ragam
Rehabilitasi & Rekonstruksi Bencana Sumatra: Tantangan dan Solusi Jangka Panjang

Pakar memperkirakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi di tiga provinsi di Sumatra memakan waktu paling cepat 10 tahun. Tapi menyangkut sosial, ekonomi dan bahkan ekologi itu boleh jadi 30-40 tahun.

Penulis: Ken Fitriani, Resky N

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Perahu mengangkut warga melintasi sungai keruh di bawah jembatan yang rusak parah pascabanjir, dengan alat berat terlihat di lokasi perbaikan.
Warga menggunakan perahu dan drum untuk menyeberangi Sungai Peusangan pasca banjir yang merusak jembatan Juli di Bireuen, Aceh, Sabtu (13/12/2025). ANTARA FOTO

KBR, Jakarta- Tragedi bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang tiga provinsi yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat masih menyisakan segudang pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan pemerintah.

Penanganan pascabencana yang menyasar perlindungan masyarakat, perbaikan infrastruktur, prasarana dan sarana vital, hingga rehabilitasi serta rekonstruksi secara komprehensif mesti dilakukan segera oleh pemerintah.

Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mendorong agar pemerintah pusat berkoordinasi dengan sejumlah pihak-pihak untuk merancang mekanisme bersama berkaitan dengan kajian kebutuhan pascabencana.

Menurutnya, diperlukan pelibatan dari provinsi dan kabupaten untuk bisa menampung seluruh masukan terkait kebutuhan di daerahnya masing-masing.

“Sekali lagi, jebakan batman yang terbatas pada infrastruktur, pemukiman itu jangan sampai terjadi sehingga melupakan yang sektor-sektor sosial, ekonomi, dan tentunya ekologi,” kata Eko dalam Siaran Ruang Publik KBR bertajuk “Janji Percepatan Pemulihan Sumatra, Bagaimana Realitanya? Di Youtube KBR Media, Selasa (23/12/2025).

Eko memperkirakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi di tiga provinsi di Sumatra memakan waktu paling cepat 10 tahun.

“Tapi menyangkut sosial, ekonomi dan bahkan ekologi itu boleh jadi baru selesai 30-40 tahun,” terangnya.

Ia menyebut, pekerjaan luar biasa perlu dilakukan pemerintah pusat yang sukar dibayangkan dengan logika berpikir instan birokrat lima tahunan. Menurutnya, kebijakan-kebijakan pusat menjadi harus out of the box.

“Mungkin tidak hanya sebatas dalam tanda petik kuasa eksekutif, tapi juga pada legislative karena pertanggung jawaban melakukan pemulihan yang tadi itu lewat dari waktu-waktu kerja eksekutif yang 5 tahunan,” jelasnya.

Foto udara desa yang hancur diterjang banjir bandang dan longsor di Indonesia, memperlihatkan rumah rusak, jalan tertutup lumpur dan puing, serta upaya pembersihan dengan alat berat.
Foto udara sejumlah warga melintasi jembatan Aek Garoga 2 di Desa Aek Garoga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (11/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Mesti Dibentuk Otoritas untuk Pemulihan di Tiga Provinsi

Eko menilai urgensi dibentuknya suatu otoritas yang kuat dan berkuasa penuh dalam mengelola orkestrasi pemulihan bencana Sumatra yang menggandeng berbagai kementerian dan lembaga.

“Apakah Satgas, apakah Badan itu ujungnya ada di sana di keduanya tentunya ada keleluasaan memobilisasi sumber daya. Kalau itu tidak ada itu masalah berikutnya karena yang menarik sebenarnya ada semacam missed memahami kondisi darurat,” tuturnya.

Ia khawatir ketiadaan suatu otoritas bakal menjadikan komunikasi terkait pemulihan bencana di Sumatra sulit dilakukan. Apalagi, ada suatu tahapan-tahapan yang cukup kompleks di dalam menyelaraskan prioritas pembangunan di lapangan.

