indeks
Menyoal Urgensi Perubahan Standar Garis Kemiskinan RI Sesuai Penghitungan Bank Dunia

"Revisi garis kemiskinan itu merupakan sebuah kewajiban sekarang ini bagi pemerintah, khususnya Badan Pusat Statistik (BPS),"

Penulis: Aura Antari

Editor: Resky Novianto

Google News
kemiskinan
Warga menyisir rambut anaknya di kawasan permukiman kumuh di Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (10/6/2025). Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar metode perhitungan tingkat kemiskinan Indonesia direvisi. Luhut menyebut anggotanya telah mulai mengevaluasi angka garis kemiskinan (GK). DEN siap memberikan laporannya kepada Presiden Prabowo Subianto.

Luhut mengatakan akan berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam evaluasi garis kemiskinan. Presiden Prabowo yang akan mengumumkan angka garis kemiskinan baru setelah menyetujui angkanya.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, revisi garis kemiskinan nasional mendesak untuk dilakukan karena metode yang digunakan saat ini sudah usang dan tidak lagi mencerminkan kondisi riil di masyarakat.

"Revisi garis kemiskinan itu merupakan sebuah kewajiban sekarang ini bagi pemerintah, khususnya Badan Pusat Statistik (BPS), karena metodologi dari BPS untuk menghitung garis kemiskinan itu sudah sangat lama tidak mengalami perubahan," ujar Bhima kepada KBR Media, Senin (18/6/2025).

Bhima mengatakan apabila tidak direvisi akan membuat banyak masyarakat miskin justru dikategorikan sebagai kelas menengah. Padahal, dengan perhitungan yang lebih adil, kelompok ini seharusnya berhak menerima berbagai bantuan sosial dan subsidi dari pemerintah.

"Banyak orang miskin yang dikategorikan masuk kelas menengah padahal mereka dengan garis kemiskinan yang lebih adil, yang lebih aktual mereka masuk sebagai orang-orang yang berhak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah, bantuan subsidi dari pemerintah juga," ungkapnya.

red
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. Foto: ANTARA


Bhima menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tertekan dan daya beli masyarakat melemah. Jika garis kemiskinan diperbarui, jumlah penduduk miskin secara statistik memang akan meningkat, namun hal ini justru memungkinkan bantuan sosial pemerintah lebih tepat sasaran. 

Ia menilai pemerintah harus mengumumkan garis kemiskinan baru dalam waktu maksimal dua bulan.

"Jadi ini semua harus segera dilakukan karena kondisi ekonomi sekarang sedang tertekan, daya belinya sedang melambat. Nah ini yang memang harus segera dilakukan seharusnya 2 bulan maksimal pemerintah harus bisa mengeluarkan garis kemiskinan yang baru," tuturnya.

Rilis Garis Kemiskinan yang digunakan Bank Dunia

Sebelumnya, World Bank mengubah metode penghitungan garis kemiskinan dari standar purchasing power parity (PPP) 2017 ke PPP 2021.

Setelah revisi ini, garis kemiskinan negara berpendapatan rendah naik dari US$ 2,15 jadi US$ 3 per orang per hari (sekitar Rp 546.400 per orang per bulan).

Sedang garis kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah naik dari semula US$ 3,65 menjadi US$ 4,2 per orang per hari (atau sekitar Rp 765.000 per orang per bulan).

Garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas termasuk Indonesia, naik dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,3 per orang per hari (Rp 1,51 juta per orang per bulan).

Sedang garis kemiskinan nasional yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS), yakni Rp 595.242 per kapita per bulan. Dengan rata-rata anggota rumah tangga miskin sebesar 4,71 orang, maka total pengeluaran minimum satu keluarga miskin mencapai Rp 2,8 juta per bulan.

red
Warga berjalan di dekat permukiman kumuh di Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (10/6/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir jumlah penduduk miskin di Indonesia turun sekitar 3,06 juta orang menjadi 25,22 juta orang pada Maret 2024 atau menurun 2,22 persen dibandingkan Maret 2014 yang berjumlah 28,28 juta orang. ANTARA FOTO/Putra M. Akbar

Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Menurut Bank Dunia

Per Juni 2025, Bank Dunia resmi mengubah standar paritas daya beli atau purchasing power parities (PPP) 2017 menjadi PPP 2021.

