NASIONAL

Jelang Masa Kampanye, Pengawasan Pemilu Dinilai Masih Lemah

Julius Ibrani mengatakan, jajaran pemerintah bakal sulit untuk netral saat pihak petahana ikut kontestasi

AUTHOR / Hoirunnisa

pemilu
Ilustrasi Kirab Pemilu Tahun 2024 di Yogyakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

KBR, Jakarta- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis menilai salah satu isu kerawanan pada masa kampanye yaitu netralitas pemerintah. Tahapan kampanye Pemilu akan dilakukan 28 November sampai 10 Februari 2024.

Perwakilan Koalisi sekaligus Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan, jajaran pemerintah maupun lembaga pengawas pemilu bakal sulit untuk netral saat pihak petahana ikut kontestasi. Sebab, kata dia, ada relasi kuasa dengan Presiden Joko Widodo. Putra sulung kepala negara, Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. 

"Saya merujuk Pemilu 2019, ketika Presiden Joko Widodo maju dalam kontestasi Pilpres, untuk kedua kalinya, dia penguasa infrastruktur negara, dia pemegang kekuasaan tertinggi kepala pemerintahan, kepala negara. Saat itu banyak betul kecurangan, kejanggalan dibantu oleh instansi negara dan segala macamnya, kementerian-kementerian menjadi tempat rapat, sehingga teman-teman Perludem mencatat ada pelanggaran tiga ribu lebih ketika itu," ucap Julius kepada KBR, Rabu, (22/11/2023).

Julius Ibrani mengatakan, dampak keberpihakan ini yaitu tidak percayanya masyarakat terhadap lembaga pengawas pemilu dan hasil pemilu. Selain itu, kepercayaan publik juga menurun kepada instansi penegak hukum maupun aparatur negara.

"Kepercayaan masyarakat terhadap pengawasan, pertama ketika tidak ada satupun infrastruktur negara ataupun pejabat negara yang ikut dalam politik pilpres. Selama itu masih ada maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pengawasan. Yang kedua, pengawasan yang dilakukan masyarakat, ini akan berdampak pada sikap masyarakat kedepan. Yaitu civil disobedience, masyarakat tidak akan percaya kepada aparatur negara, masyarakat tidak akan percaya lagi pada hukum dan instansi penegak hukum. Masyarakat tidak akan percaya pada pemilu dan hasil pemilu," ujar Julius.

Baca juga:

Julius Ibrani mendesak kepala negara mundur untuk menghindari adanya konflik kepentingan, serta demi penyelenggaraan pemilu yang adil. Ia juga meminta Bawaslu untuk memaksimalkan perannya untuk memitigasi kecurangan pemilu.

"Pilihannya cuman dua, presidennya mundur atau anaknya tidak mencalonkan diri, karena distraksinya di situ, di relasi kuasa. Jadi bukan soal mendukung sana, tidak, 2019 begini kok sama itu faktornya. Jadi Bawaslu sekarang kan, orang-orang sudah ribut, Bawaslunya kemana? Bawaslu juga mendadak kehilangan etika, padahal Bawaslu punya tanggung jawab di tiga level. Satu etik, dua administrasi, tiga penindakan terhadap pelanggaran. Nah ini dia etiknya hilang," ucapnya.

"Ini mengingatkan kita pada Mahkamah Konstitusi ya dengan demikian kesimpulannya akibat relasi kuasa ini semua perangkat penyelenggaraan pemilu dan Mahkamah Konstitusi kehilangan etiknya sama, atas perintah dan kepentingan orang yang sama, Presiden Jokowi," sambungnya.

Strategi Pengawasan Pemilu

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengeklaim, sudah menyiapkan strategi pencegahan pelanggaran dan penguatan pengawasan tahapan kampanye pemilu. 

Anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi mengatakan, pada tahapan ini, fokus pengawasan antara lain memastikan kampanye sesuai prosedur, mekanisme dan tata cara sesuai dengan regulasi.

Selain itu, lembaga pengawas pemilu memastikan kampanye peserta pemilu sesuai jadwal yang ditetapkan.

"Paradigma pengawasan yang dijalankan Bawaslu dalam mengawasi tahapan kampanye lebih mengutamakan pencegahan, namun dalam taraf tertentu akan memberikan penindakan manakala pelaksanaan kampanye tidak sesuai dengan PKPU 15 tahun 2023 dan Undang-Undang 7 tahun 2017. Dalam pelaksanaan pengawasan kampanye, Bawaslu telah memetakan potensi kerawanan berdasarkan IKP yang telah diluncurkan," ucap Puadi kepada KBR, Rabu, (22/11/2023).

Anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi menambahkan, pengawasan ini akan diperkuat dengan melibatkan kementerian maupun lembaga lain. Semisal Kementerian Komunikasi, dan Informatika untuk mengawasi kampanye di media sosial.

"Dan dengan pihak Polri dan Kejaksaan yang tergabung dalam sentra gakkumdu dan menangani dugaan pelanggaran kampanye yang berkonsekuensi pidana," sambungnya.

Puadi menyebut, salah satu hambatan dalam penguatan pengawasan kampanye pemilu yaitu terbatasnya sumber daya manusia di lembaganya. Padahal, kata dia, anggota Bawaslu dituntut untuk mengawasi teritorial yang luas.

Selain itu, dia menilai ada hambatan normatif akibat regulasi kampanye yang tidak menjangkau semua modus pelanggaran kampanye.

"Untuk memitigasi berbagai hambatan tersebut, Bawaslu memperluas cakupan pengawasan kampanye, dengan melibatkan partisipasi publik melalui pengawasan partisipatif. Dan hal tersebut juga sudah dilakukan bahwa secara terencana dan sistematis ya, dengan melibatkan masyarakat sipil, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan mahasiswa. Kemudian kaum perempuan dan disabilitas melalui kampanye pemilu inklusi dan ramah disabilitas," jelas Puadi.

Baca juga:

Lebih jauh, Puadi menyebut lembaganya juga terus menggencarkan pendidikan politik kepada masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam mewujudkan kampanye yang sehat dan berkualitas. Antara lain melalui program "Kampung Antipolitik Uang" dan "Kampung Pengawasan".

"Dalam melakukan pengawasan kampanye, Bawaslu juga telah menyusun sistem pengawasan kampanye yang dijadikan sebagai pegangan dan panduan bagi pengawas dalam merekam hasil pengawasan kampanye pemilu, sebagai bentuk akuntabilitas pengawas pemilu terhadap integritas pemilu," imbuhnya.

Bawaslu berkomitmen untuk menangani laporan dugaan pelanggaran pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Perbawaslu 7 tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum. Kata Puadi, setiap laporan akan dibuat kajian awal untuk menentukan status apakah laporan itu memenuhi syarat formil dan materiil, serta menentukan jenis pelanggarannya.

"Bawaslu hanya akan menangani sepanjang terkait dugaan pelanggaran pemilu yaitu pelanggaran terhadap ketentuan kampanye yang diatur dalam Undang-Undang 7 tahun 2017 dan peraturan KPU," kata Puadi.

Puadi memerinci, kerawanan pelanggaran pemilu pada masa kampanye antara lain pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye di tempat terlarang seperti fasilitas pendidikan, fasilitas pemerintah dan fasilitas ibadah. Lalu kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan. Kemudian kampanye tanpa izin cuti kampanye dan isu krusial lainnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!