“Ketika ada mandat itu yang dibikinkan misalnya hanya sektor pemukiman atau infrastruktur. Padahal di kasus ini itu ada urusan sosial ekonomi dan ekologi lingkungan,” terangnya.

Eko mengingatkan agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi bencana itu bisa melibatkan unsur-unsur yang profesional di bidangnya.

“Moga-moga tidak terjadi salah pilih orang, salah pilih pelaku di dalam hal itu, dan juga masing-masing komponen yang diorkestasi itu tidak salah berpikir. Tentunya ujungnya adalah bagaimana presiden memandang ini,” jelasnya.

“Kalau presiden yang masih logikanya tersesat itu juga repot juga, maka dia tidak akan memberikan cara baik ke sistem yang akan ada di bawahnya yang diberi mandat,” tambahnya.

Warga memeriksa kondisi rumah dan jalanan yang dipenuhi lumpur serta puing pasca banjir bandang di permukiman.
Warga berdiri di depan rumhanya saat membersihkan lumpur pascabanjir bandang dan tanah longsor di Muaro Pingai, Kabupaten Solok, Minggu (7/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Saran Huntap dan Huntara untuk Cegah Bencana Terulang

Pakar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwikorita Karnawati mengatakan, kebijakan hunian sementara (Huntara) dan hunian tetap (Huntap) pascabencana di Sumatra harus dirancang untuk mencegah terulangnya bencana, dah bukan hanya sekadar untuk memulihkan kondisi sebelum bencana terjadi.

"Kebijakan hunian pascabencana tidak boleh berhenti pada fase tanggap darurat, melainkan harus terintegrasi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang, termasuk pemulihan lingkungan secara menyeluruh," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025).

Dwikorita menjelaskan, banyak wilayah terdampak berada di kawasan kipas aluvial, yaitu bentang alam hasil endapan banjir bandang di masa lalu. Secara geologi, kawasan ini merupakan zona aktif yang menyimpan memori bencana dan tetap berpotensi terlanda kembali dalam rentang waktu puluhan tahun.

“Jika kawasan ini kembali dijadikan hunian tetap, maka risiko bencana tidak dihilangkan, melainkan diwariskan kepada generasi berikutnya,” tegasnya.

Foto udara menunjukkan kerusakan parah lahan perkebunan kelapa sawit dengan pohon tumbang dan tanah berlumpur akibat bencana alam di dekat permukiman.

Lokasi Terdampak Banjir Bandang Tak Layak Dijadikan Huntap

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Dwikorita menegaskan bahwa wilayah yang pernah terlanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi hunian tetap (Huntap), terutama untuk hunian jangka panjang. Kawasan tersebut seharusnya ditetapkan sebagai zona merah yang difungsikan untuk konservasi dan rehabilitasi lingkungan.

"Untuk mencegah bencana berulang saya merekomendasikan agar kawasan yang telah terdampak banjir bandang ditetapkan sebagai zona merah dan dilarang untuk pembangunan Hunian Tetap (Huntap),” jelas Dwikorita.

Pembangunan Huntap, menurutnya, harus diarahkan secara tegas ke zona aman yang ditetapkan berdasarkan pemetaan risiko geologi lingkungan, serta disertai syarat pemulihan kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hulu DAS, sebagai prasyarat utama agar potensi bencana serupa tidak kembali terulang.

Zona aman tersebut harus mencakup berada di luar bantaran sungai aktif, memiliki jarak aman dari lereng curam, serta tetap mempertimbangkan akses air baku dan layanan dasar lainnya.

Sementara itu, kawasan rawan masih dapat dimanfaatkan sebagai hunian Sementara (Huntara) dengan batas waktu ketat dan sifat transisional, bukan sebagai hunian permanen, maksimal tiga tahun, dan disertai persyaratan ketat.

Antara lain tersedianya sistem peringatan dini yang andal, penyusunan dan pengujian rencana kedaruratan, penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, pembersihan material rombakan di wilayah hulu, penetapan zona penyangga berupa jalur hijau, serta pembangunan tanggul sungai yang memadai dan berkelanjutan.

