-masing,” kata Japar saat ditemui KBR di sekolah, Selasa (7/10/2025).

Tak ada yang curiga. Para siswa menyantap makanan saat istirahat pertama. Hari itu mereka tengah menempuh ujian. 

Setengah jam kemudian, suasana berubah.

Rini, siswa kelas X, mulai merasa pusing dan mual. 

“Mungkin ini gejala biasa, mungkin dari efek ngapalin. Tetapi makin ke sini, kenapa makin kerasa pusing, mual, terus muntah,” kata Rini.

Hal serupa dialami Isan.

“Badan tuh kayak lemes, terus keringat dingin, sama agak sesek dada. Efek capek doang, saya mikirnya gitu. Pas saya mau ke warung, ke bawah, dada kayak ada yang ngganjel, itu sesak banget, nggak kuat, nggak bisa napas,” tutur Isan.

Isan sempat mendapat pertolongan di ruang Tata Usaha, tetapi kondisinya justru memburuk.

“Dikasih air gula kalau nggak salah, air gula merah, kirain bakal hilang, malah bakal jadi-jadi. Saya nggak kuat, terus mual-mual, sampai muntah, langsung dibawa ke Posko,” tambahnya.

Sejumlah warga, termasuk anak-anak, menerima perawatan infus dan oksigen darurat di posko kesehatan sementara yang ramai.
Siswa korban keracunan MBG dirawat di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). (Foto: Antara/Abdan S)
Advertisement image

Dalam sekejap, ruang-ruang kelas berubah jadi ruang darurat. Kepanikan pun pecah, riuh para siswa mengerang kesakitan, muntah, pingsan, sesak napas, bahkan kejang-kejang. Guru-guru hilir-mudik memberi pertolongan. 

Ambulans berdatangan, polisi ikut membantu mengangkut korban ke Posko Kejadian Luar Biasa MBG di Kantor Kecamatan Cipongkor.

Situasi ini membuat Kepala Sekolah Japar, terguncang.

“Pokoknya tangan ini bergetar, melihat anak-anak kayak pingsan. Jadi anak itu sedang berdiri jatuh gitu, kalau tidak cepat dibantu temannya, itu bisa terjatuh ke lantai. Jadi dahsyatnya ini keracunan.Saya juga enggak menduga,” kata Japar.

Kepanikan di sekolah seketika terdengar sampai ke luar. 
 
Nunung, penjual gorengan di warung kecil depan sekolah menghampiri kerumunan, tergopoh-gopoh mencari cucunya, Gita. Nenek 65 tahun ini histeris mendapati Gita pingsan di ruang kelas.

“Waktu ditanya-in cuma makan dagingnya, nasinya sedikit. Muntah, di daging waktu dilepeh masih ada darah dagingnya. Setelah keluar muntahnya, Gita pingsan, tidak sadar, sampai dua jam,” kenang Nunung.

Zaenal, suami Nunung, terhenyak, tak tega menyaksikan penderitaan cucunya dan ratusan korban lain.

“Anak-anak itu kayak tikus diobat, kejang-kejang semua. Kayak orang sakaratul maut.” kata Zaenal.

Sepanjang waktu, Nunung menjaga Gita melewati kesakitan dan proses penyembuhan.

“Ibu aja sendirian sama kakaknya, ada kakaknya satu, tetapi ibu sendirian yang menjaganya di rumah sakit.” kata Nunung.

Pikiran Nunung kalut, bagaimana jika cucunya sampai meninggal.

“Kata dokter, 'bu tenang-in, jangan nangis terus'," tutur Nunung.

Baca juga: Ancaman Bahaya Lemak Trans di Makan Bergizi Gratis

Pasangan lansia Indonesia berpeci dan berhijab duduk di dalam rumah sederhana yang juga berfungsi sebagai warung.
Nunung (kiri) dan Zaenal, penjual gorengan di SMK Karya Perjuangan Cipongkor. Cucu mereka, Gita menjadi salah satu korban keracunan massal MBG di sekolah, Rabu (24/9/2025). (Foto: KBR/Astri)
Advertisement image

Kambuh

Setelah tiga hari dirawat di Rumah Sakit Cililin, Gita diperbolehkan pulang. Namun, baru sehari di rumah, gejalanya kambuh.

