"Mengadili, satu menyatakan keberatan penasehat hukum terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak dapat diterima.
Penulis: Shafira Aurel
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan bekas Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika beralasan dalil yang diajukan kuasa hukum Tom Lembong tidak beralasan menurut hukum dan tidak dapat diterima.
Selain itu, hakim juga menegaskan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum telah memenuhi syarat formal dan materiil.
"Mengadili, satu menyatakan keberatan penasehat hukum terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak dapat diterima. Dua, menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk mengadili perkara nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jakarta Pusat," ujar Ketua Majelis Hakim Dennie, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
Dennie juga memerintahkan jaksa melanjutkan kasus ini ke tahap pembuktian dan menghadirkan saksi-saksi di persidangan.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong," katanya.
Baca juga:
- JPU Bantah Eksepsi Tom Lembong
- Anies Hadiri Sidang Perdana Kasus Dugaan Korupsi Tom Lembong
Sebelumnya, Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong disangkakan memperkaya orang lain dan membuat negara merugi hingga Rp578 miliar.
Jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016.
Tom juga didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan surat pengakuan impor/persetujuan impor gula mentah pada 2015-2016.
Tom disebut menerbitkan surat tersebut tanpa didasarkan rapat koordinasi antar kementerian.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.