NASIONAL

Pelaku Usaha Jasa Hiburan Tolak Kenaikan Pajak

dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK)

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

pajak
Pemkot Mataram NTB menargetkan penerimaan pajak hotel pada tahun 2024 sebesar Rp26 miliar, Senin (8/12/2024). (FOTO: Antara/Ahmad Subaidi)

KBR, Jakarta- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai kenaikan pajak hiburan menjadi sebesar 40 hingga 75 persen memberatkan pelaku usaha jasa pariwisata dan hiburan.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran mengatakan, kondisi itu akan berdampak pada merosotnya jumlah konsumen dan dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK). Apalagi usaha hiburan masih belum pulih 100 persen pasca-pandemi COVID-19.

"Nah ini bisa mematikan, kenapa Karena enggak ada daya saingnya, harga semua meningkat. Lalu kalau kita perhatikan hiburan ini sangat dibutuhkan wisatawan dan itu juga merupakan labour intensive jadi banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam bisnis hiburan tersebut. Sekarang pertanyaan kita pemerintah menaikkan minimal pajak 40 persen dasarnya apa?" ucap Maulana kepada KBR, Jumat (12/1/2023).

Baca juga:

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran meminta pemerintah mengkaji ulang penerapan kenaikan pajak bagi usaha hiburan, atau menaikkan secara bertahap. Dia mengusulkan agar pemerintah memperketat pengawasan terhadap pelaku usaha yang belum taat pajak.

Dengan demikian, dia berharap pemasukan daerah dari pajak industri hiburan dapat meningkat.

“Padahal yang harusnya dilakukan pemerintah itu adalah memperluas wajib pajaknya, mungkin masih ada yang bandel belum bayar pajak, menerapkan wajib pungut, intinya ada pengawasan,” jelasnya.

Tidak mematikan usaha

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan pajak hiburan tidak akan mematikan usaha industri jasa hiburan. Kebijakan itu tertuang dalam Undang-Undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Sebaliknya, Sandi memastikan regulasi itu justru memberdayakan dan menyejahterakan pelaku usaha. Kata dia, pelaku usaha seperti spa akan tetap difasilitasi, dengan sejumlah program. Semisal program wellnes and sports tourism.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!