Pakar menilai beban moral terbesar kini berada di pundak dua tokoh sentral tim reformasi. Siapa saja?
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Hampir genap sepekan setelah dibentuk pada 7 November 2025, Komisi Percepatan Reformasi Polri sudah menggelar rapat perdana di Mabes Polri. Komisi yang dipimpin mantan Ketua Mahkamah Konsitusi, Jimly Asshiddiqie ini, ditarget tiga bulan menyusun rekomendasi strategis untuk memperbaiki institusi kepolisian.
Meski begitu, independensi dan efektivitas pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri diragukan sebagian kalangan. Pasalnya, mayoritas anggota berasal dari unsur pemerintah dan kepolisian.
Pengamat Kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto mengingatkan bahwa publik patut skeptis terhadap tim yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
“Komposisinya dominan pemerintah dan Polri, tentu kita akan ragu terkait dengan objektivitas tim ini,” ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Rabu (11/11/2025).
Bambang menilai bahwa pelibatan Kapolri aktif justru menimbulkan pertanyaan serius.
“Tentu kalaupun alasannya adalah sebagai bentuk koordinasi, artinya selama ini ada missed-koordinasi juga antara Presiden dengan Polri,” ujarnya.
Ia bahkan menyebut tim ini tak ubahnya seperti Kompolnas yang saat ini ada.
“Beda hanya Prof Jimly dan Prof Mahfud, (tapi) lain-lainnya kan hampir sama seperti itu. Jadi ini seperti Kompolnas jilid dua,” tuturnya.
Kental Konflik Kepentingan
Peneliti ICJR, Girlie L.A. Ginting menyoroti komposisi tim tidak proporsional karena yang mengisi komposisi tim merupakan orang-orang yang selama ini erat dengan lingkaran penguasa dan kepolisian.
“Mestinya harus meniadakan unsur polisi ataupun Kompolnas dalam hal ini sehingga dia (Komisi) jauh dari konflik kepentingan,” ujar Girlie dalam siaran Ruang Publik KBR, Rabu (11/11/2025).
Girlie menegaskan kerja-kerja dari Komisi Reformasi Polri perlu menitik beratkan pada reformasi yang substansial. Selain itu, diperlukan peran dari perempuan dalam sejumlah perumusan rekomendasi yang disusun agar tetap memperhatkan isu terkait gender.
“Belum ada anggota yang berasal dari perempuan. Padahal kita tahu sendiri ada polisi perempuan dan juga kepolisian memiliki banyak sekali catatan terkait dengan isu gender,” ujarnya.

Kompolnas: Komposisi Tim sudah Proporsional
Komisioner Kompolnas, Gufron Mabruri menilai bahwa komposisi anggota tim yang terdiri dari berbagai unsur sudah cukup representatif, meskipun belum ada keterwakilan perempuan.
“Keterwakilan perempuan sudah di respons oleh Presiden dengan menambah anggota untuk masuk, untuk mewakilkan perempuan,” ujar Gufron dalam siaran Ruang Publik KBR, Rabu (11/11/2025).
Ia menekankan pentingnya pengawasan publik terhadap kinerja tim selama masa tugas tiga bulan ke depan.
“Makanya seperti yang saya sampaikan tadi, mari kita awasi secara bersama-sama, kita aktif memberikan saran dan masukan. Kita manfaatkan ruang ini untuk bersama-sama mendorong kepolisian menjadi lebih baik lagi,” tuturnya.
Bekas Direktur Imparsial ini juga mengingatkan bahwa agenda reformasi kepolisian tidak semata tanggung jawab komite, melainkan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Ia pun menekankan agar tim reformasi ini perlu melibatkan partisipasi publik yang luas dan bermakna.
“Kita semua berkepentingan terhadap kepolisian yang profesional, yang akuntabel, yang humanis,” terangnya.
