NASIONAL

Ketika KPU Disorot soal Eks Napi Korupsi jadi Caleg

Masyarakat berhak mengetahui rekam jejak para bakal calon anggota legislatif sebagai pertimbangan memilih saat hari pencoblosan nanti.

AUTHOR / Heru Haetami, Astri Septiani, Shafira Aurel

napi korupsi, caleg, KPU
Petugas melintas dekat tumpukan atribut partai yang ditertibkan Satpol PP di Depok, Jawa Barat, Kamis (6/7/2023). (Foto: ANTARA/Asprilla Dwi)

KBR, Jakarta - Pengumuman Daftar Calon Sementara atau DCS anggota legislatif untuk pemilu 2024 oleh KPU masih menuai polemik. Terutama karena DCS tidak memunculkan informasi latar belakang calon, termasuk jika ada calon yang bekas narapidana korupsi atau tindak pidana lainnya.

Belakangan, lembaga pemantau korupsi ICW menemukan ada belasan nama di DCS Pemilu 2024 merupakan bekas terpidana kasus korupsi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut KPU gagal menginformasikan ke publik daftar caleg yang memiliki riwayat tindak pidana korupsi.

"Akan jauh lebih baik jika itu diinformasikan kepada pemilih. Karena pada dasarnya pemilih memiliki hak untuk mengetahui rekam jejak para bakal calon anggota legislatif. Sehingga hal itu akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat apakah akan memilih mereka atau tidak," kata Kurnia kepada KBR, Senin (28/8/2023).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut KPU juga belum memenuhi kewajiban atas keterbukaan informasi terkait riwayat hidup para caleg.

ICW mendorong KPU segera membuka berkas dan mengumumkan kepada masyarakat caleg yang pernah menjadi terpidana korupsi. Apalagi, masyarakat berhak mengetahui rekam jejak para bakal calon anggota legislatif sebagai pertimbangan memilih saat hari pencoblosan nanti.

Badan Pengawas Pemilihan Umum RI saat ini bakal mengecek data bekas narapidana kasus korupsi yang masuk DCS Pemilu.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pengecekan itu untuk memastikan apakah eks narapidana yang menjadi calon memenuhi syarat atau tidak.

"Nanti kita cek apakah sudah jeda waktu 5 tahun atau bukan," kata Rahmat kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/08/2023). "Nanti tunggu KPU, pengumuman DCS-nya. Kan sudah mulai keluar," katanya.

Baca juga:


Di pihak lain, Komisi Pemilihan Umum KPU RI mengklaim tidak menutupi rekam jejak para calon legislatif bekas narapidana korupsi.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik mengatakan KPU telah melakukan tugas dan fungsi sesuai aturan dan tidak ada unsur menutupi data informasi caleg. Idham juga mengklaim telah merilis daftar 52 eks narapidana korupsi yang maju pada pemilu mendatang.

"Ya tentunya apa yang disampaikan oleh ICW berkenaan dengan mantan terpidana korupsi KPU juga sudah diundangkan oleh KPU dalam peraturan KPU. Dan semua caleg dalam DCS yang sebanyak 52 orang ya yang ancaman pidananya 5 tahun atau lebih itu sudah melakukan pengumuman secara terbuka. Dan kemarin KPU telah merilis 52 caleg yang terkategori dalam putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Idham, Kepada KBR, Selasa (29/8/2023).

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik meminta masyarakat berperan aktif mencari sendiri informasi terkait calon legislatif.

Sebelumnya, pada Juni lalu, kalangan masyarakat sipil sudah menggugat peraturan KPU ke Mahkamah Agung. Aturan yang digugat itu adalah PKPU Nomor 10 dan 11 tahun 2023 yang memungkinkan bekas narapidana korupsi mendaftar lebih cepat sebagai calon anggota legislatif atau tanpa harus melewati masa jeda lima tahun.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut aturan KPU itu melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.

"Koalisi masyarakat sipil kawal pemilu bersih yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, ada Perludem dan kemudian ada dua orang pemohon lagi dan dua-duanya adalah eks komisioner KPK, ada satu bapak Abraham Samad, kemudian Pak Saut Situmorang yang akan mendatangi Mahkamah Agung Untuk mengantarkan berkas uji materi PKPU 10 dan PKPU 11 tahun 2023," kata dia saat konferensi pers daring (11/06/23).

Gugatan diajukan sejumlah pihak mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih. Di antaranya ICW, Perludem dan sejumlah penggugat perseorangan. Koalisi menilai aturan KPU itu justru memberi panggung bagi bekas narapidana korupsi, dan mengabaikan hak konstitusi masyarakat untuk mendapat calon-calon yang berintegritas.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!