NASIONAL

Tren Kenaikan Harga Beras Masih Berlanjut, Ini Sejumlah Penyebabnya

"Harga beras kembali meningkat dalam dua minggu pertama di bulan September ini. Jadi ini yang perlu kita waspadai bersama. Tren kenaikan beras masih terus berlanjut."

AUTHOR / Heru Haetami

harga beras
Warga membeli beras di kios Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023). (Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi)

KBR, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga minggu kedua September 2023 harga beras semakin mengalami kenaikan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, BPS, Pudji Ismartini menyebut harga beras berkisar di Rp 13.221. Jumlah kabupaten kota yang mengalami kenaikan harga beras juga meningkat pada pekan kedua September, dibanding pekan pertama bulan yang sama.

"Harga beras kembali meningkat dalam dua minggu pertama di bulan September ini. Jadi ini yang perlu kita waspadai bersama dimana terlihat bahwa tren kenaikan beras masih terus berlanjut sampai dengan minggu kedua bulan September 2023 ini," kata Pudji Ismartini dalam Rakor inflasi, Senin (18/9/2023).

Dari pantauan KBR melalui Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga beras mengalami kenaikan. Per Senin (18/9), pukul 18.00 WIB, di tingkat pedagang eceran beras premium dihargai Rp 14.460/kg kemudian beras premium Rp 12.930. Sementara di tingkat grosir, beras premium di angka Rp 13.980 dan beras medium Rp 12.130.

Stop ekspor

Salah satu penyebab naiknya harga beras karena belasan negara berhenti mengekspor beras demi menjaga ketahanan pangan di negara masing-masing.

Presiden Joko Widodo mengatakan ada 19 negara yang menghentikan ekspor pangan termasuk gandum dan beras. Ekspor dihentikan karena kekeringan yang terjadi akibat perubahan iklim berdampak pada produksi pangan. Kondisi ini, kemudian memengaruhi harga beli beras yang tinggi.

"Beberapa negara kekurangan pangan baik itu gandum, baik itu beras. Yang biasanya negara-negara mengekspor berasnya, 19 negara, sekarang sudah stop mengirim ekspornya. Tidak di ekspor lagi. Sehingga banyak negara yang harga berasnya naik termasuk di Indonesia," kata Jokowi dalam Sambutan Presiden pada Festival LIKE, di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Senin (18/9/2023).

Baca juga:

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut kebijakan penyetopan ekspor beras oleh sejumlah negara itu menimbulkan dampak psikologis yang menyebabkan kenaikan harga beras.

"Memang beras ini soal dampak psikologi. Ada El Nino, India ini melarang ekspor beras walau berasnya ada stok 7 juta (ton), saya baru pulang dari India. India ada beras 7 juta stoknya, sebenarnya 4 juta lebih dari cukup untuk cover mereka. 3 juta itu bisa diekspor tapi tetap dilarang." kata Zulhas dalam Rapat Kerja dengan DPR, Senin (4/9/2023).

Harga gabah di atas HPP

Di Tanah Air, Satgas Pangan Polri membeberkan faktor penyebab harga beras di pasar masih tinggi dan belum bisa dikendalikan.

Wakil Kepala Satgas Pangan, Helfi Assegaf mengatakan beberapa faktor itu antara lain, terjadi kenaikan harga gabah di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang kemudian mengubah perilaku petani yang menjual gabah kepada penggilingan besar dengan harga tinggi.

"Rata-rata Rp6700 per kg sampai dengan Rp7600 per kg. Kemudian yang digiling oleh penggilingan besar tersebut yaitu gabah dari para petani menggunakan mesin berteknologi tinggi yang kita indikasikan diproduksi menjadi beras premium. Sehingga produksi beras medium menurun stoknya," kata Helfi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023, Senin (11/9/2023).

Irigasi dan pupuk

Helfi Assegaf menyebut faktor lainnya yakni turunnya produksi padi yang disebabkan adanya pendangkalan di beberapa aliran irigasi ke area persawahan.

Selain itu, ketersediaan pupuk bersubsidi yang didistribusi terkadang jadwalnya tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan waktu tanam.

Penyebab lain, kata Helfi, suplai untuk penggilingan kelas menengah hanya 50 persen rata-rata dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sementara penggilingan kecil banyak yang tutup karena tidak mendapat pasokan gabah.

Sementara itu, Persatuan Perusahaan Penggilingan Padi (Perpadi) menyebut rendahnya penyerapan pemerintah lantaran terkendala aturan masa beli Bulog.

Menurut Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso penyerapan pemerintah hanya dilakukan saat masa panen raya, di mana harga gabah sedang dijual rendah.

"Pada saat seperti sekarang yang produksi gabah itu di bawah kebutuhan itu memang bukan waktunya untuk Bulog untuk menyerap. Ini yang harus menjadi pegangan kita bersama, jadi pada saat panen raya lah dia hanya pada saat panen raya lah dia bisa menyerap dengan harga yang kebetulan HPP itu selalu akan berada di bawah harga pasar ini," kata Sutarto kepada KBR, Senin (11/9/2023).

Baca juga:

Sutarto Alimoeso menyebut swasta berani menyerap gabah petani dengan harga tinggi lantaran sudah terbentuk kerja sama dengan petani. Selain itu, pangsa pasar swasta yang dinamis.

"Swasta ini kan sudah punya pasar, ya kan. Jadi dia harus mengisi pasar yang dia sudah punya langganan sekian tahun yang sudah dibina sudah dibangun untuk mengisi dengan mereknya. Nah kalau dia kemudian tidak mengisi pasar pada saat itu pada saat ini itu, artinya pasarnya kan menjadi apa kosong kan dengan pasar kosong dia akan menjadi banyak kerugian yang akan ditimpa," katanya.

Panel Harga Badan Pangan Nasional mencatat harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini Rp6.490 per per kilogram. Sementara GKP di tingkat penggilingan dihargai Rp6.760 per kilo dan gabah kering giling (GKG) dijual di harga Rp7.320. 

Sedangkan, Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah GKP di tingkat petani Rp5.000, di tingkat penggilingan Rp5.100, GKG di penggilingan Rp6.200 dan di gudang Perum Bulog Rp6.300.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!