ragam
Tepatkah Sikap Pemerintah Tolak Bantuan Internasional Tangani Bencana Sumatra?

Pakar Hubungan Internasional mengingatkan agar penolakan bantuan dari luar negeri jangan sampai terkesan Indonesia "sombong" di mata dunia

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Rumah-rumah rusak dan puing-puing berserakan terendam air keruh pascabencana banjir bandang.
Warga duduk di atas rumahnya yang rusak akibat banjir di Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (11/12/2025). ANTARA FOTO

KBR, Jakarta- Tiga pekan usai bencana ekologis berupa banjir bandang dan tanah longsor mengguncang Pulau Sumatra, pemerintah pusat dan daerah terkesan berselisih jalan menyikapi tawaran bantuan dari luar negeri. Jajaran kabinet Prabowo tegas menolak bantuan internasional dan berkukuh mampu menangani sendiri situasi krisis ini. DPR pun mendukungnya.

Sementara, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) malah mengonfirmasi masuknya bantuan asing dari Malaysia dan China berupa tenaga medis, relawan, dan obat-obatan.

Dalam rilis yang diterima KBR, Pemda Aceh menyatakan Gubernur Muzakir Manaf atau Mualem selalu berharap bahwa pintu bantuan pihak internasional bisa dipercepat demi penanganan darurat.

“Walau kebijakan pemerintah pusat dapat dibarengi dengan klasifikasi cluster bertahap mereka, misalnya untuk saat ini minimal NGO-NGO khusus dalam membantu kita dalam penanganan kedaruratan, sebagai support penanganan yang sedang sama-sama kita lakukan, baik Pemerintah daerah, BNPB, Basarnas, TNI, Polri, NGO Lokal dan pihak-pihak lainnya,” tulis rilis resmi dari Pemda Aceh yang diterima KBR, Kamis (11/12/2025).

Indonesia Jangan Anti Terhadap Bantuan Internasional

Di lain pihak, Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Avianto Amri, menyoroti kegagapan pemerintah menghadapi besarnya skala bencana kali ini.

Menurutnya, Indonesia memiliki rekam jejak menerima bantuan internasional, sehingga keterlambatan keputusan pemerintah saat ini sangat disayangkan.

“Sebenarnya Indonesia sendiri kalau mulai dari Aceh kita sudah setidaknya 3 atau 4 kali kejadian bencana kita ada menerima bantuan asing ya,” ujar Avianto dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (11/12/2025).

Ekskavator membersihkan tumpukan puing kayu dan batang pohon pasca banjir bandang di kawasan berhutan tropis.
Petugas menggunakan alat berat membersihkan sampah kayu gelondongan pasca banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). Sampah kayu gelondongan tersebut menumpuk di pemukiman warga dan sungai pasca banjir bandang pada Selasa (25/11). ANTARA FOTO/Yudi Manar
Advertisement image

Avianto mengingatkan bahwa pada bencana besar terdahulu seperti tsunami Aceh 2004, gempa Yogyakarta 2006, Sumatra Barat 2009, hingga gempa Sulawesi Tengah 2018, pemerintah sebelumnya selalu membuka peluang dukungan luar negeri.

Ia menegaskan pemerintah tidak mungkin mengerjakan penanganan sendiri tanpa kolaborasi multipihak.

“Sehingga tidak mungkin pemerintah melakukannya sendiri. Perlu kolaborasi multipihak baik itu dari non-pemerintah, akademisi, LSM, swasta, termasuk juga media untuk memastikan bahwa upaya penanganan bencana ini bisa dikerjakan bersama dengan pemerintah,” lanjutnya.

Pemerintah Mampu Tanpa Bantuan Pihak Luar

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyatakan kapasitas Pemerintah masih kuat dalam penanganan bencana di Sumatera, sehingga bantuan dari pihak luar belum dibutuhkan.

"Kita masih kuat ngapain? Kita masih kuat kok," ujar Muhaimin Iskandar di Jakarta, Senin (8/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Menurut dia, pemerintah dan relawan terus bekerja dengan maksimal dalam menangani situasi bencana, baik itu di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Proses evakuasi dan pemberian bantuan terus dipercepat.

Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menyampaikan bahwa Indonesia masih dapat melakukan penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatera secara mandiri, sehingga bantuan dari negara-negara sahabat masih belum diperlukan saat ini.

Meski demikian, Menlu tetap mengucapkan terima kasih atas tawaran bantuan dari negara-negara mitra. Ia menyebut tawaran tersebut mencerminkan kepedulian mereka terhadap situasi di Indonesia.

“Kami sedang menyelesaikan semua yang dibutuhkan, tapi memang ada beberapa yang menawarkan. Kami juga mengucapkan terima kasih atas kepeduliannya, tapi kami yakin kami masih bisa mengatasinya,” kata Sugiono seusai serah terima bantuan Kemlu RI untuk korban banjir Sumatera di Gedung Pancasila, Jakarta, Jumat (5/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Prabowo Subianto menyapa antusias warga dari atas mobil di tengah kerumunan dengan tenda BPBA di latar belakang, saat kunjungan di lokasi bencana.
Presiden Prabowo Subianto menyapa warga saat mengunjungi posko pengungsian di Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (12/12/2025). Dalam kunjungannya ke lokasi posko pengungsian korban banjir bandang itu Presiden Prabowo mengatakan pemerintah akan terus membantu hingga pemulihan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Advertisement image

Daftar Negara Bersedia Bantu RI

Mengutip dari ANTARA, Pemerintah China menyebut terus memantau perkembangan banjir bandang di tiga provinsi di Pulau Sumatra serta meyakini pemerintah Indonesia dapat mengatasi dampak dari bencana tersebut.

