NASIONAL

Pengusaha Khawatir Cuti Hamil 6 Bulan Ganggu Produktivitas Perusahaan

Kalau perempuan nanti ada ketentuan cuti sampai enam bulan akhirnya perusahaan lebih cenderung untuk menerima pekerja laki-laki.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Wahyu Setiawan

RUU Kesehatan Ibu dan Anak Disahkan, Ini Perjalanannya
Petugas mengecek kesehatan ibu hamil di Posyandu Sekar Arum Kaliwuluh 1, Desa Gondoharum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (4/6/2024). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

KBR, Jakarta – Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono khawatir perusahaan lebih memilih tenaga kerja pria ketimbang perempuan. Kekhawatiran itu muncul imbas aturan cuti melahirkan dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Cuti melahirkan itu diatur dalam ketentuan pada Pasal 4 ayat (3) yang berbunyi: "Setiap ibu yang bekerja berhak mendapat cuti melahirkan dengan ketentuan paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter".

"Ini yang kami khawatirkan kemudian bisa memberikan hal yang kurang menguntungkan bagi perempuan karena akhirnya secara natural perusahaan itu akan mencari tenaga kerja yang tidak terlalu beri beban kepada produktivitas. Kalau perempuan nanti ada ketentuan cuti sampai enam bulan akhirnya perusahaan lebih cenderung untuk menerima pekerja laki-laki yang tidak ada ketentuan mengenai cuti (melahirkan)," ucapnya kepada KBR, Kamis (6/6/2024).

Sutrisno mengeklaim mendukung regulasi tersebut. Namun dia khawatir cuti itu akan berdampak ke produktivitas perusahaan.

"Kalau dikaitkan dengan produktivitas, misalnya seseorang yang meninggalkan pekerjaan selama enam bulan, tentu posisi ini kan menjadi kosong dalam situasi pekerjaan, bisnis, tentu tdak boleh kosong karena bisa menimbulkan persoalan," kata dia.

Baca juga:

DPR mengesahkan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dalam rapat paripurna, Selasa (4/6/2024).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan regulasi itu mengatur sejumlah hal. Salah satunya soal hak cuti persalinan bagi ibu yang bekerja paling singkat tiga bulan pertama. Cuti bisa ditambah lagi tiga bulan jika terdapat kondisi khusus.

"Dan bahwa ibu yang bekerja yang menggunakan hak cuti melahirkan, tidak dapat diberhentikan dan berhak mendapat upah penuh selama tiga bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam," kata Bintang.

Bintang menambahkan, undang-undang ini juga menetapkan kewajiban suami mendampingi istri selama masa persalinan. Untuk itu, suami berhak cuti selama dua hari dan bisa ditambah paling lama tiga hari berikutnya sesuai kesepakatan perusahaan.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!