Tokoh GNB Beri Masukan kepada Komisi Reformasi Polri
Komisi Percepatan Reformasi Polri mengundang para tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) seperti Istri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Shinta Nuriyah Wahid, Komarudin Hidayat, hingga Lukman Hakim Saifuddin di PTIK, Jakarta, Kamis 13 November 2025.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, para tokoh GNB menyampaikan sejumlah permasalahan yang mender Polri. Mereka memberikan masukan, saran, dan rekomendasi kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri.
“Polri untuk menjaga kedaulatan sipil dalam negara demokrasi kita. Bukan untuk menyakiti rakyat,” ujar Sinta dalam konferensi pers.
Sebelumnya, para tokoh GNB merupakan salah satu motor utama yang mendesak dilakukannya reformasi di tubuh kepolisian, usai terjadinya kasus penanganan aksi demonstrasi besar-besaran akhir Agustus 2025.

Apa Tujuan Presiden Bentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri?
Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di Istana Merdeka, Jakarta, 7 November 2025.
Pembentukan komisi ini menandai langkah konkret pemerintah dalam memperkuat supremasi hukum dan memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Prabowo menegaskan bahwa keberhasilan suatu bangsa ditentukan oleh tegaknya hukum yang adil.
“Hukum boleh kita buat sebaik mungkin, selengkap mungkin. Tapi kalau penegakannya tidak baik dan tidak adil, tidak mungkin ada kepastian hukum. Keberhasilan suatu negara adalah apabila ada the rule of law,” ujar Prabowo dikutip dari ANTARA.
Kepala negara meminta komisi untuk melakukan kajian menyeluruh terhadap kinerja Polri, baik dari sisi kelembagaan, etika, maupun penegakan hukum, dan melaporkannya secara berkala setiap tiga bulan.
“Saya berharap komisi ini mempelajari dan memberikan rekomendasi kepada saya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk mengambil tindakan-tindakan reformasi yang diperlukan,” lanjut Prabowo.
Apa Latar Belakang 10 Nama Komisi Reformasi Polri?
Komisi ini dipimpin oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003–2008, Jimly Asshiddiqie, yang juga bertindak sebagai anggota. Selain Jimly, ada sembilan nama lain yang turut dilantik sebagai bagian dari komisi tersebut.
Daftar anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri
Ketua sekaligus anggota:
1. Jimly Asshiddiqie – Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003–2008
Anggota
2. Yusril Ihza Mahendra – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
3. Otto Hasibuan – Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
4. Jenderal (Purn) Tito Karnavian – Menteri Dalam Negeri dan mantan Kapolri
5. Supratman Andi Agtas – Menteri Hukum
6. Mahfud MD – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008–2013 dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan periode 2019-2024
7. Jenderal Listyo Sigit Prabowo – Kapolri aktif
8. Jenderal (Purn) Idham Aziz – Eks Kapolri periode 2019–2021
9. Jenderal (Purn) Badrodin Haiti – Eks Kapolri periode 2015–2016
10. Ahmad Dofiri – Penasihat Khusus Presiden bidang keamanan dan reformasi kepolisian

Mengapa Kapolri masuk Komisi Reformasi Polri?
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo selaku salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, berperan untuk menjembatani antara internal Polri dengan komisi tersebut.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin, mengatakan bahwa hal ini merupakan sinergisitas antara Polri dengan komisi yang dibentuk Presiden RI Prabowo Subianto itu.
Jimly menambahkan, pihaknya tidak hanya akan menerima masukan internal dari Kapolri, tetapi juga dari Ketua Tim Transformasi Reformasi Polri, Kalemdiklat Polri Komjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana.
“Ketua tim reformasi internal itu kami selalu undang kalau ada rapat setiap Kamis supaya dari internal juga punya informasi yang kadang-kadang kami perlukan,” katanya dikutip dari ANTARA.
Ia mengatakan, kehadiran internal Polri akan memberikan perspektif berbeda bagi komisi dalam langkah menghasilkan rekomendasi.

