NASIONAL

Koalisi Perempuan Temukan Sejumlah Celah di UU KIA

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka mempertanyakan bagaimana penegakan aturan ini nantinya ketika diberlakukan.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Sindu

Koalisi Perempuan Temukan Sejumlah Celah di UU KIA
Ilustrasi: Ibu hamil sedang memeriksa kesehatannya. Foto: ANTARA/Shutterstock

KBR, Jakarta- Komisi Perempuan Indonesia (KPI) menemukan sejumlah celah di Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang baru disahkan DPR.

Salah satunya soal mekanisme dan pengawasan bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajibannya. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka mempertanyakan bagaimana penegakan aturan ini nantinya ketika diberlakukan.

"Persoalannya bagaimana membuat Ini semua ditertibkan. Tidak ada satu klausul atau pasal yang saya lihat bicara soal bagaimana KIA ini bisa dilakukan secara efektif. Kalau cuman evaluasi saya pikir dari kemarin-kemarin juga evaluasi," katanya kepada KBR, Rabu, 5 Juni 2024.

Cuti Ayah

Temuan lain adalah soal cuti melahirkan bagi ayah. Sebab, dalam beleid ini, ayah hanya berhak cuti dua hari dan bisa ditambah paling lama tiga hari sesuai kesepakatan perusahaan. Menurut Mike, pemerintah perlu memastikan pemberian cuti untuk ayah dapat efektif untuk kesejahteraan ibu dan anak.

Sekretaris Jenderal KPI, Mike Verawati Tangka menduga pemerintah terlalu terburu-buru mengesahkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

Mike khawatir nantinya banyak perusahaan yang mempertimbangkan merekrut pekerja perempuan karena adanya kewajiban cuti tersebut. Karena itu, perlu pengawasan yang kuat dari pemangku kebijakan.

"Bisa jadi nanti mereka mengurangi atau mempertimbangkan merekrut pekerja perempuan karena ada kemungkinan mereka berkeluarga, melahirkan. Ini juga berdampak pada laki-laki," kata Mike.

Bagaimana Peran Perempuan Pengasuh Anak?

Ia mengaku sebelum disahkan, KPI sudah meminta pemerintah mengkaji ulang urgensi undang-undang ini. Itu karena belum ada jaminan kelancaran implementasi bagi pekerja non-formal.

"Kita tidak menolak, tapi saat itu kita menilai perlu ditinjau ulang. Apakah ini efektif untuk diimplementasikan. Dan melakukan studi yang komprehensif," kata Mike.

Mike juga mempertanyakan peran perempuan yang bukan istri atau ibu yang tidak memiliki anak atau keluarga, namun menjalankan peran pengasuhan. Kata dia, belum ada jaminan soal bagaimana peran mereka.

Karena itu, Sekjen KPI Mike Verawati Tangka meminta pemerintah memastikan penerapan undang-undang ini berjalan semestinya.

"Tapi, kan, apakah ini cuma mau jadi sebuah kebijakan yang tertulis saja, tetapi secara implementasi nanti cuma dijalankan, nanti kalau diperlukan baru ditegakkan, kalau tidak, ya, sudah. Buat apa membuat kebijakan, sementara banyak undang-undang lain yang kita tunggu," ujar Mike kepada KBR, Rabu, (5/6/2024).

Disahkan DPR

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan disahkan DPR, Selasa, (4/6/2024).

Pengesahan dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta.

“Sidang dewan yang kami hormati, hadirin yang kami muliakan selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota dewan apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan bisa disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan.

"Setuju!" jawab peserta rapat paripurna.

Tak Bisa Dipecat


Setelah persetujuan pengesahan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mewakili pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan pandangan atau tanggapan.

Bintang mengatakan regulasi itu memuat sejumlah hal, di antaranya terkait hak cuti persalinan bagi ibu yang bekerja, paling singkat tiga bulan pertama. Lalu, bisa ditambah tiga bulan lagi jika terdapat kondisi khusus. Kata dia, seorang ibu pekerja yang menggunakan hak cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan.

“Dan berhak mendapat upah penuh selama tiga bulan pertama, dan bulan keempat serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam,” katanya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!