Pemandangan kehancuran parah pasca banjir bandang di area permukiman, meliputi tumpukan puing kayu dan sisa bangunan rumah yang terendam.
Kondisi kerusakan akibat banjir di Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (11/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Kementerian PU Ungkap Kendala Pemulihan Sumatra

Kementrian Pekerjaan Umum memastikan seluruh unsur di lapangan masih terus fokus dan berupaya membuka jalur darat ke daerah-daerah yang masih terisolir. Sebab, tercatat hingga 23 Desember 2025, masih ada beberapa daerah di Aceh yang masih sulit diakses.

“Itu ada di Kabupaten Benar Meriah sama di Kabupaten Aceh Tengah itu masih kita usahakan memang untuk dibuka karena sekarang pun sudah kita, walaupun sudah ada alat berat, tapi memang kemarin akhirnya kita juga buat program seperti Padat Karya. Jadi bersama-sama dengan masyarakat lokal juga kita sama-sama buka gitu,” ujar Aisyah Zakkiyah, Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) dalam Siaran Ruang Publik KBR bertajuk “Janji Percepatan Pemulihan Sumatra, Bagaimana Realitanya? Di Youtube KBR Media, Selasa (23/12/2025).

Ia menyebut sejak awal terjadi bencana, seluruh sumber daya dikerahkan pemerintah termasuk Kementerian PU untuk menjangkau wilayah terdampak.

“Ketika hari pertama itu terjadi bencana pun, terjadi banjir, langsung kita juga pun kerahkan alat berat, tapi memang berkala ya, walaupun tadi sudah ada masukan ya, sudah ada yang di-standby-kan di situ, jumlah alat berat memang saat ini terus kita tambah,” ungkapnya.

“Kita pun kerjasama dengan mitra BUMN kami, jadi nggak semuanya 100% alat dari Kementerian PU, tapi kita pun akhirnya mengajak rekan-rekan mitra kami juga, mitra BUMN, untuk membantu alat berat tersebut,” imbuhnya.

Jalan ambruk akibat longsor di kawasan perbukitan sedang dalam penanganan dan perbaikan menggunakan alat berat seperti ekskavator dan buldoser.
Warga melihat pekerja saat menggunakan alat berat untuk memperbaiki jalan lintas KKA Aceh Utara - Bener Meriah yang longsor dan amblas di Alue Dua, Aceh Utara, Aceh, Selasa (23/12/2025). Jalan KKA yang menghubungkan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah kini telah kembali dapat dilintasi kendaraan roda empat pascapemulihan wilayah yang terdampak bencana hidrometeorologi. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Advertisement image

Kapan Pemulihan Sumatra Dimulai?

Aisyah menjelaskan nantinya ada pemulihan jangka pendek dan panjang di Sumatra. Meski begitu, saat ini dirinya belum memiliki data valid terkait hal tersebut karena belum menerima masukan dari atas.

“Jadi saya mohon maaf saya tidak bisa jawab saat ini. Nanti salah. Tapi kalau untuk yang tadi seperti akses jalan itu di Desember akhir (2025) ini hingga di Januari (2026),” tuturnya.

Ia memastikan pemerintah masih terus memprioritaskan pembukaan akses jalan dan perbaikan jalur-jalur terputus seperti jembatan.

“Itu juga makanya kita kejar, itu oleh Pak Menteri pun sangat-sangat dilihatin banget, Jadi benar-benar setiap hari itu betul-betul dipantau, diteleponin satu-satu. Lalu beliau pun bolak-balik ke sana juga untuk langsung ke lapangan,” terangnya.

Selain akses, kebutuhan air bersih juga terus digenjot agar bisa dipastikan tersedia di lapangan.

“Kita bisa bor air itu keluar untuk kebutuhan di rumah sakit, di puskesmas dan lain sebagainya. Terutama tempat-tempat vital. Lalu tadi ya, toilet umum, toren,” ujarnya.