Kapolri Sudah Terlebih Dulu Bentuk Tim Reformasi Internal
Kapolri Listyo Sigit Prabowo membentuk tim transformasi reformasi kepolisian. Tim beranggotakan 52 orang perwira, diketuai Chryshnanda Dwilaksana, jenderal bintang tiga yang kini menjabat kalemdiklat Polri. Dasar pembentukannya Surat Perintah (Sprin) Kapolri/2749/IX/2025 tertanggal 17 September.
Ketua Tim Transformasi Reformasi Polri sekaligus Kalemdiklat Polri Komjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana mengatakan bahwa transformasi itu tidak hanya menyentuh aspek fisik maupun struktur birokrasi, tetapi juga transformasi nilai meliputi moral, kemanusiaan, keterbukaan, serta peningkatan pelayanan publik
Langkah ini, ujar dia, menjadi bagian dari upaya Polri untuk terus menghadirkan kebaikan, melakukan perbaikan, dan meningkatkan kualitas perpolisian.
“Transformasi ini adalah keberanian untuk belajar dari masa lalu, memperbaiki kesalahan, menghadapi tantangan dan harapan masyarakat di masa kini, serta menyiapkan masa depan yang lebih baik,” ucapnya dikutip dari ANTARA.
Putusan MK Soal Anggota Polri Aktif Dilarang Isi Jabatan Sipil masuk Agenda Reformasi?
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil akan menjadi masukan bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Ia menyampaikan putusan MK tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengubahan peraturan perundang-undangan serta transisi bagi para polisi aktif yang sudah terlanjur memegang jabatan di kementerian atau lembaga.
"Nanti akan kami bahas soal itu," ujar Yusril, yang juga merupakan anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/11/2025) dikutip dari ANTARA.
Ia menegaskan semua anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri akan mengetahui dan menyadari putusan MK tersebut lantaran diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Dengan demikian, sambung dia, aturan terbaru mengenai putusan itu akan segera dibuat karena ketentuan mengenai polisi aktif yang menduduki jabatan sipil tidak diatur secara spesifik dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Reformasi Mesti Sasar Persoalan Struktural
Girlie mengingatkan bahwa reformasi sejati harus menyentuh akar persoalan struktural di tubuh Polri.
“Permasalahan yang paling masalah adalah absennya sistem akuntabilitas dan pengawasan yang efektif dan independen, institusi yang paling tinggi angka yang dilaporkan melakukan kekerasan adalah institusi kepolisian,” katanya.
Ia juga menyoroti fenomena penempatan ribuan anggota Polri di jabatan sipil. Selain itu, diperlukan pula pembatasan kewenangan agar aparat tidak melewati fungsi pokoknya.
“Ada empat ribu personal Polri yang mengisi jabatan sipil di Indonesia,” terangnya.
Reformasi Jangan Sebatas di Permukaan
Bambang juga mengingatkan bahwa reformasi Polri pasca 1998 selama ini hanya berjalan di permukaan. Menurutnya, reformasi dari hulu sampai hilir cukup urgen dilakukan Polri sebagai institusi.
“Saat ini secara fisik saja tetapi secara subtansi ternyata perjalanan sekarang malah nilai-nilai atau spirit militer itu masih melekat di Polri,” katanya.
Bambang mengingatkan reformasi kultural dan struktural perlu berjalan paralel. Namun kenyataannya saat ini Polri menempatkan personel di luar struktur yang mengingatkan pada peran dwifungsi di masa Orde Baru.
Ia pun menilai beban moral terbesar kini berada di pundak dua tokoh sentral tim reformasi.
“Beban Prof Mahfud dan Prof Jimly sangat-sangat berat sekali, apakah beliau memiliki keberanian untuk transparan, untuk bareng-bareng bersama masyarakat mendorong reformasi Polri ini dilakukan secara substansial,” pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Implikasi Soeharto Pahlawan Nasional
- Gugatan Mentan Amran Kepada Tempo Rp 200 Miliar: Upaya Bredel Pers Era Reformasi





