NASIONAL

Akhir Pemerintahan Jokowi, Food Estate Gagal

Target nawacita Presiden Joko Widodo tak mungkin tercapai, dalam waktu sebulan sebelum turun jabatan.

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / Agus Luqman

Akhir Pemerintahan Jokowi, Food Estate Gagal
Presiden Jokowi meninjau lahan food estae di Kapuas, Kalimantan Tengah. (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak)

KBR, Jakarta - Ekonom dari lembaga kajian ekonomi CELIOS, Nailul Huda menilai target nawacita Presiden Joko Widodo tak mungkin tercapai, dalam waktu sebulan sebelum turun jabatan.

Ia menilai perencanaan yang buruk dan 'halusinasi' karena tidak membumi membuat Jokowi susah menjalankan kebijakan dengan baik.

Salah satu contohnya adalah program food estate yang dinilai gagal akibat tak terukur. (Baca juga: Jokowi: Swasembada Pangan Butuh Proses Panjang)

    "Kebijakan food estate itu tidak dilakukan dengan benar. Kebijakan food estate di Nusa Tenggara misalkan yang hanya melihat hamparan luas bisa ditanami sesuatu dijadikan food estate. Tanpa ada penelitian terlebih dahulu mengenai benih apa yang digunakan, metode penanaman apa yang digunakan, dan sebagainya. Untuk di food estate di Gunung Mas yang dia tanam singkong tumbuh jagung itu kan kebijakan bodoh sekali," kata Nailul kepada KBR (16/9/2024).

    Baca juga:


    Peneliti ekonomi CELIOS, Nailul Huda menyebut kebijakan yang diambil Jokowi merupakan kebijakan yang tidak berbasis bukti/data, melainkan berdasarkan kepada keinginan Jokowi.

    Belum lagi kata dia, pemerintah saat ini tak bisa mengendalikan stok dan harga pangan di dalam negeri.

    Nailul juga mengaku pesimistis dengan kebijakan pangan di pemerintahan selanjutnya. Sebab kata dia, Presiden terpilih, Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan saat ini adalah orang yang menjalankan program food estate yang dinilai Nailul gagal itu.

    Baca juga:


      Komentar

      KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!