Grafik batang menunjukkan alokasi anggaran tanggap darurat Kementerian PU 2025, dengan Ditjen Sumber Daya Air menerima Rp 300 miliar dan Ditjen Bina Marga Rp 50 miliar.
Alokasi anggaran tanggap darurat Kementerian PU tahun 2025 sebesar Rp351,83 miliar terdiri dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sebesar Rp300 miliar dan Direktorat Jenderal Bina Marga Rp51,8 miliar. Selain itu juga telah memobilisasi 5.755 unit alat berat, 382.044 bahan logistik serta menerjunkan 3.455 personel siaga di lapangan. Sumber: sahabat.pu.go.id diolah AI
Advertisement image

Butuh Energi Ekstra Pulihkan Sumatra

Berkaca dari peristiwa tsunami Aceh 2004 silam, Sekretaris Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR Aceh-Nias (2006-2009) Teuku Kamaruzzaman menilai kompleksitas bencana Sumatra di tiga provinsi membuat pemulihan membutuhkan energi yang ekstra besar.

“Berbeda dengan tsunami. Tsunami kita hanya mungkin infrastruktur yang perlu kita perbaiki dan ada memang beberapa desa yang hilang. Misalnya di sepanjang pantai barat ya. Di sepanjang pantai barat itu baik di Melabu maupun di Aceh Gaya yang terbanyak itu ya. Mungkin ada 5 atau 6 desa yang hilang,” ujar Teuku yang saat ini menjadi Juru Bicara Pemerintah Aceh.

Teuku mencontohkan dampak kerusakan akibat banjir bandang dan longsor di Provinsi Aceh yang sangat luas dan merata bahkan di perkotaan.

“Kalau sekarang ini kan tersebar ada yang di Tengah, ada yang di Gayo Lues, ada yang di Aceh Tengah yang desanya hilang, ada yang di Aceh Utara, ada yang di Biereun, ada yang di Tamiang. Jadi sangat-sangat sebarannya itu sangat-sangat luas itu,” ujar Teuku dalam Siaran Ruang Publik KBR bertajuk “Janji Percepatan Pemulihan Sumatra, Bagaimana Realitanya? Di Youtube KBR Media, Selasa (23/12/2025).

Ia menyebut BRR Aceh dan Nias dahulu memakan waktu 4 tahun paling cepat untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Meski begitu, kata dia, soal pemulihan ekonomi tidak termasuk di dalamnya.

Diperlukan Anggaran dan Sumber Daya Maksimal

Teuku mendorong dukungan anggaran dan sumber daya agar bisa memulihkan Sumatra pascabencana, terutama pada aspek ekonomi dan sosial.

“Yang paling penting saya kira dalam dalam aspek ini adalah ketersediaan dari fiskalnya, dananya. Ini yang paling penting,” terangnya.

Ia menilai luasan daerah terdampak mesti menjadi perhatian utama pemerintah. Itu sebab, anggaran besar dibutuhkan untuk merekonstruksi dan merehabilitasi tiga provinsi.

“Saya kira ini dua variable yang pentingnya. Di samping itu apa dampak-dampak ekonomi dan sosial itu yang menjadi concern dari semua pihak,” jelasnya.

Grafik batang menunjukkan dukungan anggaran penanganan bencana Pemerintah RI, dengan Dana Cadangan Bencana Tersedia sebagai alokasi terbesar mencapai hampir 3 triliun rupiah.
Bantuan sebesar Rp268 M kepada pemerintah daerah terdampak di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Pemerintah juga mengaktifkan dukungan dari APBN 2025 berupa Dana Siap Pakai (DSP) dan Dana Cadangan Bencana yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Untuk tiga provinsi terdampak, pemerintah mengalokasikan tambahan DSP sebesar Rp1,6 T. Sementara itu, dari total Dana Cadangan Bencana APBN 2025 sebesar Rp5 T, masih tersedia Rp2,97 T dan dapat ditambah apabila dibutuhkan. Sumber: Kemenkeu.go.id diolah AI
Advertisement image

Prabowo Berencana Bentuk Satgas Pascabencana Sumatra

Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk satuan tugas (satgas) yang fokus utamanya rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah terdampak bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Di hadapan jajaran anggota Kabinet Merah Putih, pimpinan lembaga, utusan khusus Presiden, Panglima TNI dan Kapolri, Presiden Prabowo menilai situasi pascabencana di Sumatera saat ini terkendali sehingga perlu dipersiapkan langkah-langkah rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan kembali kehidupan masyarakat terdampak bencana.

