NASIONAL

BP Tapera: Tidak Semua Pekerja Wajib jadi Peserta

"Di bawah minimum tidak wajib menjadi peserta Tapera,”

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Rony Sitanggang

Polemik Tapera
Petugas melayani peserta di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta, Kamis (30/05/24). (Antara-Bayu Pratama)

KBR, Jakarta- Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumhana Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho mengatakan pekerja yang menerima gaji di bahwa upah minimum, tidak diwajibkan menjadi peserta.

Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang digelar bersama Kantor Staf Presiden (KSP) pada Jumat (31/5/2024).

“Kalau melihat substansi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, harus dipahami tidak semua pekerja diwajibkan menjadi peserta Tapera, hanya yang pendapatannya lebih dari upah minimum, di bawah minimum tidak wajib menjadi peserta Tapera,” kata Heru.

Kata dia, institusinya  melakukan  pematokan  kepesertaaan ke beberapa lembaga sebagai perbandingan.

“Oleh karena itu dalam memperhitungkan target kepesertaan kami juga sudah melakukan benchmarking kepesertaaan ke beberapa lembaga eksisting seperti PT Taspen untuk klaster ASN kemudian BPJS Ketenagakerjaan untuk segmen swasta dan pekerja mandiri,” jelasnya.

Baca juga:


Anggaran untuk Mengatasi Backlog

PP soal Tabungan Perumahan Rakyat ini merupakan aturan turunan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Aturan itu dilatarbelakangi kurangnya anggaran pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan kepemilikan rumah masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 dalam Survei Sosial Ekonomi (Susenas), kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog) masih di angka 12,7 juta unit. Angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 11 juta unit.

Dikutip dari laman resmi Wakil Presiden RI, pemerintah menargetkan penurunan angka backlog menjadi 5 juta pada 2024, yang membutuhkan anggaran sebesar 780 triliun rupiah. Anggaran itu akan bersumber dari APBN dan swasta.

Hingga 2023, pemerintah melalui PUPR baru mengalokasikan dana dari APBN sebesar Rp108,5 triliun untuk program KPR rumah subsidi Fasilitas Likuiditas pembiayaan Perumahan (FLPP) atau setara dengan 1,2 juta unit rumah.

Alokasi anggaran program FLPP pada 2024 bahkan menurun menjadi Rp13,72 triliun untuk 166.000 unit dibanding tahun sebelumnya. Pada 2023, anggaran pembiayaan perumahan melalui FLPP mencapai Rp25,18 triliun.

 

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!