NASIONAL

Bawaslu Usut Dugaan Pelanggaran Netralitas oleh Asosiasi Kades

"Kita teliti laporan dari pengawas yang ada di lapangan,"

AUTHOR / Astri Septiani, Muhammad Rifandi

bawaslu
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kedua kanan) memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin (20/11/2023). (FOTO: Anatara/Hafidz Mubarak A/tom).

KBR, Jakarta- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memastikan akan mengusut dugaan pelanggaran netralitas oleh delapan asosiasi kepala desa yang tergabung dalam “Desa Bersatu” terhadap Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, kemarin di Kompleks Gelora Bung Karno. Antara lain Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), dan Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI).

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, salah satu yang didalami yaitu ada atau tidaknya ajakan untuk mendukung pasangan capres cawapres yang tengah berkontestasi pada pemilu ini.

"Teman-teman banyak loh 'engga ada Bawaslu' kata siapa enggak ada? Ini videonya ada. Kami ada di situ. Pertama di sana ada ajakan enggak? Laporan dari pengawas yang ada, tidak ada ajakan. Baru ya. Tapi kita lihat nanti video yang ada kita baca nanti dan kita teliti laporan dari pengawas yang ada di lapangan pada saat itu," kata Bagja kepada wartawan di Kompleks DPR RI (20/11/23).

Rahmat Bagja mengingatkan ada larangan bagi kepala desa dan aparatnya terlibat dalam politik praktis pada Pemilu 2024, termasuk menjadi tim kampanye. Ia menegaskan, sanksi terberat bagi pelanggaran peraturan kampanye yaitu dipidana dan diskualifikasi peserta pemilu.

"Ingat, larangan kampanye Pasal 280. Kampanye ya, sekarang belum kampanye atau tidak? Belum kan? Jadi harus hati-hati, ketika masuk masa kampanye, maka tindaknya adalah dugaan. Misal dugaan tindak pidana pemilu karena masuk larangan kampanye. Kalau terberat, semua bisa diskualifikasi, kalau larangan kampanye ya. Tim kampanye, tim yang ditunjuk melakukan itu maka kena tindak pidana, jika ada terbukti terhadap caleg melakukan itu, dan buktinya maka calegnya bisa diskualifikasi. Demikian juga capres," kata dia

Pengaruh besar

Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan menilai, kepala desa dan jajarannya mempunyai pengaruh besar untuk memengaruhi arah dukungan masyarakat desa. Ia beralasan, para kepala desa terhubung langsung dengan konstituen pemilih di akar rumput.

"Dan kita tahu masyarakat desa itu terbatas tingkat pendidikannya dan sifat feodalisme masih kuat di desa itu. Sehingga, kata pak kades monggo kerso, ikut saja pak kades. Yang kedua, pak kades ini punya kewenangan dan sumber daya, yaitu misalnya bansos kan lewat pak kades semua disalurkan," ucap Djohermansyah.

"Nah nanti dengan saluran itu kepada masyarakat, kades dan perangkat desa akan ditengarai dia, lalu nitip-nitip kepada penerima bansos untuk memilih begitu. Itukan membuat terganggunya suatu pemikiran yang jujur dan adil,” sambungnya.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mendorong pemerintah menindak tegas dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran netralitas pemilu oleh kepala desa. Kata dia, peraturan ini sudah termaktub dalam Undang-Undang Desa, Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

Baca juga:

"Jadi pemerintah dalam hal ini pembina pemerintahan desa itu kan Kemendagri. Lalu, Kementerian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dua-duanya itu harusnya memberi teguran dan peringatan kepada kepala desa untuk mewanti-wanti jangan diulangi lagi, harus dilarang lah, dicegah supaya tidak terulang lagi. Kalau di undang-undang kan pidana kalau pada masa kampanye, kalau bukan pada masa kampanye kan pelanggaran etika," jelasnya.

Djohermansyah menyebut, pelanggaran netralitas yang terjadi pada masa kampanye bisa dipidana oleh Bawaslu. Namun, jika pelanggaran itu terjadi sebelum masa kampanye, maka kewenangan untuk memberikan sanksi ada pada pemerintah. 

"Kalau pada masa kampanye itu enggak boleh kan bisa langsung dijadikan pidana pemilu. Sekarang kan dia melakukannya belum pada masa kampanye kan. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberi peringatan dan teguran keras kepada asosiasi perangkat desa,” imbuhnya.

Menurut Djohermansyah, kepala desa yang terbukti menguntungkan atau merugikan salah satu pihak peserta pilpres, harus dijerat sanksi tegas. Sebab, keberpihakan pimpinan desa itu akan membentuk polarisasi masyarakat atau pembelahan sosial.

Selain itu, kata dia, tindakan keberpihakan itu akan membuat kepala desa tidak fokus dalam menyelenggarakan pelayanan publik, termasuk mengelola dana desa.

“Akhirnya pemerintahan desa menjadi tidak mengurusi kepentingan penyelenggaraan urusan desa, dia sudah main politik nih. Jadi, dia mengurus politik padahal enggak boleh kan, dia urus urusan pelayanan publik yang baik di desa, mengelola dana desa dengan baik, pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa. Yang kedua, kepada masyarakat desa, timbulah perpecahan nanti di masyarakat desa,” tutur Djohan.

Sebelumnya, asosiasi kepala desa “Desa Bersatu” mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming pada Pilpres 2024. Pada surat undangan acara tersebut, jumlah peserta undangan mencapai 40 ribu orang yang terdiri dari pengurus dan anggota organisasi desa. Surat itu juga menginformasikan acara tersebut merupakan deklarasi nasional desa bersatu menuju Indonesia maju, dukungan kepada Prabowo capres dan Gibran wapres 2024-2029 dan konsolidasi nasional rebut suara desa 2024.

Indikasi keberpihakan kepala desa juga menguat lantaran asosiasi itu hanya mengundang pasangan nomor urut dua yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIB).

Koordinator Nasional Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas membantah pertemuan para kepala desa itu sebagai bentuk kampanye dan deklarasi dukungan kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Tidak juga. ini kan bukan mobilisasi. Ini acara tahunan kita. Jadi kan ada kesan ini (berpihak) tidak seperti itu.Ini acara tahunan tapi karena ini menjelang 2024 kita ingin jadikan momentum dalam rangka konsolidasi siapa yang paling benar-benar peduli terhadap pembangunan desa kedepan," ucap Asri Anas kepada wartawan, Minggu, (20/11/2023)

Menurutnya, ada empat poin penting yang diharapkan bisa diakomodasi capres cawapres pada Pilpres 2024. Salah satunya, reformasi tata kelola desa dan kenaikan dana desa menjadi lima miliar rupiah. Namun, hanya pasangan Prabowo-Gibran yang dinilai mau merespons tuntutan itu. Oleh karena itu, dia tidak menepis anggapan ada dukungan tersirat kepada paslon itu.

“Kan gini seluruh calon ini kan kami tahu dan kami berinteraksi dengan Mas Anies, kita berinteraksi, dengan mas Ganjar kita berinteraksi, kan gitu. Dan artinya standarnya ada, standar ukurannya ada ya, salah satunya adalah membangun komitmen (empat poin, red) itu. Jadi tidak penting untuk menghadirkan semua, yang kita butuhkan adalah siapa yang mengakomodir. Dalam pandangan kami, rasanya Bapak Prabowo dan Mas Gibran yang mau mengakomodir," ucapnya kepada wartawan, Minggu, (19/11/2023).

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!