NASIONAL
Pakar Dorong Pemilu Serentak Ditata Ulang: Kompleksitasnya Luar Biasa
Kalau sekarang bukan pemilu serentak, tapi pemilu borongan karena semua diborong di satu hari yang sama.

KBR, Jakarta – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mendorong penataan ulang pemilu serentak. Dia menilai beban yang dipikul penyelenggara pemilu terlalu berat.
Ini menilik dari penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024, ketika pemilihan presiden (pilpres), DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota digelar 14 Februari, lalu dilanjutkan pilkada serentak pada 27 November.
"Dari sisi penyelenggaraan pemilu saya rasa kompleksitasnya luar biasa, karena di tahun 2024 kan semua pemilu ada di tahun 2024. Jadi 14 Februari tahun lalu kita pemilu lima kotak, kemudian 27 November ada pilkada serentak di 545 daerah, impitan tahapannya terasa sekali di teman-teman penyelenggara pemilu. Jadi jenis keserentakan ini yang perlu ditata," jelasnya dipantau via Youtube Rumah Pemilu, Rabu (5/3/2025).
Khoirunnisa mengatakan dari sisi konsep dan definisi, pemilu serentak itu menyerentakkan dua jenis pemilu berbeda yakni pemilihan eksekutif dan legislatif dalam hal ini DPR dan DPD.
"Jadi kalau menurut definisi tadi ya harusnya eksekutif dan legislatifnya yang digabungkan, jadi tidak semua jenis pemilu dikumpulkan pada satu hari yang sama. Kalau menurut Prof Ramlan Surbakti (praktisi pemilu) itu bukan pemilu serentak tapi pemilu borongan karena semua diborong di satu hari yang sama," jelasnya.
Melihat dari praktik yang dilakukan oleh negara yang mirip dengan Indonesia yang menerapkan sistem presidensiil dan multipartai, biasanya menyerentakkan eksekutif dan legislatifnya, lalu pilpres dan parlemennya.
"Dari sisi hasil kecenderungannya itu bisa lebih mengefektifkan pemerintahan," katanya.
Pemilu serentak diyakini menimbulkan coattail effect di mana keterpilihan calon presiden akan memengaruhi keterpilihan calon anggota legislatif.
Artinya, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya.
"Walaupun dalam konteks Indonesia hari ini rasanya beberapa kali pemilu ini presiden kita selalu mendapat dukungan mayoritas DPR," ujarnya.
Baca juga:
- Politik Uang Warnai Pilkada 2024, ICW Beberkan Modusnya
- Prabowo Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD, Netgrit: Ide Buruk!
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!