"Jadi, situasi terkendali. Saya monitor terus, dan kita sudah merencanakan, segera akan kita bentuk, apakah kita namakan Badan, atau Satgas Rehabilitasi dan Rekonstruksi," kata Presiden Prabowo kepada jajarannya saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Seorang tokoh publik berbaju safari dan topi biru menyapa serta berinteraksi dengan kerumunan warga dari mobilnya di SMAN 1 2X11 Kayu Tanam.
Presiden Prabowo Subianto menyapa masyarakat saat tiba di Nagari Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (18/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Seiring dengan penanganan bencana pada masa tanggap darurat, Presiden Prabowo mengumumkan pemerintah saat ini telah memulai pembangunan 2.000 unit hunian tetap (huntap) untuk para pengungsi yang rumahnya rusak akibat banjir bandang dan longsor.

"Saya dapat laporan dari Menteri Perumahan (Maruarar Sirait, red.) mungkin mulai hari Minggu ini, kita sudah mulai membangun 2.000 rumah. Kemungkinan, rumah ini bisa langsung saja jadi rumah tetap," ujar Presiden.

Anggaran Memadai untuk Sumatra

Dalam kesempatan yang sama, Presiden menyatakan pemerintah punya cukup anggaran untuk membiayai pemulihan pascabencana di Sumatera. "Justru karena kita laksanakan efisiensi, kita kurangi semua kemungkinan korupsi, kebocoran, kita punya uang sekarang," kata Presiden.

Pemerintah, Presiden melanjutkan, saat ini pun telah menyalurkan dana taktis operasional langsung kepada pemerintah daerah yang wilayahnya terdampak bencana. Dana taktis yang ditransfer ke daerah itu di luar dari anggaran untuk pemulihan.

"Semua gubernur yang terdampak, langsung saya perintahkan untuk dikirim dana operasional taktis Rp20 miliar, semua bupati, wali kota di 52 kabupaten/kota yang terdampak, langsung saya kirim 4 miliar rupiah. Tiga hari setelah instruksi saya, uang sudah sampai di semua kabupaten," ujar Prabowo.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto melaporkan kepada Presiden Prabowo perkiraan biaya untuk memperbaiki kerusakan akibat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mencapai Rp51,82 triliun.

Dashboard rekapitulasi dampak bencana di Indonesia menampilkan 1.113 korban meninggal, 158.096 rumah rusak, kerugian fasilitas, dan peta wilayah terdampak di Sumatra.
Dashboard rekapitulasi dampak bencana di Indonesia menampilkan 1.113 korban meninggal, 158.096 rumah rusak, kerugian fasilitas, dan peta wilayah terdampak di Sumatra. Sumber: bnpb.go.id
Advertisement image

Empat pekan terlewati pascabencana banjir bandang dan longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatra. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan Per 24 Desember 2025, ada 1.113 korban meninggal, lebih dari 170 orang dinyatakan hilang, serta sekitar 7.000 korban lainnya mengalami luka-luka.

Selain korban jiwa, bencana juga mengakibatkan kerusakan infrastruktur publik secara luas. Sebanyak 1.600 fasilitas publik, 434 Rumah Ibadah, 219 fasilitas kesehatan, 290 gedung/kantor, 967 fasilitas pendidikan, dan 145 jembatan.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media

Baca juga:

Giliran Muhammadiyah Serukan Bencana Nasional Sumatra

- Rencana Prabowo Tambah Sawit di Papua, Bencana Ekologis di Depan Mata?

Bencana Sumatra
sumatera utara
sumatera barat
#BencanaSumatera
Aceh
Bencana Aceh


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...