“Di rumah lalu kejang lagi, tidak sadar lagi, dibawa ke rumah sakit terdekat. Dari sana (RS) dibawa lagi ke sini (pulang). Sekarang lemas,” katanya.

Batin Zaenal dan Nunung remuk melihat tubuh lemah cucunya harus bergulat dengan penyakit. Ironisnya, sumber petaka itu berasal dari program bertajuk "makan bergizi".

“Dibilang itu makanan gizi, tapi kenyataan itu bisa keracunan. Istilahnya kalau kata orang pinter mah politik. Bapak mah orang awam jadi bingung juga.” kata Zaenal.

Selama merawat Gita sejak usia TK, tak sekalipun makanan yang ia sajikan meracuni cucunya.

“Sayangnya mah kayak lebih dari anak sendiri ke cucu. Apalagi ibunya nggak ada, bapaknya nggak ada, susah dia orangnya.”

Gita diasuh sepenuhnya oleh Nunung dan Zaenal. Ayahnya meninggal, sedangkan ibunya menikah lagi. Gita bahkan sempat terancam tak sekolah.

“Tadinya sama ibunya jangan disekolah-in, enggak punya biaya, kata ibunya. Kata saya, kasihan anaknya pengin sekolah, 'Mak, saya mau sekolah'. Biarin lah kita buka warung, cari modal.” kata Nunung.

Nunung dan suaminya tinggal di rumah yang difungsikan juga sebagai warung sederhana. Lokasinya di depan sekolah Gita. Sengaja dipilih, karena tak ingin jauh dari cucunya yang sehari-hari tinggal di asrama.

Dengan penghasilan sekitar 150 hingga 200 ribu per hari, Nunung menyisihkan uang untuk biaya Gita bersekolah.

“Pas Gita kelas 1, (saya) buka warung. Karena tidak punya biaya. Ibu sudah tua. Biar Gita bisa sekolah. Semoga akhirnya nanti bisa kerja kalau punya ijazah.”

Usai insiden keracunan, Nunung meminta Gita tak usah menyantap MBG lagi. Nunung siap menyediakan makanan sendiri bagi cucunya.

“Ditanya anaknya, kalau datang MBG mau dimakan gak? nggak katanya. Soalnya takut karena sakitnya kaya orang stroke, lemas. Semuanya (siswa lain) juga gitu bilangnya,” kata Nunung.

“Makanya sekarang banyak orang tua murid, udah jangan dimakan. pada sepakat itu.” Zaenal menambahkan.

Baca juga: Karut-marut "Dapur" Pengelolaan Anggaran MBG

Spanduk biru bertuliskan Badan Gizi Nasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur Maju Jaya terpasang di Desa Neglasari, Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Salah satu SPPG atau dapur MBG yang ditutup usai Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan massal MBG di Bandung Barat. Total ada 3 SPPG yang ditutup. (Foto: KBR/Astri)
Advertisement image

Massal dan Masif

Kasus di Cipongkor adalah salah satu kasus keracunan massal MBG yang terjadi di Bandung Barat. 

Bupati Jeje Ritchie Ismail menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang berlangsung selama lima hari. 

Tiga dapur umum biang keracunan massal ditutup. 

Hasil investigasi Badan Gizi Nasional (BGN) menunjukkan kontaminasi bakteri seperti E-Coli yang ada di air, nasi, tahu, dan ayam menjadi penyebab utama keracunan. 

Jumlah korban keracunan MBG di Bandung Barat mencapai 1.700 orang.

Sementara secara nasional, data BGN menunjukkan hampir 6 ribu anak keracunan hingga akhir September 2025. 

Namun, dua lembaga dalam Koalisi Kawal MBG, CISDI dan JPPI punya temuan berbeda. Jumlah korban menurut CISDI mencapai 10 ribu orang, sedangkan JPPI hampir 12 ribu orang.

Respons Pemerintah

Maraknya kasus keracunan MBG direspons Presiden Prabowo dengan menggelar rapat usai mendarat setelah lawatannya ke empat negara, 27 September 2025.

Sehari berselang, Presiden memanggil para menteri dan kepala lembaga di rumahnya di Hambalang. Keracunan MBG menjadi tema utama dalam rapat selama 3 jam itu. 

