NASIONAL

Istana Bantah Presiden Pernah Minta KPK Hentikan Kasus Setya Novanto

"Presiden menegaskan agar Bapak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK

AUTHOR / Heru Haetami

Jokowi minta kasus Setya Novanto dihentikan
Terdakwa korupsi E-KTP Setya Novanto saat sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/04/18). (Antara/Sigid Kurniawan)

KBR, Jakarta - Istana merespon pernyataan eks-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo soal permintaan Presiden Joko Widodo menghentikan proses hukum kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyebut proses itu berjalan di KPK hingga Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka.

"Seperti yang kita ketahui bersama pada tahun 2017 berjalan dengan baik. Dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu. Dan pernyataan resmi dari bapak presiden tanggal 17 November 2017, bahwa presiden menegaskan agar Bapak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK, dan bapak presiden yakin bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik," kata Ari kepada awak media, Jumat (1/12/2023).

Ari Dwipayana juga membantah agenda pertemuan Agus dengan Presiden Joko Widodo.

"Tidak ada agenda saat itu dengan bapak presiden," katanya.


Baca juga:

Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo hadir di acara perbicangan Rosi di Kompas TV. Kepada Rosianna Silalahi, Agus bersaksi pernah dipanggil sendirian ke istana. 

Kata dia, saat itu presiden didampingi Mensesneg Pratikno.

"Begitu saya masuk presiden sudah marah. Hentikan!. Yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk saya baru tahu yang diminta hentikan kasusnya Pak Setya Novanto supaya tidak diteruskan," ujar Agus.

Agus lantas menjelaskan kalau tiga minggu sebelumnya telah mengeluarkan Surat Perintah  Penyidikan (Sprindik).  Kata dia, karena KPK tidak punya kewenangan menghentikan penyidikan, dia tidak dapat membatalkan Sprindik tersebut.

Dalam kasus E-KTP, pada 24 April 2018, bekas Ketua DPR Setya Novanto itu dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Pengadilan Tipikor memvonis   15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!