ragam
Tolak Pengesahan Revisi UU TNI, YLBHI: Demo Peringatan Darurat

Aksi "Peringatan Darurat" yang digelar 22 Agustus 2024 bisa menjadi contoh yang berhasil menggagalkan revisi UU Pilkada.

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
tni
Peringatan Darurat yang viral di media sosial. (Foto: X)

KBR, Jakarta – Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mendorong segenap elemen masyarakat turun ke jalan untuk berunjuk rasa menuntut DPR dan Pemerintah menghentikan Revisi Undang-Undang TNI. DPR berencana mengesahkan revisi itu dalam rapat paripurna, Kamis (20/3/2025).

Arif menilai, revisi itu berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI seperti yang terjadi di era Orde Baru.

"Hari ini ancamannya sudah di depan mata, tidak ada piihan lain karena DPR dan pemerintah tidak mau mendengar, masyarakat harus turun ke jalan, masyarakat harus bersuara sekeras-kerasnya untuk menyampaikan dan menuntut penghentian proses RUU TNI yang bukan hanya membahayakan demokrasi kita, konstitusi kita, juga mengancam keselamatan dan hak asasi manusia di masa depan," ucapnya kepada KBR, Selasa (18/3/2025).

Kata dia, aksi "Peringatan Darurat" yang digelar 22 Agustus 2024 bisa menjadi contoh.

Aksi saat itu digelar mendesak pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada yang disinyalir untuk meloloskan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, menjadi calon gubernur. Pengesahan akhirnya batal setelah gerakan makin meluas.

"Kita harus belajar ya dari pengalaman aksi "Peringatan Darurat" beberapa waktu lalu di mana masyarakat luas dari berbagai elemen bahkan bukan hanya mahasiswa, buruh, aktivis yang turun ke jalan termasuk artis, masyarakat umum, juga menolak revisi UU Pemilihan Kepala Daerah yang akan menggolkan putra Jokowi yang itu menabrak mengangkangi putusan MK," jelasnya.

Menurut dia, penolakan terhadap revisi UU TNI tak lepas dari sejarah dwifungsi ABRI di mana militer aktif menduduki jabatan sipil dan bertindak sewenang-wenang di rezim otoriter Orde Baru yang dipimpin Soeharto.

"Karena kita masih punya luka yang dalam, trauma yang belum hilang berkaitan dengan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi akibat praktik dwifungsi ABRI, termasuk bagaimana pemerintahan otoriter dan represif itu membungkam kebebasan sipil dan membuat peran-peran sosial masyarakat sipil hilang karena yang ada bukan supremasi sipil, tapi ada pemerintahan yang dikuasai militer," ujarnya.

"Oleh sebab itu, saya kira masyarakat harus berani bersuara, bukan lagi mengandalkan mahasiswa atau aktivis atau elemen tertentu, tapi kita semua bisa turun ke jalan menyampaikan protes," imbuhnya.

Sebelumnya, Komisi I DPR RI mengambul keputusan pengesahan tingkat pertama revisi UU TNI, Selasa (18/3/2025). Semua fraksi di DPR sepakat membawa revisi ke paripurna.

Baca juga:

Dwifungsi TNI
DPR RI
RUU TNI
demo
peringatann darurat

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...