NASIONAL

TII: Ketentuan Dana Kampanye Belum Antisipasi Kecurangan

"Mudah disulap seolah-olah itu bersumber dari dana pribadi caleg, padahal bukan,"

AUTHOR / Astri Septiani

kampanye
Warga melintas di depan alat peraga kampanye peserta Pemilu 2024 di Mataram, NTB, Jumat, (22/12/2023) (FOTO: ANTARA/Ahmad Subaidi)

KBR, Jakarta- Transparency International Indonesia (TII) menilai ketentuan terkait dana kampanye belum secara sistemik mencegah kecurangan, sehingga tidak akuntabel. Semisal tidak ada peraturan kepada calon anggota legislatif untuk membuka Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Peneliti TII Alvin Nicola mengatakan, hal itu berakibat pada pelaporan dana kampanye yang dapat diakali lantaran sekadar formalitas.

"Akibatnya apa? Ya jelas pelaporan sekedar formalitas. Dari asal-usul juga misalnya, tidak jelas penerimaan sumbangan perorangan misalnya atau dari korporasi tertentu. Itu bisa dilaporkan secara diam-diam dan mudah disulap seolah-olah itu bersumber dari dana pribadi caleg, padahal bukan," kata Alvin kepada KBR (11/01/24).

Baca juga:

Peneliti TII Alvin Nicola menambahkan, saldo RKDK yang dilaporkan lebih rendah ketimbang biaya sebenarnya yang dikeluarkan untuk kebutuhan kampanye pemilu. Semisal memasang alat peraga kampanye hingga penyelenggaraan pertemuan yang mendatangkan banyak orang.

Guna mengatasi itu, Alvin mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan terobosan, sehingga kerja-kerjanya tidak sebatas administratif. Terlebih, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) telah mengungkap ada temuan transaksi janggal terkait kampanye Pemilu 2024 yang mencapai triliunan rupiah.

Dia mendesak Bawaslu bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menindaklanjuti temuan itu dengan segera menunjuk kantor akuntan publik untuk memantau kewajaran pergerakan dana kampanye dan mengantisipasi potensi politik uang.

"Hal ini mendesak mengingat dari data Pemilu 2019 lalu, sekitar 84 persen diantaranya, atau senilai Rp 1,99 triliun, merupakan dana yang berasal dari para caleg yang pasti tak terlaporkan dengan baik sehingga membuka ruang dana gelap ikut membiayai demokrasi. Secara jangka panjang, situasi ini akan merusak demokrasi Indonesia," pungkasnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!