NASIONAL

Pajak Hiburan, Celios: Tidak Partisipasif dan Merugikan

"Justru yang sebaliknya terjadi bisa banyak pelaku usaha hiburan yang tutup."

AUTHOR / Heru Haetami

Tolak kenaikan pajak hiburan
tolak kenaikan pajak hiburan, artis/pengusaha karaoke Inul Daratista usai bertemu Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (22/01/24). (Antara)

KBR, Jakarta- Lembaga riset ekonomi dan kebijakan publik (Celios) menilai beleid pajak hiburan yang tinggi dalam Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) perlu dibatalkan. Direktur Utama Celios Bhima Yudhistira mengatakan, jika sektor hiburan pariwisata sudah diberikan pajak yang cukup tinggi, efeknya justru akan mendorong pengangguran di daerah terutama daerah yang basisnya adalah pariwisata.

"Kalau itu diusulkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor hiburan, justru yang sebaliknya terjadi bisa banyak pelaku usaha hiburan yang tutup. Sehingga pendapatan pajaknya jadi tidak optimal," kata Bhima kepada KBR, Selasa (23/1/2024).

Bhima menduga, pada waktu proses pembuatan UU HKPD, tidak dilakukan prosedur yang transparan, partisipatif, serta tidak menghitung dampak dari kebijakan pajak daerah untuk hiburan tertentu.

Kemudian dari sisi wisatawan, aturan tersebut dianggap tidak adil. Kata Bhima, kebijakan itu dikhawatirkan akan mengalihkan wisatawan ke negara lain untuk mendapatkan pajak hiburan yang lebih rendah dan kompetitif, dengan kualitas pariwisata yang lebih bagus. 

Baca juga:

Kata Direktur Utama Celios Bhima Yudhistira, masyarakat bisa menahan untuk membelanjakan uangnya di sektor hiburan.

"Jadi ini yang akan berdampak luas bagi banyak sektor usaha. Saya kira harus dipikirkan ulang dan solusi terbaik bukan dengan memberikan insentif, karena ada rencana insentif dari pemerintah pusat DTP ditanggung pemerintah pajaknya 10 persen untuk pajak sektor pariwisata. Tapi kan pemberlakuannya ada di daerah. Jadi yang terbaik adalah membatalkan undang-undang HKPD terutama yang berkaitan dengan pajak hiburan," ujarnya.

Bhima menambahkan, jika proses gugatan uji materiil yang dilakukan asosiasi pariwisata memakan waktu yang lama, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) bisa menjadi pilihan.

"(Perpu) untuk menganulir undang-undang HKPD, dengan alasan sektor pariwisata urgent untuk diberikan insentif. Bukan justru dipajaki secara tinggi, padahal baru selesai dari covid-19, masih dalam tahap pemulihan yang cukup panjang." ucapnya.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!