NASIONAL

Diskresi Kemendikbud, PTM 50 Persen Apa Cukup?

Pemerintah memberlakukan diskresi membolehkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dibatasi 50 persen di daerah PPKM level 2 jika terjadi peningkatan kasus COVID-19.

AUTHOR / Astri Yuanasari

PTM
Seorang guru mengajar secara daring di SMA Negeri 2 Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (31/1/2022). (Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani)

KBR, Jakarta - Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi akhirnya mengeluarkan diskresi atau keputusan darurat mengenai Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Dalam surat yang dikeluarkan 2 Februari 2022, Kementerian Pendidikan membolehkan sekolah-sekolah yang berada di daerah PPKM level 2 untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka terbatas hingga 50 persen. Keputusan berlaku Kamis (3/2/2022).

Berbeda dengan kegiatan belajar mengajar di daerah PPKM level 1, level 3 dan level 4, tetap mengikuti aturan keputusan bersama 4 Menteri.

Sekjen Kementerian Pendidikan Suharti mengatakan kebijakan itu diambil untuk menjauhkan anak-anak dari risiko tertular COVID-19.

Ia mengatakan kebijakan itu diambil bersama Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri.

"Dengan berbagai pertimbangan, mulai hari ini, daerah-daerah PPKM level 2 disetujui untuk dilakukan diskresi untuk menyesuaikan PTM terbatas dari kapasitas 100 persen menjadi 50 persen. Penekanan pada kata dapat. Artinya, daerah dengan PPKM level 2 yang siap melaksanakan PTM terbatas sesuai SKB 4 Menteri dan tingkat penyebaran COVID-19 yang terkendali, maka sekolah-sekolah tetap dapat melaksanakan PTM terbatas dengan kapasitas 100 persen," kata Suharti dalam kanal Youtube Kemendikbud, Kamis (3/2/2022).

Baca juga:

Suharti mengatakan pembelajaran tatap muka terbatas tetap harus diikuti dengan protokol kesehatan ketat. Sedangkan orang tua tetap diberi pilihan untuk mengizinkan anak mengikuti PTM terbatas atau pembelajaran jarak jauh, untuk semua level PPKM.

"Kami juga mendorong pemerintah daerah melakukan percepatan vaksinasi COVID-19 bagi pendidik, tenaga pendidikan dan peserta didik. Dengan tingkat vaksinasi yang semakin tinggi, risiko penularan COVID-19 bisa diperkecil," kata Suharti.

Keputusan Kemendikbud itu diambil, menyikapi kasus positif Covid-19 di Indonesia melonjak dalam sebulan terakhir.

Ledakan kasus

Kasus penularan COVID-19 di Indonesia kembali meledak. Pada awal Februari ini, kasus positif aktif COVID-19 mencapai 27 ribu kasus. Jumlah itu meningkat drastis dibanding awal Januari lalu yang hanya 4 ribu kasus aktif. Jakarta menjadi penyumbang terbanyak hingga sepertiga dari total kasus aktif.

Berbagai pihak mendesak pemerintah mengevaluasi proses pembelajaran tatap muka 100 persen, terutama di Jakarta, demi keselamatan para siswa. Sekolah tatap muka berpotensi memperbesar peluang penularan COVID-19 pada anak didik. Permintaan evaluasi juga muncul dari Presiden Joko Widodo.

Keputusan Kemendikbud ini seperti menjawab permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies sebelumnya meminta agar Menko Maritim Luhut Panjaitan agar diizinkan menghentikan PTM 100 persen selama sebulan.

"Tadi siang saya berkomunikasi dengan pak Luhut binsar pandjaitan sebagai ketua satgas Covid jawa-bali mengusulkan agar PTM di jakarta ditiadakan. proses pembelajaran dilakukan secara jarak jauh selama satu bulan ke depan. Ini sedang dibahas, nanti kita akan mendengar hasilnya. Karena keputusannya adalah melalui keputusan pemerintah pusat lewat PPKM tadi. Lewat SKB 4 menteri. Ini berbeda ketika era PSBB, " kata Anies, Rabu (2/2/2022).

Namun permintaan penghentian PTM 100 persen ditolak Menteri Luhut.

Baca juga:

Kalangan ahli berpendapat semestinya pembelajaran tatap muka dihentikan sementara saat ini. Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan penularan COVID-19 di daerah seperti di Jakarta sudah semakin tidak terkendali.

"Dan tentu kita tidak bisa hanya menunggu oh nanti kalau puncak kasus 100 ribu, 150 ribu. Kalau kita lihat sekarang, peningkatan kasus ini disertai juga dengan peningkatan kematian. Ini berarti bahwa omicron ini bukan hal yang ringan. Dan cukup banyak anak-anak yang terkena. Ini agak berbeda dengan delta, anak-anak banyak yang terkena. Sehingga kalau menurut saya memang PTM untuk beberapa wilayah harus sudah mulai dihentikan," kata dia kepada KBR, Rabu (2/2/2022).

Kelompok profesi dokter anak juga mengkritik kegiatan belajar tatap muka tetap digelar saat terjadi tren peningkatan kasus COVID-19.

Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira mengatakan, PTM yang dilangsungkan di tengah naiknya tren kasus Covid-19 cukup berisiko bagi keselamatan anak. IDAI khawatir, anak-anak akan mengalami dampak buruk infeksi Covid-19.

"Jadi tentu butuh waktu penyesuaian sehingga salah satu rekomendasi yang kami sampaikan adalah orang tua diberi kebebasan untuk menentukan apakah anaknya akan PTM atau PJJ dengan alasannya masing-masing. Kemudian anak-anak dengan komorbid, anak-anak obesitas, anak-anak dengan jantung bawaan, anak-anak dengan gangguan sistem imun, ini perlu perhatian khusus. Kalau memang tidak terkontrol sebaiknya tetap ada opsi PJJ. Seandainya pun mau PTM, harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter yang memeriksa apakah memang cukup aman atau tidak." kata Yogi kepada KBR (26/1/22).

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!