NASIONAL

Nadiem: Kekerasan di Sekolah jadi Bencana Besar seperti Pandemi

Yang mengira topik ini tabu, di situlah potensi atau kekerasan semakin tinggi.

AUTHOR / Hoirunnisa

Nadiem: Kekerasan di Sekolah jadi Bencana Besar seperti Pandemi
Seorang anak menempelkan stiker di pipi saat memperingati Hari Anak Nasional di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (23/7/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

KBR, Jakarta - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menilai, kasus kekerasan di lingkungan sekolah merupakan bencana besar layaknya pandemi. Bahkan menurut Nadiem, kekerasan di dunia pendidikan merupakan bencana yang lebih besar dibanding pandemi COVID-19.

Nadiem menyebut, kasus kekerasan di sektor pendidikan telah memakan banyak korban. Namun dia menyesalkan belum ada penyelesaian yang serius dari sejumlah sekolah.

"Pada saat kita melakukan asesmen, hampir 34 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26 persen berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36 persen berpotensi mengalami perundungan. Ini angka yang besar-besar," ujar Nadiem dalam acara Merdeka Belajar eps 25, Selasa (8/8/2023).

"Sudah jelas sekolah-sekolah yang tidak mau menyentuh topik ini, yang mengira, yang tidak pernah melakukan sosialisasi, yang mengira topik ini tabu, di situlah potensi atau kekerasan semakin tinggi," tandasnya.

Nadiem mengungkapkan, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2022 menyebut ada 2.133 kasus kekerasan di sekolah. Kategori tertinggi adalah anak korban kejahatan seksual, anak korban kekerasan fisik/psikis, serta anak korban pornografi dan cyber crime.

Baca juga:

Nadiem meneken Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Dia mengeklaim, Permendikbudristek PPKSP memiliki aturan ketat dan detail dalam melindungi guru, siswa, dan tenaga kependidikan dari segala bentuk kekerasan di sekolah.

Aturan itu diteken untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Sehingga peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dapat mengembangkan potensinya.

Nadiem mengatakan, transformasi pendidikan hingga perbaikan kurikulum akan sia-sia jika tidak bisa menciptakan rasa aman pada anak.

"Salah satu requirement daripada pembelajaran adalah perasaan aman dari anak-anak. Tanpa adanya rasa aman, tidak ada yang namanya belajar. Jadi kalau ini belum selesai, kita tidak bisa menyelesaikan literasi dan numerasi di Indonesia. Ini harus diserang," lanjut Nadiem.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!