NASIONAL

Cleansing Guru Honorer Dinilai Langgar Undang-Undang

"Jika diberhentikan seperti ini kesempatan mereka untuk ikut PPPK juga hilang.”

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Rony Sitanggang

Cleansing guru honorer
Ilustrasi: Cleansing guru honorer, hari pertama TA seorang guru memberikan pengarahan di SDN Karet 01, Jakarta, Senin (08/07/24). (Antara/Bayu Pratama)

KBR, Jakarta- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menerima laporan para guru honorer di Daerah Khusus Jakarta yang secara mendadak berhenti bekerja. Kepala Bidang Advokasi Guru Iman Zanatul Haeri menungkap, Jakarta menggunakan sistem cleansing untuk memberhentikan para guru honorer.

Dia bilang, kondisi ini berdampak pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Mereka shock, ada yang sudah mengajar enam tahun atau lebih. Mereka sebenarnya sedang menunggu seleksi PPPK 2024, namun jika diberhentikan seperti ini kesempatan mereka untuk ikut PPPK juga hilang.” ujar Iman dalam keterangan tertulis kepada KBR, Senin, (15/7/2024).

Menurut Iman fenomena pemberhentian para guru honorer ini terjadi di berbagai daerah. Namun, metode cleansing baru ditemui di DK Jakarta. Hingga 15 Juli 2024, tercatat sudah ada 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing di DK Jakarta.

Jika melihat rekapan cleansing, untuk daerah Jakarta Utara saja, tercatat 173 guru honorer yang akan dan sudah mengalami

cleansing. Artinya, jumlah terdampak cleansing bisa sampai ratusan. 


Baca juga:

Survei Indeks Integritas Pendidikan KPK: Perilaku Masih Koruptif

FSGI: Noda Dunia Pendidikan, Seleksi PPPK Diwarnai Praktik Uang

Kepala Bidang Advokasi Guru Iman Zanatul Haeri menegaskan, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Menurutnya, pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

"Kebijakan Cleansing ini merupakan dampak dari upaya menata kebijakan ASN sebagaimana amanat UU Aparatur Sipil Negara nomor 20 tahun 2023, maka bertentangan dengan asas dalam Undang-Undang tersebut. Bahwa penyelenggaraan kebijakan ASN, berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan." katanya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!