NASIONAL

Menunggu Tindakan Pemerintah Hapuskan Aksi Kekerasan di Sekolah

Kementerian Dalam Negeri meminta seluruh kepala daerah peduli dalam upaya mencegah kekerasan di sekolah, untuk menciptakan kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar.

AUTHOR / Hoirunnisa

kekerasan di sekolah
Ilustrasi. Seorang anak membawa poster saat peringatan Hari Anak Nasional di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (23/7/2023). (Foto: ANTARA/Didik Suhartono)

KBR, Jakarta - Lingkungan pendidikan belum ada jaminan 100 persen aman dari ancaman kekerasan terhadap siswa. Kekerasan di sekolah masih menjadi ancaman bagi anak. 

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, tahun lalu ada lebih dari 2 ribu kasus kekerasan pada anak. Kasus terbanyak adalah kejahatan seksual, disusul kekerasan fisik dan psikis hingga korban pornografi.

Kasus terbaru yang menjadi sorotan terjadi di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Seorang guru SMK menghukum siswanya dengan mencelupkan tangan siswa ke air panas hingga melepuh. Kasus itu kini ditangani kepolisian.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta semua pihak memperhatikan dan melindungi hak anak dari kekerasan.

"Oleh karena itu kita harus memastikan keluarga dan pengasuhan alternatif menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak. Begitu pula dunia pendidikan dan sekolah, seharusnya merupakan tempat yang menunjang bagi proses pembelajaran akademis, maupun perkembangan sosial, karakter, dan talenta anak," kata Ma'ruf dalam acara Anugerah KPAI 2023, Kamis (20/7/2023).

Kementerian Dalam Negeri juga meminta seluruh kepala daerah peduli dalam upaya mencegah kekerasan di sekolah, untuk menciptakan kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan para kepala daerah di 38 provinsi agar memulai pencegahan kekerasan di sekolah dengan gencar melakukan sosialisasi mengenai tanggung jawab mencegah kekerasan pada anak.

"Ada yang ditangani langsung oleh pusat, yang di daerah jauh lebih banyak lagi. SMA-SMA ada di bawah provinsi, SMP, SD, PAUD pada kabupaten/kota. Mereka harus kita alert, kita bangunkan, supaya masyarakat perlindungan kekerasan ini menjadi isu penting dan tanggung jawab kita semua, tanggung jawab mereka juga," kata Tito Karnavian dalam Webinar Merdeka Belajar Episode 25; Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Selasa, (8/8/2023).

Baca juga:


Permendikbud 2023

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi meluncurkan regulasi berupa Peraturan Menteri mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP.

Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengatakan Permendikbud tentang PPKSP tahun 2023 ini bakal melindungi siswa, guru, dan tenaga pendidik dari kekerasan di sekolah.

"Jadinya untuk klarifikasi, Permendikbud tahun 2015 itu diganti dengan Permendikbud 46 tahun 2023. Dalam beberapa dimensi, yang pertama yang sangat besar adalah sasarannya. Tadinya di Permendikbud 2025 itu kekerasan itu hanya untuk peserta didik, hanya untuk murid saja. Sekarang kita memperbesar ruang lingkup sasaran. Yang kedua, definisi besar sekali perubahannya. Sebelumnya, bentuk-bentuk kekerasan itu belum secara didefinisikan. Di dalam Permendikbudristek 46 ini sangat jelas dan sangat rinci," ujar Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar eps 25: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan di siaran YouTube Kemdikbud RI, Selasa (8/8/2023).

Permendikbudristek Nomor 46/2023 tentang penanganan kekerasan di satuan pendidikan juga mengatur rinci tugas tim penanganan kekerasan baik di satuan pendidikan maupun pemerintah daerah. Diharapkan aturan rinci ini bisa menghindari salah tafsir.

Di lain pihak, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong pemerintah membentuk Satuan Tugas atau Satgas Anti Kekerasan pada Anak.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan jumlah kasus kekerasan termasuk perundungan memang lebih sedikit dibanding kekerasan seksual. Namun, penanganan kasus perundungan kurang mendapat perhatian serius.

"Kami FSGI mendorong Permendikbud tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah, ya sekolah mengimplementasikan. Bikin satgas, satuan tugas anti kekerasan. Kalau sudah satgas terbentuk, harus ada SOP. SOP penanganan kasus ketika ada pelaporan. Lalu pengaduan itu jangan hanya ruangan, tetapi pengaduannya bisa online. Sehingga dalam pengaduan korban lebih berani dan leluasa mengadu," ujar Retno Listyarti kepada KBR, Jumat (7/7/2023).

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti juga mendorong sekolah menyediakan pendampingan psikolog untuk para korban kekerasan pada setiap sekolah sebagai langkah pemulihan bagi korban. Selain itu juga agar pelaku mendapat efek jera.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!