NASIONAL

RUU Kesehatan Ibu dan Anak Disahkan, Ini Perjalanannya

Sebelum akhirnya disahkan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan telah melalui berbagai dinamika.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Shafira Aurelia, Resky Novianto

EDITOR / Sindu

RUU Kesehatan Ibu dan Anak Disahkan, Ini Perjalanannya
Ilustrasi: Orang tua menyuapi bayi. Foto: Pexels

KBR, Jakarta– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang. Aturan ini semula disebut RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Pengesahan dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, (4/6/2024).

“Sidang dewan yang kami hormati, hadirin yang kami muliakan selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota dewan apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan bisa disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan.

"Setuju!" jawab peserta rapat paripurna. 

Tak Bisa Dipecat

Setelah meminta persetujuan untuk pengesahan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mewakili pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan pandangan atau tanggapan.

Bintang mengatakan regulasi itu memuat sejumlah hal, di antaranya terkait hak cuti persalinan bagi ibu yang bekerja, paling singkat tiga bulan pertama. Lalu, bisa ditambah tiga bulan lagi jika terdapat kondisi khusus. Kata dia, seorang ibu pekerja yang menggunakan hak cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan.

“Dan berhak mendapat upah penuh selama tiga bulan pertama, dan bulan keempat serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam,” katanya.

Ayah juga Dapat Cuti

Aturan tersebut juga memuat hak cuti bagi suami guna mendampingi istri selama masa persalinan.

“Untuk itu suami berhak cuti selama dua hari dan dapat diberikan cuti tambahan paling lama tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja atau pengusaha. Bagi suami yang istrinya mengalami keguguran berhak cuti selama dua hari,” jelasnya.

Bintang menjelaskan, definisi anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, yakni seseorang yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai berusia dua tahun.

Baca juga: Usai Didemo, Baleg Akan Tunda Pembahasan RUU Penyiaran

Perjalanan RUU

Sebelum akhirnya disahkan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan telah melalui berbagai dinamika. Berikut perjalanannya.

Beleid ini disepakati menjadi RUU Inisiatif DPR pada Kamis, 30 Juni 2022. Putusan persetujuan itu disampaikan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna.

"Sidang dewan yang terhormat, dengan demikian kesembilan fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing dan kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?" ujar Dasco dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis, (30/6//2022).

 "Setuju!" jawab peserta rapat paripurna. 

Dalam draf RUU KIA, mengatur tentang cuti melahirkan enam bulan bagi ibu yang bekerja. RUU tersebut juga memberikan hak bagi suami mendapatkan cuti mendampingi istri melahirkan maksimal 40 hari.

Diusulkan PKB

RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan diusulkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB). Ada beberapa pertimbangan yang mendasari. Salah satunya, berkaitan dengan kesejahteraan ibu dan anak sebagai suatu satu kesatuan, untuk memastikan pembangunan pemerintah di semua sektor bisa berjalan baik.

Anggota Badan Legislasi DPR, Luluk Nur Hamidah mengatakan, RUU KIA telah disepakati dalam rapat Badan Legislasi dan disetujui tujuh fraksi di parlemen.

Catatan Pemerintah terkait DIM

Menjelang akhir 2022, pemerintah memberikan catatan penting terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang mengatakan, catatan diberikan agar lahir undang-undang yang komprehensif.

"Dari sisi substansi, pemerintah mengajukan agar RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak ini mengatur kesejahteraan ibu dan anak secara komprehensif yang meliputi: Hak dan tanggung jawab, penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan, dan partisipasi masyarakat," kata I Gusti Ayu, dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, yang disiarkan di YouTube Komisi VII DPR RI Channel, Senin, (28/11/22).

Terdapat sejumlah hal yang menurut sudut pandang pemerintah perlu ditonjolkan atau ditekankan. Semisal soal upaya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasaan, dan evaluasi, serta tugas wewenang dan koordinasi.

"Pada bagian pelaksanaan DIM pemerintah menekankan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi ibu dan anak dalam bentuk rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial," ujar I Gusti Ayu.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu memastikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) akan memperkuat koordinasi lintas kementerian lembaga hingga daerah. Bintang berharap RUU KIA nantinya dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi ibu dan anak.

Sikap Nasdem dan Rapat Tingkat II

Maret 2024, Komisi bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (VIII) DPR dan pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) ke rapat paripurna untuk disahkan.

Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (VIII) DPR, Ashabul Kahfi mengatakan kesepakatan diambil berdasarkan hasil musyawarah bersama pemerintah. Dalam kesepakatan terdapat delapan dari sembilan fraksi yang setuju.

Delapan fraksi itu yakni, Fraksi PDIP, Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, PPP, PAN, PKB. Sedangkan Fraksi Partai Nasdem tidak menghadiri rapat dan tidak memberikan pandangan sedikitpun.

"Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang akan ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui?" tanya Ashabul saat rapat bersama pemerintah di Komisi VIII DPR, Senin, (25/3).

"Setuju!" jawab peserta rapat.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Ashabul.

Suara Buruh Perempuan

Sebelum disahkan, serikat buruh pernah meminta agar RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjamin upah pekerja dengan kerentanan khusus, yang terpaksa mengajukan cuti hamil hingga enam bulan.

Sebab, menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia atau FSBPI Dian Septi Trisnanti, RUU KIA hanya menjamin upah sebesar 75 persen sesuai UU Ketenagakerjaan terkait sakit berkepanjangan.

"Kami meminta kepada pihak pemerintah supaya tidak ada pemotongan upah, 75 persen. Kenapa? karena artinya pengurangan kesejahteraan. Realita di lapangan (aturan cuti hamil) tiga bulan saja banyak dilanggar dan juga tidak diupah. Kebanyakan diputus kontrak atau di-PHK lalu melamar kembali setelah melahirkan," ucap Dian kepada KBR, Senin, (12/6/2023).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia atau FSBPI Dian Septi Trisnanti menambahkan, selama ini buruh perempuan memaksakan diri tetap bekerja meskipun kondisinya sakit. Alasannya untuk menghindari pemotongan upah. Selain itu, ia juga meminta perlindungan janin dan ibu hingga dua tahun dari stunting.

Kritik untuk DPR

Kinerja legislasi DPR menuai kritik berbagai pihak. Sebab, sebagai lembaga pembentuk undang-undang, hanya ada satu yang disahkan dari 47 Prolegnas Prioritas 2024. Yakni, RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di masa sidang IV 2023-2024.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Yohanes Taryono mendesak DPR mengesahkan aturan yang dibutuhkan masyarakat seperti RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!