Ada empat instruksi Prabowo: perbaikan tata kelola, rekrut koki terlatih di dapur umum, sterilisasi food tray, dan pasang CCTV.

Selain itu, Prabowo bakal menerbitkan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG. Langkah yang janggal, karena MBG sudah berjalan lebih dari 10 bulan, tetapi payung hukumnya belum lengkap. 

Patut diingat, program unggulan Prabowo ini mendapat porsi anggaran besar. BGN selaku pelaksana MBG menerima kucuran duit hingga Rp71 triliun rupiah pada 2025. 

Tahun depan, nilainya makin fantastis: lebih dari 260 triliun. Ini menjadikan BGN sebagai lembaga negara dengan anggaran terbesar di kabinet.

Infografis usulan struktur tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang melibatkan tim pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta komite pengawas independen.
Tangkapan layar usulan tentang tata kelola MBG yang termuat dalam Seri Ketiga Kajian MBG CISDI
Advertisement image

Perpres

CEO dan founder CISDI Diah Satyani Saminarsih bilang ketiadaan regulasi membuat tata kelola MBG karut-marut. Tak jelas siapa yang bisa dimintai pertanggungjawaban jika terjadi insiden seperti keracunan. 

“Lalu tanggung jawabnya dalam bentuk apa? Itu semua berujung kepada ketiadaan panduan, ketiadaan acuan utama dalam bentuk perpres,” imbuhnya.

Diah mengatakan, program MBG mesti dihentikan sementara hingga Perpres terbit.

“Sementara dikerjakan langkah-langkah mitigasinya dan pengamanannya, MBG bisa dihentikan dulu sementara dan kemudian dimulai lagi pada saat Perpres paling tidak sudah ada,” kata Diah dalam Podcast Ruang Publik KBR.

Diah menegaskan MBG adalah program yang menyangkut hak dasar warga negara. Jangan sampai janji menyediakan pangan bergizi, malah berujung kesakitan.

Kepala BGN Dadan Hindayana belum merespons permintaan wawancara dari KBR. Namun dalam beberapa kesempatan, Dadan menegaskan program MBG bakal terus dilanjutkan. Dia berjanji bakal melakukan perbaikan.

Dadan pada Kamis (23/10), mengklaim Perpres Tata Kelola MBG sudah ditandatangani Prabowo. 

Sedangkan, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan Perpres sudah hampir selesai, tetapi pemerintah tak ingin terburu-buru untuk menerbitkannya.

“Kami mohon kesabarannya. Yang paling penting di lapangan proses-proses perbaikan. Presiden juga berkali-kali memberikan penekanan, bahwa tidak mentoleransi terhadap adanya kejadian, karena memang itu tidak kita inginkan," ujar Hadi. 

Proyek Unggulan, tetapi Asal-asalan

Koordinator Nasional FIAN Indonesia Marthin Hadiwinata bilang, MBG adalah proyek dengan anggaran besar, tetapi pelaksanaannya asal-asalan.

“Dan memang dibikin untuk tidak jelas. Karena proyek bagi-bagi duit sih ini, bukan proyek yang benar-benar ingin mengatasi misalkan akses kelaparan untuk anak remaja, atau stunting,” kata Marthin kepada KBR, Jumat (17/10/2025).

Menurut Marthin, Perpres Tata Kelola MBG tak bakal menjawab persoalan. Marthin justru curiga, Perpres hanya akan memutihkan kekacauan proyek MBG. Salah satunya terkait keamanan pangan yang berdampak kepada keracunan.

”Tentu tidak bisa menjawab karena yang menjadi permasalahan itu fundamental. MBG ini proyeknya untuk apa? Menjawab stunting. Kan stunting enggak kayak gitu. Katanya bergeser menjadi banyak siswa yang bersekolah tidak sarapan. Tapi sampai ke sekolahnya katanya baru dimakan jam 9, jam 10. Itu kan bukan sarapan namanya. Harus diperjelas si proyek MBG ini ke mana, arahnya, tujuan apa, goals besarnya apa,” pungkas Marthin. 

Penulis: Astri Yuanasari

Editor: Wahyu Setiawan, Ninik Yuniati

MBG
keracunan massal
siswa keracunan
makan bergizi gratis


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...