NASIONAL
DPR Pertanyakan Anggaran Dan Perkembangan Food Estate
Program lumbung pangan banyak mangkrak, DPR pertanyakan keberlanjutannya
AUTHOR / Resky Novianto
KBR, Jakarta- Anggota Komisi Bidang Pertahanan DPR, Sukamta mempertanyakan jumlah anggaran dan perkembangan proyek lumbung pangan atau food estate yang tengah dijalankan pemerintah.
Menurut Sukamta, banyak masyarakat yang mempertanyakan penggunaan anggaran food estate kepada Komisinya. Karena itu, Sukamta meminta kementerian pertahanan sebagai leading sektor food estate bisa segera merespons hal tersebut.
"Itu ditanyakan dan kami tidak bisa menjawab, karena tidak ada paparan secara agak lebih rinci dan apalagi memang di sini kalau soal food estate memang tidak ada gambarannya. Di Paparan tidak ada soal food estate dan kami ingin tahu apakah memang sudah tidak ada anggarannya, karena di tahun 2021 ada arahan presiden," ujar Sukamta dalam Raker di Komisi I dengan Wamenhan dan Panglima TNI, Senin (5/9/2022).
Anggota Fraksi PKS, Sukamta mengatakan, transparansi anggaran terkait food estate diperlukan. Sebab, publik ingin mengetahui perkembangan dan hasil dari program andalan pemerintah untuk ketahanan pangan itu.
"Apakah ini anggarannya di Kemhan? Kalau itu ada di Kemhan, dimana lokasinya? Apakah di profesionalisme dan kesejahteraan prajurit? karena menanam pangan pasti bukan di alutsista. Kita ingin tahu perkembangan food estate yang cukup besar juga nilainya dan juga jadi isu di masyarakat," tuturnya.
Baca juga:
Jokowi Targetkan Lumbung Pangan Mangga di Gresik Tembus Pasar Global
DPR: Food Estate Belum Berhasil Atasi Persoalan Pangan di Indonesia
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai salah satu proyek food estate di Kalimantan Tengah terbengkalai. Hal tersebut menambah panjang daftar kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah Joko Widodo.
Pasalnya, program food estate secara historis sejak masa Presiden Soeharto, tak pernah menorehkan prestasi. Dengan begitu, menurut Walhi, kegagalan lumbung pangan di Kalteng merupakan bukti pemerintah tidak belajar dari pengalaman.
Hal itu disampaikan Pengkampanye Hutan dan Kebun WALHI Uli Arta Siagian, merespons tanaman singkong di lahan seluas 600 hektare di Gunung Mas, Desa Tewai Baru, Provinsi Kalimantan Tengah tidak terurus.
Editor: Dwi Reinjani
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!