Selain China, ada dukungan dari negara ASEAN seperti Malaysia hingga Timor Leste yang bersedia membantu pemulihan bencana di Sumatra. Di luar itu, ada negara seperti UEA, Iran, Pakistan, Rusia, bahkan organisasi negara global seperti Liga Muslim dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pemerintah Jangan Antipati Terhadap Uluran Bantuan

Sementara, Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai respon pemerintah masih terikat prosedur birokratis, sementara kondisi lapangan sudah sangat parah.

“Memang saya perhatikan pemerintah ini saat ini sangat prosedural. Sangat prosedural, sangat melihat hukum internasional dan sangat percaya diri. Tapi ternyata kalau kita perhatikan, ini kenyataan sudah sangat dahsyat di lapangan”, ujar Teuku dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (11/12/2025).

Ia menegaskan skala bencana ini sudah melampaui kemampuan tiga pemerinah provinsi, sehingga wajar jika negara-negara lain mulai menyatakan kesiapan membantu.

“Jadi untuk itu kita harus akui bahwa ini walaupun pemerintah belum secara resmi mengatakan ini bencana nasional, tapi kalau kita perhatikan skala dan dampak sudah sangat luas, bahkan melampaui kemampuan pemerintah daerah, yakni tiga provinsi sekaligus untuk mengatasi bencana ini,” lanjutnya.

Deskripsi tidak tersedia.
Sebuah boneka terbawa banjir di Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (11/12/2025). Pemerintah Aceh memperpanjang masa tanggap darurat bencana hidrometeorologi hingga 25 Desember 2025 karena kondisi lapangan masih membutuhkan penanganan intensif, terpadu, dan terkoordinasi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Advertisement image

Bencana Sumatra Jadi Sorotan Dunia, Jangan Terkesan "Sombong"

Teuku mengingatkan bahwa dunia kini memantau kondisi Indonesia melalui teknologi, sehingga penundaan keputusan dapat mempermalukan negara di kancah internasional.

“Dengan teknologi remote sensing. Kita bisa saja mendapatkan data-data yang fantastis, jangan sampai data-data yang mendadak muncul itu mengagetkan pemerintah sendiri, dan mempermalukan kita di panggung internasional,” ujar Teuku.

Teuku menyebut hubungan emosional dan historis negara-negara tetangga, misalnya Malaysia, yang sangat dekat dengan masyarakat Sumatra.

“Jangan sampai nanti terasa kita ini sombong. Kanal komunikasi itu hendaknya dibuka. Paling tidak di level ASEAN deh,” tambahnya.

Teuku mengingatkan bahwa keterlambatan pemerintah dapat merusak reputasi Indonesia, bahkan di antara negara-negara ASEAN yang selama ini mengagumi kesiapsiagaan Indonesia.

"Jadi jangan sampai mereka berpikir, Anda sudah memberikan kami praktik-praktik terbaik, tapi sudah belajar dari Anda dalam menangani bencana, karena kami sudah melihat bahwa Anda selama ini berhasil membangun solidaritas, Anda dalam hal ini selama ini berhasil membangun kapasitas dan kesiapsiagaan,” terangnya.

Birokrasi Jangan Persulit Akses Bantuan Internasional yang Urgen

Sementara, Avianto menegaskan birokrasi memperlambat masuknya bantuan apabila pemerintah tidak membuka kran internasional.

“Saat ini kan memang perbedaannya antara bantuan apabila pemerintah tidak membuka keran bantuan internasional itu. Tandanya, barang-barang, personil, dan semuanya itu dia akan melalui proses beacukai, imigrasi, dan karantina yang prosedurnya sangat cukup rumit,” tegas Avianto.

Menurutnya, kebutuhan pendanaan sangat besar dan pemerintah mustahil menanganinya sendiri.

“Estimasi awal untuk Aceh sendiri saja itu dana untuk memulihkan itu sebesar 60 triliun. Dengan Sumut dan Sumbar perkiraan kita mungkin bisa sampai lebih dari 100 triliun,” lanjutnya.

Lebih lanjut Avianto memperingatkan bahwa semakin lamanya penanganan dapat memicu krisis kesehatan dan psikososial.

“Yang kami sangat khawatirkan adalah pertama, bisa meningkatnya kejadian penyakit. Itu juga akan menjadi bom waktu,” pungkasnya.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media

Baca juga:

Peringatan Dini Tak Kuasa Cegah Bencana Sumatra, Eks Bos BMKG: Jawa hingga Papua Selatan Berisiko Sama

- Deforestasi Sumatra Tuai Bencana, Apakah Raja Juli Mampu Rehabilitasi Hutan?

Bencana Sumatra
bencana alam
#BanjirSumatera
sumatera utara
sumatera barat
Aceh
Bencana Aceh


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...