NASIONAL

Permendikbud Pencegahan Kekerasan Ibarat Macan Kertas

Tapi masalah terbesar dari Permendikbud ini sampai hari ini adalah sosialisasi karena masih banyak yang belum tahu.

AUTHOR / Astri Septiani

Macan Kertas
Arsip foto. Seorang anak melintas dekat graffiti "Save Anak" (28/6/2015) di Jakarta. (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa)

KBR, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, kekerasan di lingkungan sekolah bagaikan fenomena gunung es. Sebab ada kemungkinan masih banyak kasus yang tidak terlaporkan ataupun mencuat ke publik.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) bagaikan "macan kertas". Artinya "galak" secara tulisan, namun implementasinya masih lemah.

Ia juga mengatakan bahwa masih banyak guru dan pihak sekolah yang belum memahami terkait Permendikbud ini.

Berikut wawancara jurnalis KBR Astri Septiani dengan Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri:

Bagaimana catatan P2G terkait kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Mengingat belakangan banyak muncul kasus kekerasan dan bullying yang mencuat?

Berkaitan dengan fenomena tersebut kami juga ikut memantau terus. Karena beberapa kasus ini bertubi-tubi selama beberapa hari ini.

Yang pertama, kami ingin sampaikan bahwa kami ingin menyenangkan turut prihatin dan juga mengecam tindakan kekerasan. Kalau kita lihat ada lima peristiwa besar ya itu kan "gunung es" yang terlihat bagaimana dengan yang tidak terlihat yang tidak terlaporkan dan yang tidak terpublikasikan? Secara nasional dan kebetulan di bulan September ini Kemendikbudristek itu merilis rapor pendidikan yang berasal dari data-data yang di dalamnya ada indikator iklim keamanan sekolah.

Jadi datanya saja memang sudah menunjukkan keumuman bahwa tingkat keamanan dan artinya terjadi kekerasan di sekolah. Itu pun sebetulnya tidak memotret secara menyeluruh ya. Karena ini yang terlaporkan yang diisi oleh siswa dan guru. Artinya kenyataannya mungkin sangat besar, angkanya jauh lebih besar.

Apakah dengan banyaknya kekerasan di lingkungan sekolah, artinya selama ini implementasi Permendikbud 46/2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan tidak berjalan baik?

Permendikbud itu di atas kertas sudah bagus makanya kami juga menyebutnya sebagai "macan kertas". Bagus sangat runut sekali, teknis sekali. Ada dibikin tim, ada kerjasama antara Dinas Pendidikan, kepala sekolah, pengawas dan lain seterusnya. Tapi masalah terbesar dari Permendikbud ini sampai hari ini adalah sosialisasi karena masih banyak yang belum tahu. Siswa banyak yang belum tahu, guru belum pada tahu, sekolah belum pada tahu, bahkan orang tua pun tidak tahu. Artinya bagaimana mungkin kita bisa mencegah kalau orang tidak tahu sudah ada Permendikbud yang mencegah kekerasan di sekolah sehingga kan kita bisa apa namanya mencegah kekerasan demikian.

Oleh karena itu dari poin yang pertama ini kami harapkan Kemendikbud jangan hanya berhenti di bikin peraturan. Lanjutkan sosialisasi sampai ke tingkat yang paling bawah dengan melibatkan yang pertama Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, organisasi profesi guru seperti P2G, orang tua dan siswa secara berjenjang dari anak usia PAUD hingga SMA karena kalau untuk universitas kan ada lagi peraturannya dan sudah dilaksanakan.

Nah kemudian setelah dilakukan sosialisasi sampai mendasar, sosialisasi ini harus punya paradigma disiplin positif kita sudah jauh sekali zaman sudah berubah tidak ada lagi disiplin dengan kekerasan tapi disiplin positif. Kenapa paradigma Ini penting ini juga bagus agar guru-guru ini memahami bahwa mendisiplinkan siswa itu tidak harus dengan kekerasan, suara keras, pukulan atau melotot.

Itu apa yang kita sebut sebagai disiplin positif dan kemudian juga ada pelatihan keterampilan teknis. Boleh jadi guru yang sangat baik dan profesional belum paham apa itu kekerasan.

Siapa saja yang perlu berperan dalam mengawasi serta mencegah kekerasan di lingkungan sekolah?

Oleh karena itu secara berjenjang saya bilang tadi. Murid sesama murid mereka bisa saling curhat dan mengawasi, murid juga diawasi oleh guru, guru diawasi kepala sekolah. Siapa yang mengawasi kepala sekolah? Pengawas. Kalau katakanlah dalam sekolah sistemnya tidak baik lalu kemudian kepala sekolah melindungi pelaku kekerasan yang mungkin juga bisa jadi murid bisa jadi guru, itu siapa yang bisa menembus ke sana? Pengawas sekolah. Kalau terjadi hal semacam itu dan pengawas sekolah tidak memiliki data apapun berarti fungsi pengawasan dari pengawas sekolah itu nol.

Oleh sebab itu perlu diperlukan para pengawas ini tidak hanya melihat dokumen isiannya sebetulnya. Dia harus antropologis. Harus keliling sekolah. Pengawas bekerja. Kepala sekolah menjadi hati-hati bertindak. Pengawas siapa yang mengawasi? Dinas Pendidikan. Kalau pengawas adem ayem, Kepsek adem ayem berarti Dinas Pendidikan tidak bekerja. Siapa yang mengawasi Dinas Pendidikan? Dalam permendikbud 46 2023 disebutkan juga kementerian itu bisa melakukan sanksi untuk Dinas Pendidikan yang tidak melaksanakan ini. Diawasi juga. Sekarang masalahnya apa? Sebetulnya pencegahannya bisa dilakukan karena sudah berjenjang.

Baca juga:

KPAI: Implementasikan Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Nadiem: Kekerasan di Sekolah jadi Bencana Besar seperti Pandemi

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!