NASIONAL

Pilkada, Kasus Kriminalisasi Menggunakan UU ITE Bakal Makin Banyak

Sejak Januari hingga Juni kemarin, tercatat sudah ada 78 kasus kriminalisasi menggunakan Undang-undang ITE.

AUTHOR / Naufal Nur Rahman

EDITOR / R. Fadli

UU ITE
Ilustrasi. Kebebasan Terkunci. (Foto: Oleksiy Mark/Shutterstock)

KBR, Jakarta - Revisi atau perubahan kedua Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang sudah disahkan akhir tahun lalu, dinilai belum berdampak positif bahkan masih memunculkan banyak masalah.

Peneliti dari SAFEnet, Balqis Zakiyyah Qonita mengungkapkan, sejak Januari hingga Juni kemarin, tercatat sudah ada 78 kasus kriminalisasi menggunakan Undang-undang ITE.

Padahal sepanjang tahun lalu, ada 124 orang yang dikriminalisasi menggunakan Undang-undang ITE.

Balqis memperkirakan, kasus kriminalisasi menggunakan Undang-undang ITE akan semakin bertambah saat Pilkada tahun ini.

“Ini jadi catatan penting karena ternyata undang-undang ITE yang baru tidak mengubah secara total gitu dan masih ada yang bermasalah,” ucap Balqis dikutip dari kanal Youtube SAFEnet Voice ketika Ia menjadi perwakilan SAFEnet untuk memaparkan materi dalam acara Peluncuran Hasil Riset Implementasi Hasil Revisi Kedua UU ITE, Jumat (26/07/2024).

Peneliti dari SAFEnet, Balqis Zakiyyah Qonita juga mengutip hasil survei tahun lalu terkait "Indeks Kebebasan di Indonesia".

Menurut Balqis, Indonesia berada di urutan ke-58 dari total 100 negara yang disurvei. Padahal, lima tahun lalu, Indeks Kebebasan Indonesia cukup baik atau di urutan 62 dunia.

Balqis juga beranggapan, revisi UU ITE kurang efektif memberikan keamanan masyarakat dalam menggunakan internet, sehingga nilai indeks kebebasan juga ikut anjlok.

Baca juga:

UU ITE Kembali Makan Korban, ICJR: Hakim Keliru!

Kasus UU ITE, Aktivis Lingkungan Karimunjawa Dihukum 7 Bulan Penjara

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!