NASIONAL

Kinerja Penegak Hukum, Masalah Tebang Pilih hingga Tidak Profesional

Pemerintah mengakui sektor hukum di Indonesia masih karut-marut. Karena itu, pemerintah membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Juni lalu.

AUTHOR / Heru Haetami, Ardhi Ridwansyah, Resky Novianto

penegak hukum, tebang pilih
Poster tuntutan keadilan kasus Kanjuruhan dibawa suporter Arema Miftahuddin Ramly di GBK, Jakarta, Senin (14/8/2023). (Foto: ANTARA/Aditya Pradana)

KBR, Jakarta - "Saya ingatkan kembali kepada aparat penegak hukum untuk memproses tindakan pidana tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih. Pemerintah tidak akan campur tangan terhadap penegakan hukum dan aparat penegak hukum harus profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku."

Pernyataan itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers di Istana Presiden, awal Februari 2023.

Presiden Jokowi mengingatkan agar penegak hukum menjunjung tinggi sikap profesional dalam bekerja. Lembaga penegak hukum yang diingatkan Jokowi antara lain Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.

Selama beberapa bulan ini sejumlah survei memperlihatkan tingkat kepuasan publik terhadap lembaga penegak hukum membaik. Terutama kepada Kejaksaan Agung yang kerap mengungkap kasus-kasus korupsi besar.

Presiden Joko Widodo meminta Kejaksaan Agung mempertahankan tingkat kepercayaan itu dengan melakukan transformasi menyeluruh dari tingkat pusat hingga daerah.

"Kepercayaan publik ini harus dipertahankan serta diperbaiki dengan kinerja yang semakin baik, dengan kerja-kerja yang sistematis dan terlembaga, dengan melakukan transformasi yang terencana, yang komprehensif dari pusat sampai ke daerah," ujar Presiden saat memimpin Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-63, Sabtu (22/07/2023).

Jokowi juga meminta jangan ada lagi aparat kejaksaan yang mempermainkan hukum. Pesan itu juga ditunjukkan pada lembaga penegak hukum lainnya.

Baca juga:

Tidak puas

Meski begitu, suara ketidakpuasan publik juga masih tinggi terhadap kinerja penegakan hukum.

Survei Litbang Kompas pada 27 Juli hingga 7 Agustus lalu menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam penegakan hukum, khususnya aspek pemberantasan suap dan jual-beli kasus hukum masih rendah.

Pada aspek ini tingkat kepuasan publik paling rendah dibandingkan aspek-aspek lainnya, seperti penuntasan kasus hukum, kasus kekerasan oleh aparat atau pelanggar HAM, jaminan perlakuan sama oleh aparatur hukum, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pemerintah mengakui sektor hukum di Indonesia masih karut-marut. Karena itu, pemerintah membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Juni lalu.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan kini tim sudah selesai bekerja dan sudah membuat 50 rekomendasi untuk diserahkan ke Presiden pada pertengahan September mendatang.

“Tadi sudah menyampaikan laporannya, yang masing-masing kalau dirata-ratakan menyampaikan kira-kira 12 butir sehingga hampir 50 butir rekomendasi disampaikan,” ucap Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan puluhan rekomendasi tersebut meliputi rekomendasi jangka pendek dan panjang. Rekomendasi jangka pendek meliputi reformasi hukum yang dapat segera diimplementasikan melalui aturan presiden dan menteri. Sedangkan lainnya harus diimplementasikan melalui pembuatan undang-undang.

Penegakan hukum di Indonesia berkali-kali mendapat sorotan dari DPR, khususnya dari partai oposisi. Politisi dari Partai Demokrat, Benny K Harman mengatakan salah satu yang memperlihatkan buruknya kinerja pemerintah adalah anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2022 lalu. Menurutnya, indeks persepsi korupsi akan terus merosot jika tidak ada perubahan signifikan.

"Menurut saya KPK yang dilakukan secara sistematis oleh oligarki yang dipimpin oleh Pak Jokowi, ditambah dengan penegakan hukum pemberantasan korupsi yang diskriminatif tebang pilih yang tidak tuntas. Kemudian juga politik penegakan hukum pemberantasan korupsi yang terkesan political happy seperti yang sekarang terjadi ini menjadi penyumbang terbesar terhadap rendahnya indeks korupsi di negara kita," ujar Benny saat dihubungi KBR, Rabu (1/2/2023).

Sorotan juga datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM. Salah satu poin pengaduan yang sering diterima Komnas HAM adalah ada indikasi aparat penegak hukum tidak profesional atau tidak sesuai prosedur.

Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengatakan dalam penegakan hukum, masih sering terjadi praktik tebang pilih, suap, hingga aparat yang menjadi pelanggar hukum. Hal ini bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. 

"Bisa jadi kasus semacam ini hanya sedikit, tapi persepsi masyarakat tersebut telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegakan hukum," kata Semendawai saat mengisi acara di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Minggu (27/8/2023),

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!