PPP merupakan alat ukur yang membandingkan biaya hidup antar negara. Sehingga, membandingkan banyak barang dan jasa yang bisa dibeli oleh satu dolar di berbagai negara setelah disesuaikan dengan tingkat harga lokal.

Perubahan itu membuat Indonesia yang sejak 2023 sudah termasuk UMIC, mengalami kenaikan garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 68,25 persen dari total penduduk pada 2024 atau 194,67 juta jiwa.

Dalam PPP 2021, terdapat tiga perubahan yaitu:

Pertama, standar tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 2,15 dollar AS menjadi 3 dollar AS per kapita per hari.

Kedua, tingkat kemiskinan lower middle income country (LMIC) dari 3,65 dollar AS menjadi 4,20 dollar AS per kapita per hari.

Ketiga, kenaikan garis kemiskinan bagi upper middle income country (UMIC), yaitu dari 6,85 dollar AS menjadi 8,30 dollar AS per kapita per hari.

red
Profil kemiskinan RI. Foto: bps.go.id

Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Menurut BPS

Data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa.

BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori (Kkal) per orang per hari, disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia. 

Sedangkan komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat.

Susenas dilaksanakan dua kali dalam setahun. Tahun 2024, bulan Maret dengan cakupan 345.000 rumah tangga di seluruh Indonesia, dan bulan September dengan cakupan 76.310 rumah tangga. 

Pengukuran dilakukan pada tingkat rumah tangga, bukan individu, karena pengeluaran dan konsumsi dalam kehidupan nyata umumnya terjadi secara kolektif.

red
Foto udara kawasan pesisir yang akan mengalami penataan di Pulau Pandan, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/6/2025). Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bekerjasama dengan Pemkot Kendari merencanakan penanganan kawasan kumuh khususnya wilayah pesisir di daerah itu dengan memfokuskan penataan yang mencakup rumah, penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), akses jalan, sanitasi, dan drainase. ANTARA FOTO/Andry Denisah


Beberapa Negara Sudah Revisi Standar Garis Kemiskinan, Salah Satunya Malaysia

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan sejumlah negara juga telah lebih dahulu melakukan revisi garis kemiskinan, salah satunya adalah Malaysia. 

Langkah tersebut membuat penyaluran bantuan sosial menjadi lebih tepat sasaran, efektif dan mencegah munculnya kelompok miskin baru.

"Banyak negara lain sudah lebih dulu melakukan revisi terhadap metode garis kemiskinan contohnya adalah Malaysia pada 2019, mereka melakukan revisi terhadap garis kemiskinan dan akhirnya bantuan-bantuan yang dilakukan Malaysia jauh lebih tepat sasaran terutama untuk mencegah bertambahnya orang miskin baru," jelas Bhima.

Pada tahun 2019, Bhima menuturkan pemerintah Malaysia mengklaim tingkat kemiskinan negaranya sebesar RM980 (Rp3,8 juta). Klaim ini mendapat kritik dari Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa Bangsa karena dinilai terlalu rendah.

"Menanggapi itu bersamaan dengan Covid-19, pada 2020 Malaysia menaikkan garis kemiskinan menjadi RM2.208 (Rp8,5 juta). Dengan standar baru, kepala keluarga yang memiliki pendapatan per bulan di bawah angka tersebut masuk dalam kategori miskin," jelasnya.

Hal ini menyebabkan lonjakan angka kemiskinan menjadi 8,4 persen. Namun dalam perkembangannya, program bansos pemerintah Malaysia seperti Bantuan Prihatin Nasional lebih tepat sasaran.

"Hasilnya pada 2024, tingkat kemiskinan resmi turun menjadi hanya 1,3 persen. Bukan karena garisnya diturunkan tetapi karena penerapannya menjadi tepat sasaran," tuturnya.

Baca juga:

Data Kemiskinan Indonesia Berbeda, Nasib Jutaan Rakyat Terancam

Bank Dunia
Garis Kemiskinan
Kemiskinan
BPS

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...