NASIONAL

Proyek Strategis Lumbung Pangan di Merauke, Siapa Untung?

Proyek penanaman tebu ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional berupa perkebunan tebu terintegrasi di Merauke, dengan tujuan swasembada gula dan bioetanol.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Agus Luqman

proyek strategis nasional lumbung pangan, proyek Lumbung Pangan di Papua, proyek Tebu Papua, PT Glob
Presiden Joko Widodo melakukan penanaman tebu perdana di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Selasa (23/7/2024). (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr)

KBR, Jakarta - Akhir bulan ini Presiden Joko Widodo mengunjungi Merauke, Papua Selatan. Bersama rombongan, ia melakukan kegiatan penanaman perdana tebu di Kampung Sermayam. 

Lahan yang ditanami tebu oleh Jokowi ini izinnya dipegang PT Global Papua Abadi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam.

Presiden Jokowi mengeklaim, kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk menjawab krisis pangan global yang dipicu perubahan iklim. Ia yakin dengan potensi produksi padi, jagung, tebu untuk gula pasir dan bioetanol di wilayah Papua.

"Dan pemerintah Pak Prabowo sudah menyampaikan bahwa beliau akan berkonsentrasi di pangan dan energi, nah di sini. Di sini sudah dicoba, tidak hanya sekali dua kali tapi tidak berhasil. Tapi yang sekarang menurut saya kalau tadi saya melihat mulai dari awal pembibitan dengan tissue culture, penanaman beberapa varietas, hasilnya juga kelihatan sudah dicek berapa ton semuanya sudah secara saintifik sudah dijalani," kata Jokowi di sela kunjungannya ke Tanah Papua, Selasa (23/7/2024).

Proyek penanaman tebu ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional berupa perkebunan tebu terintegrasi di Merauke, dengan tujuan swasembada gula dan bioetanol. Luas perkebunan ditargetkan mencapai 2 juta hektare, dengan melibatkan swasta.

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia mengklaim proyek lumbung pangan ini juga bertujuan menyejahterakan masyarakat di Papua.

“Khususnya Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan khususnya adalah menyangkut dengan gula dan ini kita akan dorong kepada etanol. Untuk membangun ini kita tidak bisa lagi membangun dengan pola-pola lama, tidak bisa lagi sistem manual. Kita sudah harus sistem mekanisasi oleh karena itu maka pada teknologi dan ini semuanya kita bikin dalam rangka untuk kesejahteraan rakyat, karena nanti perkebunan yang kita buat ini melibatkan rakyat semua,” ujar Bahlil.

Perusahaan swasta yang memiliki konsesi lahan dikabarkan sudah menjanjikan uang tali asih ke masyarakat setempat, untuk penggunaan lahan tebu selama sekitar 35 tahun.

Baca juga:

Sikap warga

Salah satu masyarakat pemilik tanah hak ulayat, Fransiskus Xaverius Mahuze berharap tanah milik marganya yang di kontrakan ke perusahaan swasta dan pemerintah selama 35 tahun bisa memberi dampak ekonomi bagi kesejahteraan rakyat Papua.

“Dengan ukuran tanah 2 kilo 500 dikali 5 kilo. Berdasarkan kontrak untuk perusahaan 35 tahun, maka anak-anak saya kalau sudah keluar bisa bekerja disini supaya dapat gaji seterusnya,” kata Mahuze di Papua.

Tapi, langkah pemerintah membuat proyek pangan ini dikritik aktivis lingkungan dari Suku Awyu Papua, Hendrikus Franky Woro.

Ia mengingatkan pemerintah agar tidak menggunakan lahan masyarakat adat atau tanah ulayat, untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) lumbung pangan atau food estate.

"Saya tidak setuju dengan kehadiran baik itu perusahaan tebu, kelapa sawit. Karena investasi atau perusahaan bagian mana yang pemilik tanah adat itu sejahtera dan kaya. Dengan adanya kehadiran investasi menurut kami bukan dia membawa perubahan, tapi malah dia membawa kejahatan atau sejuta bencana. Itu bukan menjadi tuan di negeri sendiri tapi menjadi penonton di negeri sendiri," ujar Franky kepada KBR, Kamis, (25/7/2024).

Pegiat lingkungan dari masyarakat adat Suku Awyu Papua, Hendrikus Franky Woro meminta pemerintah tidak menjadikan tanah Papua sebagai bisnis yang menguntungkan pihak tertentu.

Hendrikus Franky mengatakan pemerintah harus memprioritaskan kesejahteraan dan hak-hak masyarakat Papua. Franky khawatir hak-hak masyarakat adat akan diabaikan dan merugikan rakyat Papua selama lahannya dikontrakkan ke swasta.

Baca juga:

Mengulang kegagalan

Di lain pihak, LSM Greenpeace Indonesia menilai pemerintah bakal mengulang kegagalan sama dalam upaya ketahanan pangan, jika melanjutkan program lumbung pangan atau food estate.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas menjelaskan Papua kerap menjadi target proyek lumbung pangan, namun selama ini persoalan kelaparan di sana tidak terselesaikan.

"Kegagalan panen itu akan sangat cukup tinggi karena ya tadi ya di tengah situasi perubahan iklim yang sudah terjadi gitu ya. Situasi perubahan iklim yang sudah tidak menentu gitu. Kemudian terjadi krisis pangan dan skema-skema yang seperti ini juga akan mengindikasikan, indikasi yang kuat akan gagal dengan praktik-praktik yang sama," ujar Arie kepada KBR, Kamis, (25/7/2024).

Menurut Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, dengan kajian yang lemah, proyek lumbung pangan di Papua justru merusak lingkungan dan menghilangkan sumber pangan yang sudah ada.

Selain itu, kesejahteraan sosial masyarakat di Papua juga tidak banyak berubah meskipun pemerintah gencar menggalakkan program food estate di Bumi Cenderawasih.

Saat ini, Papua Selatan dan Papua masuk dalam daftar daerah proyek food estate. Selain dua wilayah tersebut, proyek lumbung pangan juga dikembangkan di Sumatra Utara, sebagian Pulau Jawa, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!