NASIONAL

Penggusuran Kembali Ditunda, Warga Padang Halaban Tetap Waspada

Jadi yang disayangkan adalah tentu perpanjangan dan pembaruan HGU, penerbitan HGU yang dilakukan oleh Kementerian Agraria Tata Ruang yang memberikan konsesi tersebut kepada PT Smart tanpa melihat kesejarahan penguasaan tanah dari petani Padang Halaban," u

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Resky Novianto

Google News
halaban
Ilustrasi Mayoritas petani di Padang Halaban akan menghadapi eksekusi penggusuran lahan pertanian dan pemukiman oleh PT.SMART. Foto: Instagram @kontras_update

KBR, Jakarta- Kamis 6 Maret 2025, penggusuran lahan di Perkebunan Padang Halaban, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatra Utara oleh perusahaan sawit PT SMART, kembali ditunda. Penundaan ini adalah yang kedua kalinya.

Mulanya, penggusuran akan dilakukan sehari sebelum Ramadan atau Jumat, 28 Februari 2025, namun batal. Penggusuran akan dilakukan anak perusahaan Sinar Mas Group tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Rantau Prapat.

Pendamping Petani Padang Halaban, Reza Muharam mengatakan, kemarin alat-alat berat dan tentara di sana sudah ditarik keluar. Namun, warga tetap siaga, karena belum ada pernyataan resmi dari PN Rantau Prapat mengenai penangguhan eksekusi.

"Masalahnya selama tidak ada penyelesaian yang berkeadilan, yang berjangka panjang, mereka kapanpun bisa digusur. Karena pengadilan perdata di Rantau Prapat itu yang menangani konflik warga dengan PT SMART, dan atas gugatan PT SMART terhadap warga sudah memenangkan PT Sinar Mas ini dalam pengadilan tersebut, dan hasil keputusan pengadilan tersebut sudah inkrah, artinya setiap saat (penggusuran) bisa dilaksanakan," kata Reza kepada KBR, Kamis, (6/3/2025).

Sementara, Juru Bicara Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPHS), Adi mengatakan, setelah penundaan ini, ada upaya dari aparat kepolisian setempat untuk mengajak warga buka puasa bersama dan makan malam bersama, namun ajakan tersebut ditolak. Kata Adi, penundaan penggusuran ini diklaim sebagai kebaikan dari Kapolres Labuhanbatu.

"Sekalipun penundaan itu diklaim sebagai kebaikan Kapolres Labuhanbatu yang disampaikan oleh bapak Kapolsek. Mereka mengatakan bahwa penundaan itu adalah kebaikan dari pak Kapolres Labuhanbatu," kata Adi kepada KBR, Kamis (6/3/2025).

Adi mengatakan, meski penggusuran kembali ditunda, warga tetap membangun persatuan dan solidaritas internal di lapangan. Sebab, saat ini masih banyak aparat kepolisian yang berada di sekitar lahan.

"Sehingga menghindari upaya-upaya provokasi pecah belah yang kemungkinan besarnya dilakukan oleh para pihak terkait, salah satunya adalah kepolisian yang sampai hari ini terus berada di lapangan baik itu menggunakan pakaian dinas ataupun kemudian menggunakan pakaian biasa," imbuhnya.

Baca juga:

- Potensi Langgar HAM, Hentikan Penggusuran di Padang Halaban

Kasus sengketa agraria di Padang Halaban sudah berlangsung puluhan tahun. Wilayah ini telah diduduki dan ditempati warga sejak masa penjajahan Jepang. Namun, saat era Orde Baru, Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada Belanda, diambil alih PT SMART, anak usaha Sinar Mas Grup.

Anggota Komisi bidang Pertanahan DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mendorong pemerintah segera hadir menuntaskan masalah sengketa agraria di Perkebunan Padang Halaban. Ia meminta penuntasan itu berpedoman pada prinsip keadilan dan kemanusiaan.

"Pastikan masyarakat didengar, didengar, dan didengar pendapatnya, faktanya, kenyataannya. Keputusan pengadilan harus dilaksanakan dengan penuh adab dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan. Negara harus hadir, Pak Prabowo selalu bilang negara itu untuk rakyat. Dan karena itu para aparat perlu betul-betul memperlakukan masyarakat itu sebagai orang yang dimuliakan," ujar Mardani kepada KBR, Kamis, (6/3/2025).

Pada pemerintahan era Jokowi, terdapat 2.900-an konflik agraria dengan luas 6,3 juta hektare. Tercatat, ada 1,7 juta rumah tangga jadi korban.

Baca juga:

Reforma Agraria di 100 Hari Pemerintahan Prabowo, Ini Catatan KPA

Sementara di 100 hari lebih era pemerintahan Prabowo Subianto, sudah ada 63 konflik agraria yang muncul. Konflik terjadi di lahan seluas lebih dari 66 ribu hektare, dengan 10 ribuan keluarga terimbas.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam keras upaya penggusuran lahan petani oleh perusahaan kelapa sawit PT SMART di Perkebunan Padang Halaban.

Sekjen KPA, Dewi Kartika menyebut pemerintah abai dalam melihat konflik agraria yang terjadi di Padang Halaban.

"Sebenarnya posisi masyarakat itu sangat kuat. Karena sejak tahun 54 masyarakat ini sudah mengantongi surat bukti pendaftaran pendudukan tanah pasca zaman kemerdekaan. Jadi yang disayangkan adalah tentu perpanjangan dan pembaruan HGU, penerbitan HGU yang dilakukan oleh Kementerian Agraria Tata Ruang yang memberikan konsesi tersebut kepada PT Smart tanpa melihat kesejarahan penguasaan tanah dari petani Padang Halaban," ujar Dewi kepada KBR, Kamis, (6/3/2025).

Dewi menuntut komitmen pemerintah untuk memulihkan hak-hak petani Padang halaban. Sebab kata dia, mereka lah yang punya hak konstitusional sejak awal. Dewi juga meminta aparat keamanan menarik diri dan berhenti melakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat.

"Karena 83 hektar itu masih terlalu kecil, tapi kurang lebih 83 hektar sampai 100 hektar itu dikeluarkan dan dijadikan objek reforma agraria bagi petani Padang halaban yang selama ini mempunyai hak konstitusional. Jadi Menteri Agraria harus mencabut ini. Dan kemudian TNI Polri itu harus segera menarik pasukannya dari wilayah Padang halaban yang selama ini justru menjadi cara-cara intimidasi teror diskriminasi itu ternyata masih berjalan di masa sekarang," kata Dewi.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!