NASIONAL

Ekonom: Keberpihakan Jokowi di Pemilu Bisa Bikin Gerah Investor

Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto menilai pernyataan presiden berpotensi menimbulkan ketidakpastian pertumbuhan ekonomi.

AUTHOR / Hoirunnisa

Ekonom: Keberpihakan Jokowi di Pemilu Bisa Bikin Gerah Investor
Presiden Joko Widodo di acara Matur Nuwun Pak Jokowi di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (27/12/2023). (Foto: ANTARA/Budi Candra Setya)

KBR, Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai kepala negara boleh memihak dan berkampanye sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara mendapat sorotan banyak pihak. 

Jokowi mengeklaim, tindakan itu dibolehkan karena presiden maupun menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

"Ini kan hak demokrasi hak politik setiap orang, setiap menteri sama saja yang paling penting presiden itu boleh kampanye presiden itu boleh memihak, tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh kampanye, wong kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa berpolitik nggak boleh, menteri boleh. Yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara itu aja. Semua itu pegangannya aturan, aturannya boleh, ya, silakan," ujar Jokowi di Lanud Halim PK, Jakarta Timur, Rabu, (24/1/2024).

Presiden Joko Widodo mengatakan kepala negara boleh berkampanye asalkan mengajukan cuti kerja. Selain itu, aturan yang ada pun hanya melarang presiden menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.

“Kalau aturannya tidak boleh, jelas itu jangan. Loh, presiden tidak boleh berkampanye? Boleh memihak juga boleh, tapi dilakukan atau tidak dilakukan itu terserah individu masing-masing. Boleh saja saya kampanye, tapi harus cuti dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” imbuhnya. 

Pernyataan ini menuai pro kontra di tengah masyarakat. Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mempertanyakan netralitas Presiden Jokowi setelah menyatakan pernyataan tersebut.

"Apa disampaikan oleh Jokowi, ya aturannya seperti itu. Yang dipermasalahkan oleh kita semua adalah bahwa Jokowi harus netral, bahwa Jokowi harus berjiwa negarawan. Artinya berjiwa negarawan itu ketika posisinya sebagai presiden, ya, kepentingannya untuk kepentingan masyarakat bangsa negara," kata Ujang kepada KBR, Rabu, (24/1/2024).

Menurut Ujang, pernyataan dan sikap Jokowi juga sangat merusak netralitas presiden.

“Dalam konteks itu, saya melihat, Jokowi punya celah, bahwa dibolehkan oleh undang-undang berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara, kan di situ celahnya.”

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, presiden memang bisa berkampanye asalkan cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara. Namun, Bivitri mengatakan aturan dalam Undang-undang Pemilu banyak yang kontradiktif.

“Saya kira Pak Jokowi mengutipnya itu hanya satu pasal. Memang Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu banyak yang kontradiktif, karena yang membuat adalah DPR yang artinya partai-partai politik yang punya kepentingan. Karena Pak Jokowi mengacu pada soal tidak menggunakan fasilitas. Padahal ada pasal-pasal lainnya yang secara prinsip bilang presiden dan pejabat negara lainnya tidak boleh menguntungkan kandidat politik tertentu dalam kampanye. Ada ancaman pidananya,” kata Bivitri Susanti kepada KBR, Rabu, (24/1/2024).

Baca juga:


Dampak pada ekonomi

Kekhawatiran juga disampaikan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) atas pernyataan presiden. Ikappi khawatir, hal itu akan berdampak pada stabilitas harga bahan pangan.

Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan mengungkapkan, saat ini tren harga bahan pokok di pasar masih terus tinggi.

"Tambah lagi dengan pernyataan Pak presiden bahwa presiden boleh berkampanye, ini membuat kekhawatiran ini membuat ketidakpastian baik di sisi hulu ada produksi dan sebagainya, kemudian di hilir ini ada pelaku usaha, ada pedagang pasar, ada UMKM dan lain sebagainya," kata Reynaldi kepada KBR, Rabu, (24/1/2024).

Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan menambahkan, pernyataan presiden juga membuktikan bahwa pemerintah hanya fokus agenda politik, dibandingkan memikirkan kesejahteraan masyarakat.

“Kekhawatiran ini yang menjadikan karena ada ketidakpastian, pemerintahannya fokus pada agenda politiknya. Namun, abai terhadap agenda ekonomi yang hari ini masyarakat menggantungkan nasibnya di beras.”

Tak hanya dari sisi pangan, menurut Wakil Direktur Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef), Eko Listiyanto, pernyataan presiden berpotensi menimbulkan ketidakpastian pertumbuhan ekonomi.

Ia khawatir, ketidaknetralan presiden bisa membuat gerah investor, sehingga mereka bisa saja menunda atau membatalkan investasinya.

"Kalau kemudian presiden sampai boleh kampanye, ya, apalagi memihak salah satu paslon. Nah, ini akan sangat merugikan bagi trust masyarakat internasional, terutama investor asing ya kepada ekonomi Indonesia. Kenapa? karena mereka itu sangat menghargai aspek-aspek fairness ya dalam banyak aspek ya tata kelola, good governance. Punishment bisa saja terjadi kalau kemudian itu dilakukan. Dan itu akan sangat berdampak ya pada perekonomian, dampak langsungnya itu ke sektor keuangan ya harga saham, rupiah," ujar Eko, kepada KBR, Rabu, (24/1/2024).

Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto juga mengingatkan, tindakan memihak dan ikut berkampanye sejumlah menteri hingga kepala negara bisa berdampak pada melambatnya kinerja pemerintah, termasuk pada upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!